CATATAN DARI LEADER WWF HOB GLOBAL INITIATIVE APRIL 2013
Bagian dari newsletter Heart of Borneo yang diberi judul sebagai 'View from the canopy' (pemandangan dari kanopi) sesungguhnya bukanlah judul yang tepat untuk edisi kali ini. Sebelumnya tulisan saya menggambarkan apa yang sungguh saya proyeksikan saya lihat bagai dari puncak tertinggi pohon mengenai masa depan Heart of Borneo, kali ini saya berada di bawah kanopi, bagai terbelit kompleksitas akar-akar dari sebuah program yang penuh tantangan!
Tentu saja ini tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa hal yang saya alami sekarang tidak lagi menyenangkan, ataupun menggambarkan tidak adanya perkembangan signigfikan yang terjadi. Bulan Maret khususnya merupakan masa yang penting, dengan adanya kegiatan pertemuan tahunan stakeholder Heart of Borneo (HoB) yang merupakan fondasi untuk membangun strategi ke depan. Finalisasi perencanaan baru akan siap pada bulan Juli, tetapi strukturnya sudah mulai mengambil bentuk, dimana isu sosial akan mengambil peran penting ke depan. Ini merupakan imbangan yang esensial untuk strategi inisiatif WWF HoB yang sudah ada yang berfokus pada pemerintah dan sektor swasta. Saya melihat bahwa visi HoB itu setara dengan sebuah komitmen unutk membangun 'eco-house' futuristik. WWF mengharapkan ini dapat terwujud dengan cara yang terbaik, dan karena itu kita perlu bekerja melibatkan arsitek yang dapat merancangnya (dalam hal ini kebijakan pemerintah) dan kontraktor yang dapat menerjemahkan rencana tersebut menjadi bangunan yang nyata (sektor swasta). Tetapi bila tidak melibatkan masyarakat dan orang-orang yang akan menghuni dan memilikinya (masyarakat HoB) maka rencana dan upaya baik ini akan menjadi sia-sia.
Strategi ke depan tidak hanya akan menampilkan perubahan penekan konservasi, tetapi juga perlu ada perubahan dalam cara WWF bekerja. Program Heart of Borneo saat ini sudah jelas merupakan inisiatif yang dipandu oleh pemerintah. WWF yang selama ini membantu perguliran program tersebut perlu menemukan cara terbaik untuk memfasilitasi proses ini lebih lanjut. Dalam kerangka berpikir inilah saya akhir-akhir ini banyak berinteraksi dengan lembaga pemerintah yang memandu program Heart of Borneo, khususnya di Brunei, yang kebetulan pada tahun ini akan menjadi tuan rumah penyelenggara pertemuan tahunan HoB dan meminta asistensi WWF dalam proses persiapannya.
Secara luasan geografis, Brunei memerankan peran yang relatif minor, dengan ukuran wilayahnya yang termasuk dalam wilayah HoB kurang dari 2% wilayah tersebut secara total. Namun demikian, HoB memiliki nilai yang potensial di Heart of Borneo terlepas dari ukuran wilayahnya yang kurang itu. Mulai dari hutan yang dimilikinya, Brunei sudah tentu memiliki beberapa elemen terpenting di Pulau Borneo. Dengan 98% pemasukan negaranya berasal dari minyak, sebagian besar hutan Brunei tidak tersentuh pengaruh ekonomi sebagaimana yang dialami di tempat lain. Brunei saat ini adalah satu-satunya tempat di dunia ini yang memiliki akses jalan beraspal ke dalam hutan hujan primer hanya dalam waktu beberapa jam dari pusat kota, data dari ekspedisi biologi terkini mengungkap bahwa hutan-hutan Brunei termasuk hutan yang keanekaragaman hayatinya paling tinggi di dunia. Pentingnya nilai hutan Brunei ini mendapat pengakuan dari Sultan Brunei dan jajaran pemerintahannya, yang memainkan peran aktif dalam kesepakatan trilateral dan telah menetapkan lebih dari separuh negaranya sebagai 'Heart of Borneo' - sebuah brand yang kini terkenal di seluruh penjuru Brunei.
Tetapi potensi kontribusi Brunei untuk visi Heart of Borneo bisa jadi lebih signifikan lagi. Beberapa mungkin berargumen bahwa status ekonomi Brunei yang unik tersebut tidak terlalu relevan dengan upaya perlindungan keseluruhan hutan di Borneo. Tetapi saya berbeda pemikiran. Salah satu problem konservasi yang cukup mendasar adalah sulitnya memperhatikan nilai lingkungan pada saat penyusunan kebijakan. Seorang bupati di Indonesia menghadapi keputusan yang sangat sulit saat harus memilih antara hutan dan kelapa sawit. Perkebunan dapat menawarkan keuntungan yang jelas dan instan melalui penyerapan tenaga kerja, penerimaan pajak dan infrastruktur. Secara teori hutan mungkin memiliki nilai yang lebih tinggi dalam konteks jasa ekosistem yang dapat diberikannya, tetapi pada praktiknya sangat sulit untuk mewujudkan nilai-nilai ini dalam bentuk yang langsung dapat dilihat dan terukur. Bupati berada pada tekanan berat untuk segera membuat keputusan cepat dan keuntungan yang dapat dilihat oleh konstituen pemilihnya - sehingga sering perkebunan merupakan pilihan rasional yang dapat dibuatnya dalam situasi semacam itu. Brunei tidak mendapat tekanan semacam itu. Brunei memiliki keleluasan untuk 'bereksperimen' terhadap hutan-hutannya, untuk mengupayakan nilai keuntungan dari potensi hidrologinya, potensi karbon yang dapat diserap, serta potensi sumber daya genetik yang dimilikinya. Ide-ide yang ada mungkin tidak selalu berhasil. Tetapi yang sukses diwujudkan dapat menjadi model untuk diikuti oleh seluruh Heart of Borneo. Jika Brunei dapat menunjukkan bahwa hutan dapat memberikan keuntungan secara berkelanjutan, maka pimpinan daerah di tempat lain di Heart of Borneo dapat mempertimbangkan alternatif lain.
Tentu saja saya tidak dapat menulis mengenai Brunei tanpa menyinggung Dato' Mike Kavanagh, yang bulan ini telah mengakhiri kebersamaannya dengan WWF dalam perannya sebagai perwakilan utama WWF di Brunei. Mike tidak saja berperan penting dalam membantu Brunei mengembangkan program Heart of Borneo, mulai dari membantu penyusunan rencana aksi Brunei untuk mengembangkan Divisi Hidupan Liar (Wildlife Division) di jajaran pemerintahannya untuk pertama kalinya, tetapi juga salah satu pelaku visioner terdepan yang membawa konsep Heart of Borneo tiga negara untuk berkembang lebih nyata. Saat saya menyaksikan serah terima dengan Mike, saya dapat merasakan penghargaan dan rasa hormat yang luar biasa terhadap dirinya di antara para petinggi Brunei, yang berterima kasih padanya atas segala upaya dan kerja kerasnya dan mengharapkan Mike dapat segera kembali bergabung. Apa yang ditinggalkan oleh Mike adalah sebuah tantangan untuk saya penuhi dan melalui kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada beliau untuk semua dedikasinya selama ini.