BUDIDAYA IKAN BANDENG RAMAH LINGKUNGAN YANG MENJADI IDAMAN MASYARAKAT PATI
Oleh: Agis Riyani (Fasilitator Lokal Aquaculture Improvement Program Jawa)
Diskusi pemantapan pelaksanaan program perbaikan budidaya ikan bandeng yang dilakukan pada 23 Februari lalu mendapat respon yang cukup baik dari Bapak Jarot selaku Kepala Desa Tunggul Sari, serta menjadi angin segar bagi para pembudidaya ikan bandeng Kelompok Murya. Mengingat Desa Tunggul Sari pernah mengalami gagal panen ikan bandeng akibat banjir dari abrasi pantai, maka program perbaikan budidaya ini dinilai penting bagi keberlanjutannya di masa mendatang. Sebagai bagian dari wilayah di Jawa Tengah yang memiliki potensi cukup besar untuk budidaya air payau, Kabupaten Pati dikenal sebagai lokasi pengasil ikan bandeng. Ikan bandeng yang merupakan ikan konsumsi masyarakat ini memiliki nilai gizi tinggi dan menjadi salah satu komoditas ekspor di Indonesia.
Bermula pada Agustus 2015 sebagai kunjungan pertama WWF-Indonesia bersama Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang, anggota dari JARING – Nusantara, menjadi awal cikal bakal program perbaikan budidaya ikan bandeng yang bertanggung jawab di wilayah Kab. Pati. Proses diawali dengan menggali informasi serta identifikasi kelompok budidaya ikan bandeng yang potensial. Hasil kunjungan pertama saat bertemu dengan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Pati, mengantarkan tim kepada kelompok budidaya ikan bandeng, Kelompok Murya, di Desa Tunggul Sari. Aktivitas program sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) Kelompok Murya sebagai kelompok budidaya dampingan DKP Kabupaten Pati menjadikan program perbaikan ini dapat disinkronkan bersama. Atas dukungan yang diberikan oleh DKP Kabupaten Pati, tim kemudian diizinkan melihat langsung praktik budidaya ikan bandeng serta melakukan penilaian kesenjangan (gap assessment) antara kondisi aktual dengan kriteria Better Management Practices (BMP). Berdasarkan hasil analisa tersebut, didapatkan nilai kepatuhan terhadap BMP sekitar 51%. Aspek – aspek yang belum sesuai dengan kriteria BMP adalah terkait penguatan kelembagaan, legalitas usaha, pengukuran kualitas air serta pencatatan aktivitas budidaya.
Hasil diskusi yang direspon baik tersebut menjadi semangat baru bagi para pembudidaya untuk melakukan perbaikan budidaya ramah lingkungan dan bertanggung-jawab di Desa Tunggul Sari. Tidak lupa Bapak Jarot turut menyampaikan harapan kedepanya agar kerjasama yang dilakukan antara WWF-Indonesia, LPPSP Semarang dan DKP Kabupaten Pati dapat membantu para pembudidaya melakukan praktik budidaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk mengembalikan kejayaan Desa Tunggul Sari sebagai penghasil ikan bandeng terbesar di Kabupaten Pati.