BATNATA, PENJAGA KEKAYAAN LAUT PULAU GOROM
Penulis: Terry Endropoetro (travel blogger http://negerisendiri.com/2016/web/)
Sudah menjadi budaya seorang pemuda Gorom menjadi nelayan, mereka biasa ikut melaut sejak masih kecil, begitu La Banda bercerita saat saya dan Syarif Yulius Hadinata (WWF-Indonesia) bertandang ke rumah Kadatua, salah satu pengurus Kelompok Nelayan Batnata, di Dusun Samboru, Desa Kataloka. Sebuah dusun di Pulau Gorom, Seram Bagian Timur yang menjadi salah satu tempat tujuan Ekspedisi Koon kali ini.
Mereka biasa melaut pada pagi atau sore hari saat cuaca baik dan laut tenang. Menggunakan sampan dan dayung mencari ikan di perairan sekitar. Beberapa nelayan yang memiliki kapal motor biasanya mencari ikan ke perairan yang sedikit lebih jauh, bahkan hingga ke pulau-pulau seberang. Menangkap ikan dengan cara memancing atau menyebar jaring. Ada kalanya para nelayan bergotong-royong menggunakan dua sampan yang masing-masing berisi 3-4 orang, kedua sampan akan bersisian lalu melempar jaring membentuk lingkaran. Kemudian mereka akan menepuk-nepuk permukaan air, menarik perhatian ikan agar masuk ke dalam jaring.
Terkadang dalam jaring mereka terikut pula ikan duyung–sebutan nelayan setempat untuk dugong. Ikan duyung yang terjaring dan tampaknya sudah tak mungkin hidup, biasanya akan mereka bawa pulang untuk dikonsumsi. Namun, walaupun mengaku bahwa daging ikan duyung sangat enak, bila menemukan ikan ini dalam keadaan hidup biasanya para nelayan akan melepaskan kembali, setelah diambil air matanya dengan cara dipukul-pukul terlebih dahulu. Terus terang saya tak nyaman mendengarnya, membayangkan binatang yang disiksa demi air matanya yang dipercaya sebagai jimat.
Selain dugong, penyu sisik, penyu hijau, dan penyu belimbing juga sering ditemui para nelayan di laut. Dan kenyataannya, masyarakat Pulau Gorom masih sering melihat telur-telur penyu diperjualbelikan, dibawa para nelayan atau pedagang di kapal-kapal antarpulau. Beberapa nelayan di Pulau Gorom pun mengaku bila menemukan telur penyu di pantai biasanya mereka kumpulkan, untuk dibagikan pada para kerabat.
Banyaknya ikan tangkapan di sekitar Pulau Gorom disebabkan terumbu karang dan lamun–jenis tumbuhan yang tumbuh di pasir di perairan dekat pantai. Di sanalah tempat ikan-ikan berkembang biak. Sayangnya, 55% kondisi terumbu karang di seputar Pulau Gorom rusak akibat penggunaan bom yang dulu sering digunakan para nelayan.
Kondisi tersebut disadari oleh Kelompok Nelayan Batnata–bentukan dari WWF-Indonesia, yang beranggotakan 20 orang ini aktif membuat restorasi terumbu-terumbu karang menggunakan rock pile yaitu susunan batu batako dan batu liang (batu kapur). Yang dibawa dengan perahu dan ditenggelamkan di dua tempat terpisah di kedalaman 5 meter di bawah permukaan laut. Kedua susunan batu ini dipantau setiap bulan, dan dalam bulan kelima ternyata permukaannya sudah diselimuti lapisan terumbu dan ditutupi sponge.
Dalam bahasa Gorom Kuno, Batnata berarti menjaga dengan baik. Kelompok nelayan inilah yang berupaya menjaga lingkungan laut mereka. Tempat mereka mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga. “Untuk ke depannya, kami akan membuat lagi tumpukan di tempat lain. Mungkin nanti tak diangkut dengan perahu, tapi dihanyutkan dengan para-para (anyaman pelepah sagu) untuk ditenggelamkan di tempat berbeda,” kata Tufail Tuhuteru, selaku ketua Kelompok Nelayan Batnata. ""Kami tak punya modal apa-apa, modal kami hanya kemauan,” lanjutnya menutup perjumpaan.