CATATAN PERJALANAN: KERAPU MUAZZI DARI ACEH BESAR
Oleh Arifsyah M. Nasution
Sesaat tiba di Ulee Lheue, Aceh, angin menyapa dengan hembusan sepoi-sepoi. Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 8.15 WIB. Tidak terlihat banyak aktivitas selain segelintir orang muda dan paruh baya yang sedang hilir mudik. Mereka juga tampak sedang duduk di sebuah warung kopi yang berada tepat di seberang tanggul sambil menikmati pagi yang tidak mendung namun juga tidak cerah. Sebuah pagi hari yang biasa di kawasan pantai yang lumrah dikenal, paling dekat, dan paling ramai dikunjungi oleh warga Kota Banda Aceh. Pagi itu, Sabtu tanggal 24 September 2011, tim kecil WWF yang terdiri dari Arifsyah Nasution – staf Program Perikanan WWF di Aceh - dan Candhika Yusuf – Koordinator Perikanan Budidaya WWF - tiba disana untuk bergabung dalam rangka kunjungan ke Pulau Aceh, Aceh Besar.
Ternyata Marzuki, staf dari Jaringan KuALA (Koalisi Untuk Advokasi Laut Aceh) yang akrab disapa Miki telah tiba lebih awal. “Pak Adil ada di rumah Pak Keuchik,” ujar Miki kepada tim. Setelah menempatkan barang bawaan di depan warung kopi, tim pun bergegas menyusul Pak Adil ke rumah yang dimaksud. Pak Keuchik adalah pemilik kapal cepat ukuran 5-10 GT (gross tonnage) yang akan disewa oleh tim untuk perjalanan selama 2 hari dari Ulee Lheue menuju Pulau Aceh pulang pergi. Setelah pembayaran dilunasi, tim pun bergegas kembali ke tepi tanggul menunggu kapal yang tengah disiapkan untuk menepi.
Dalam hitungan menit rombongan berikutnya, Pak Sukri, Pak Bahar dan Pak Fauzi juga turut tiba dan langsung bergabung. Arifsyah, Sukri, dan Candhika mewakili WWF-Indonesia, sedangkan Pak Adil sebagai ketua rombongan adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh (DKP) Aceh Besar ditemani Pak Bahar, salah seorang staf seniornya. Pak Fauzi sendiri adalah kontraktor yang akan memasok Karamba Jaring Apung (KJA) jenis HDPE (High density polyethylene) untuk proyek pengembangan budidaya laut binaan DKP-Aceh Besar.
Perlu sekitar 10 menit menunggu kapal dipersiapkan dan ditepikan pada sisi tanggul yang tepat karena ketinggian air masih rendah mengingat pagi itu laut belum memasuki pasang tinggi. Selepas kapal berhasil ditepikan rombongan pun segera mengunggah barang ke atas. Di atas kapal, rombongan langsung disambut dua anggota Pak Keuchik yang akan menemani dan bertindak sebagai pawang, sebutan untuk nelayan yang berpengalaman dalam mengemudikan kapal sekaligus mengetahui kondisi perairan laut setempat.Sebelum melewati
Arus Lampuyang sendiri, angin barat mulai terasa kencang menerpa meski ombak masih sangat tenang. Sesaat lolos melewati ‘zona inti’ arus tersebut, ombak yang mencapai 1.5 - 2 meter mulai menghempas badan kapal. Namun suasana masih dapat dikendalikan, nampak salah satu pawang masih sibuk merawai (menebar pancing) sementara pawang yang lain sedikit serius mengendalikan kapal. Ombak seukuran 1.5-2 meter adalah ukuran normal dan sering terjadi di perairan barat dan utara Aceh, setidaknya cuaca cerah masih membangun suasana ramah.
Tiga puluh menit kemudian rombongan akhirnya memasuki Teluk Gugop dan segera pawang mengurangi kecepatan kapal. Tiba-tiba seorang nelayan ‘tembak’ (speargun) dari kejauhan muncul dari bawah air dan memberi isyarat kepada kapal untuk mengikuti tanda jalur keluar-masuk yang diapit hamparan terumbu karang.
