BUBU DASAR DI PERAIRAN ALOR
Dwi Ariyogagautama atau yang akrab disapa Yoga ini sudah hampir 3 tahun bekerja di WWF Solor Alor Project sebagai Fisheries Officer. Bersama tim WWF lainnya, ia mencoba untuk mengembangkan perikanan yang bertanggungajawab dan berkelanjutan terutama perikanan tuna. Lulusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro ini aktif dalam klub selam ilmiah Marine Diving Club (MDC). Profile...
Oleh Dwi Ariyogagautama
Alat tangkap bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif yang memanfaatkan kebodohan ikan dengan sistem jebakan, kontruksi bubu mendukung selektifitas target tangkapan dengan disesuaikan dengan besaran lubang bubunya. Sebenarnya ada beberapa jenis bubu yang dikenal di seantaro negara ini, namun berdasarkan cara menggunakannya dapat dibedakan menjadi bubu dasar (ground fish pots), bubu apung (floating fish pots) dan bubu hanyut (drifting fish pots). Cara penggunaannya sesuai namanya toh..ya di nalar sendiri lah ^^!.
Yang akan saya bahas cuman 1 jenis bubu aja, yaitu bubu dasar yang biasa digunakan oleh nelayan di kepulauan Alor ini. Umumnya bubu dibuat sendiri oleh nelayan yang bersangkutan dengan bahan bambu, atau ada juga nelayan yang berbisnis bubu dan dijual ke nelayan lain yang ga pengen repot. Bubu di Alor rata-rata berbentuk silinder.
Bubu diletakan disekitar daerah karang, ya.. memang nelayan menargetkan ikan karang konsumsi, tapi sepanjang yang gue liat ketika menyelam, lebih banyak ikan hias yang tertangkap deh dibandingkan ikan target konsumsi. Apa disini pengertian ikan target konsumsi beda ya –!.
Bubu menjebak ikan apapun yang berukuran pintu masuknya, ikan buntal, kepe-kepe, anthias, surgeon fish aja masuk..dan disini tetep dimakan loh..dmakan kepe-kepe dah kaya makan kripik aja ye. Well, selama itu menjadi konsumsi lokal..aman lah…tidak signifikan mempengaruhi kondisi perikanan.
Namun yang menjadi perdebatan justru bukan dari hasil tangkapannya, tapi cara peletakan bubunya. Bahannya yang ringan membuat bubu perlu bantuan pemberat atau penyangga, supaya posisinya stabil didaerah karang, kemudian peletakannnya juga didaerah karang, rawan sekali mematahkan karang. Nelayan yang malas umumnya menggunakan karang sebagai pemberat dan penyangga bubu, mereka mengambilnya langsung ketika memasang bubu, dan meletakkannya ditempat yang ikan targetnya banyak. Yaaa biasanya didaerah karang yang bagus. Walhasil meletakan bubu diatas karang sehat, diatas karang bercabang pula.
Kemudian dari sisi pengambilan bubunya sendiri juga ada yang sangat merusak, mereka menarik bubu dengan tali dari permukaan. Padahal bubu didaerah karang, baik kalo menariknya secara vertikal dari permukaan,nah ini biasanya dikarenakan arus dan berbagai hal. Mereka menarik bubu mematahkan karang yang dilewatinya..sadisss..
Kabar baiknya, dibeberapa desa di pulau-pulau sepanjang selat Pantar, Kabupaten Alor. Sudah menyadari hal tersebut, bahkan yang menjelaskan ke saya seorang ibu-ibu dari Pulau Pura yang senantiasa menemani suaminya memasang bubu tentang caranya meletakan bubu. Mereka saat ini menggunakan batu dari daratan sebagai pemberat bubu, dan memasangnya didaerah karang mati. Kalaupun tidak ada karang mati ya dipasang lebih dalam didaerah pasir. Briliant.
Di desa Maru, pulau Pura bahkan mempunyai aturan desa dalam pengaturan peletakan bubu, mereka membagi daerah peletakan bubu dengan daerah penggunaan jaring insang. Ini lebih kearah solutif dalam menangani pembagian lahan berdasarkan alat tangkap saja sih, tapi intinya secara tidak langsung mereka menyadari pentingnya menjaga karang demi hasil tangkapan harian mereka. Kearifan lokal seperti ini yang seharusnya ditiru didaerah lain.