BMP BUDIDAYA KERANG HIJAU
Penulis: Idham Malik (Aquaculture Officer, WWF-Indonesia)
Kerang saat ini merupakan salah satu makanan yang digemari oleh para pecinta hidangan laut (seafood), baik di dalam maupun luar negeri. Selain karena rasanya yang enak, kerang memiliki kandungan gizi berupa protein sebesar 21,9%. Mengacu pada data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011, volume produksi kerang di Indonesia – untuk jenis Kerang Darah, Kerang Hijau, Tiram, Simping, Kerang Mutiara, Remis, Abalon, dll – mencapai 54.801 ton; sementara pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 8%, sehingga volume produksinya hanya mencapai 50.460 ton. Walaupun mengalami penurunan, nilai produksi kerang di tahun 2012 diperoleh sebesar IDR 435.728.094. Akan tetapi dalam praktiknya, kerang banyak diperoleh dari kegiatan penangkapan yang dilakukan di daerah tercemar, yang mana pada akhirnya menimbulkan penyakit dan membahayakan kehidupan manusia.
Kerang yang sehat dan tidak merusak lingkungan, dapat dikembangkan menjadi komoditas ekspor. Tidak hanya bermanfaat sebagai sumber protein manusia, kerang juga dapat dikembangkan sebagai bahan baku pakan ternak untuk komoditas induk ikan dan lobster. Selain itu, kerang juga dapat dimanfaatkan sebagai biofilter, yaitu organisme yang mampu memperbaiki kualitas air dalam pemeliharaan polikultur secara integratif atau Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA). Pemanfaatan kerang sebagai biofilter ini merupakan salah satu penerapan pola perikanan berkelanjutan dan prinsip Ekonomi Biru.
Pada tahun 2015, WWF-Indonesia menyusun dan meluncurkan sebuah panduan untuk budidaya Kerang Hijau skala kecil dan menengah, berjudul “Better Management Practices (BMP) Budidaya Kerang Hijau”, yang memuat informasi mengenai legalitas, sosial, teknis budidaya, dan pelestarian lingkungan.Panduan yang mengacu pada sertifikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC) dan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) ini, disusun melalui proses:
- Diskusi bersama sejumlah stakeholder, termasuk pemerintah, akademisi, dan pelaku usaha;
- Survei ke beberapa lokasi budidaya Kerang Hijau di Indonesia, seperti Tanjung Kait (Tangerang) dan Muara Angke (Jakarta);
- Studi literatur hasil-hasil penelitian lainnya.
BMP ini bersifat fleksibel (living document), yang mana akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan di lapangan dan masukan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan adanya “BMP Budidaya Kerang Hijau” ini, para pembudidaya Kerang Hijau dapat menerapkan praktik-praktik perikanan budidaya secara praktis, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan usaha dan keberlanjutan lingkungan.