Dari kejauhan juga tampak lambaian seseorang. “Itu Muazzi”ucap Pak Adil. Tidak lama kemudian kapal merapat di KJA berukuran sekitar 30 x 12 m milik Muazzi. Di dalam petak-petak KJA milik Muazzi ini terlihat kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), kuwe rambe (Caranx sp.: sexfasciatus/melampygus), lobster (Fam.: Nephropidae), serta rumput laut (Euchema cottoni).
KJA milik Muazzi terkesan mulai rapuh. Namun dia tetap tersenyum dan mengungkapkan bahwa usahanya ini sudah berkembang lebih baik dalam satu tahun terakhir yang tentunya lengkap dengan berbagai tantangan. Awalnya Muazzi (Gambar 5) dan beberapa warga setempat memulai usaha KJA sekitar tahun 2007 dengan menerima bantuan dari Program ETESP-ADB Fisheries. Seiring waktu beberapa usaha KJA milik warga mulai redup, kecuali yang dipimpin oleh Muazzi. Kegigihannya untuk bisa membuktikan bahwa usaha KJA bisa berhasil berbuah lirikan dari Pemda Aceh Besar. “Saya beli beberapa KJA kelompok lain yang sudah tidak aktif sehingga bisa agak besar seperti sekarang,” terang Muazzi tentang KJA-nya.
Kesan pertama, Muazzi adalah sosok yang gigih, tekun dan pembelajar. Tersirat bahwa lelaki asli pulau Aceh ini benar-benar cinta dan yakin bahwa pulau yang didiami bersama sanak-keluarganya itu adalah tempat terbaik dan terindah untuk hidup, berusaha dan berkarya, meskipun jauh dari hiruk pikuk Aceh daratan. KJA milik Muazzi adalah sedikit bukti dari sisa-sisa bantuan untuk masyarakat tsunami yang masih bertahan dan berguna saat ini.
Pada akhir tahun 2010 lalu belasan juta rupiah berhasil dibukukan oleh Muazzi dari penjualan kerapu macan hidup. Utusan penampung dari Medan langsung mengambil di tempat, dari atas KJA.
Keberhasilan Muazzi ini mendapat lirikan serius dari Pemerintah, baik DKP Aceh maupun DKP-Aceh Besar, alhasil saat ini Muazzi dan kelompok yang dibinanya akan segera mendapat hadiah baru, 6 unit HDPE yang tiba pada pertengahan November 2011 sebagai wujud kepercayaan Pemerintah bahwa Muazzi patut diberi kepercayaan dan sebagai dukungan ke depan dalam rangka memajukan sektor perikanan kerapu Aceh dari Pulau Aceh.
WWF-Indonesia berharap dunia perikanan Indonesia mampu melahirkan Muazzi-Muazzi baru sebagai jawara dan pemberi inspirasi dunia perikanan yang berkelanjutan di Indonesia. Sementara ini Muazzi cukup sukses bertahan dengan membina kelompok dan mengelola keuangan dengan baik serta memasarkan panen dengan baik pula. Tantangan berikutnya bagi Muazzi adalah mempraktikkan kegiatan budidaya sesuai dengan koridor lingkungan, misalnya pemilihan lokasi yang tidak merusak habitat sekitar, lalu berikutnya adalah pemilihan bibit dari lokasi pembibitan yang memenuhi standar budidaya, lalu menghindari penggunaan bahan kimia atau antibiotik yang tidak sesuai peraturan, serta menjaga pakan dalam kuantitas yang sesuai dan dari sumber yang lestari. Poin-poin tersebut disepakati oleh Muazzi seperti yang terangkum dalam panduan praktik terbaik untuk budidaya kerapu yang diterbitkan oleh WWF-Indonesia.
Saat ini aktivitas yang dilakukan oleh Muazzi juga mendapatkan dukungan dari Pemkab Aceh Besar seperti yang tertuang dalam Peraturan Bupati Aceh Besar No 11 tahun 2011 tentang investasi hijau sektor perikanan. Melalui peraturan itu kesempatan terbuka besar bagi Muazzi dan pembudidaya lainnya untuk mendapatkan dukungan apabila aktivitas budidaya yang dilakukan sesuai dengan koridor lingkungan.