CATATAN #XPDCMBD: DESA KAIWATU DAN DESA WAKARLELI
Penulis: Nara Wisesa (WWF-Indonesia)
Kaiwatu adalah desa pesisir di utara Pulau Moa. Desa ini terletak bersebelahan dengan Tiakur, Ibukota Kabupaten Maluku Barat Daya. Saat tiba di Pelabuhan Kaiwatu, Tim Darat kembali dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Tim A – beranggotakan Estra dan Damora (WWF-Indonesia), Igna (KKP), dan Niar (IPB) – yang bertugas untuk bertemu dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Barat Daya; dan Tim B – beranggotakan Nara, Novi, dan Vero (WWF-Indonesia); Budi dan Hakim (KKP); serta Hellen (Unpatti) – yang langsung berangkat ke Desa Kaiwatu untuk melakukan pengambilan data sosial dan perikanan.
Desa Kaiwatu terletak tidak terlalu jauh dari pelabuhan. Dibutuhkan sekitar lima menit berjalan kaki untuk bertemu dengan pejabat Kepala Desa (Kades) Kaiwatu, yang mana sudah mengumpulkan warga untuk datang dan partisipasi dalam survei di Balai Desa. Ada sekitar sepuluh orang di lokasi, yang mana delapan orang mengikuti diskusi kelompok terarah dan pemetaan cepat, satu orang mengikuti wawancana informan penting diwawancara, dan Kades Kaiwatu diwawancara terkait profil desa.
Dari pengambilan data diperoleh informasi bahwa sasi gereja masih berlaku di desa ini, terutama untuk di area darat. Kawasan ‘meti’ juga termasuk kawasan sasi lola, teripang, dan batulaga, yang mana jumlahnya sudah sangat sedikit di habitatnya. Warga Desa Kaiwatu bermata pencaharian utama sebagai petani kebun dan peternak. Mereka pergi ke laut untuk mencari ikan jika membutuhkan tambahan rejeki atau mencari lauk untuk kebutuhan pangan sehari-hari.
Sementara itu, di tengah hari, tercium aroma ikan asin yang cukup menusuk dari pelabuhan Kaiwatu. Setelah bertemu dengan perwakilan DKP Maluku Barat Daya di kota dekat pelabuhan, Tim A menyusul Tim B ke Desa Kaiwatu. Igna dan Budi memisahkan diri untuk mengunjungi seorang nelayan di rumahnya demi mengumpulkan data perikanan di desa tersebut.
Sekitar pukul 14.00 WIT, kedua Tim Darat dijemput oleh mobil milik DKP Maluku Barat Daya dan diantar mengunjungi desa lain di dekat Tiakur, yaitu Desa Wakarleli. Namun hanya sebagian anggota Tim Darat yang turun ke Desa Wakarleli, yaitu Nara, Novi, Hakim dan Hellen. Sementara sisanya bertahan di pelabuhan untuk menunggu nelayan pulang melaut membawa hasil tangkapan ikan.
Setiba di Desa Wakarleli, ternyata sebagian besar warga masih melakukan aktivitas berkebun atau melaut, sementara sebagian lagi sedang bersiap-siap untuk beribadah. Namun, beruntungnya Tim Darat, masih ada beberapa aparat desa yang bersedia hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan pengambilan data. Diskusi kelompok terarah hanya melibatkan dua orang pria dan satu orang wanita, namun terdapat satu orang yang tinggal di samping lokasi diskusi turut membantu menjawab beberapa pertanyaan Tim Darat, karena mungkin yang bersangkutan tertarik atau penasaran dengan survei yang dilakukan. Sementara sebagian besar aparat desa justru lebih tertarik berpartisipasi di wawancara informan penting.
Semua kegiatan pengambilan data dihentikan pada pukul 17.00 WIT karena baik para warga maupun aparat desa harus mengikuti kegiatan ibadah dan sosialisasi kesehatan di gereja setempat. Tim kemudian diantar berkeliling Kota Tiakur oleh salah seorang karyawan DKP Maluku Barat Daya. Kota Tiakur adalah kota yang baru didirikan dua tahun yang lalu, sehingga masih banyak berupa petak-petak jalan di lahan bekas hutan belukar. Banyak kantor instansi pemerintah yang belum atau baru selesai dibangun. Tidak hanya itu, fasilitas pasar ikan juga belum ada, sehingga banyak penjual ikan yang menuntut adanya fasilitas pasar dan gudang pendingin (cool storage) agar produk hasil tangkapan mereka tetap segar. Mulai hari ini (6/11) pun, satu orang perwakilan dari DKP Maluku Barat Daya mulai bergabung dengan Tim #XPDCMBD hingga kegiatan ekspedisi ini selesai.