BANTENG SABAH – MENUJU KEPUNAHAN?
Oleh: Penny Gardner, mahasiswi PhD dan seorang peneliti
Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) Banteng (atau sapi liar) adalah mamalia besar kedua yang diklasifikasikan dalam kategori terancam (Critically Endangered) di Sabah dan hanya sekitar 300 ekor yang tersisa. Banteng-banteng tersebut tersebar di hutan terpencil di Sabah dan lahan pribadi yang berdekatan dengan hutan, dimana mereka kesulitan untuk melindungi diri dan rentan terhadap perburuan.
Kombinasi tekanan termasuk hilangnya habitat dan perburuan yang terus-menerus mengancam kepunahan spesies ini, dan jika itu terjadi, yang kemungkinan akan berlangsung secara 'diam-diam' - tanpa pengakuan dari masyarakat umum dan tanpa dukungan yang sangat dibutuhkan, dibandingkan dengan dukungan bagi spesies besar seperti Orang-utan.
Akhir tahun lalu dukungan tersebut datang dari perusahaan kelapa sawit Malaysia, Yayasan Sime Darby yang memberikan dana untuk sebuah proyek penelitian selama tiga tahun bagi Danau Girang Field Centre (DGFC) yang didukung oleh Universitas Cardiff dan Sabah Wildlife Department (SWD) di bawah Program Banteng Borneo (BBP). Tujuannya adalah menemukan semua populasi banteng yang tersisa di Sabah, memperkirakan jumlah populasi mereka dan menaksir status mereka saat ini. BBP berencana untuk memulai kerja lapangan di sejumlah lokasi, dengan menggunakan perangkap kamera untuk mendapatkan bukti keberadaan banteng. Sebagai bagian dari proyek ini, seorang mahasiswa lokal dari Malaysia akan dikuliahkan hingga tingkat Master of Science dan akan melakukan penelitian yang berfokus pada aspek ekologi banteng.
Sejarah singkat mengenai penelitian banteng
Program pertama mengenai banteng diinisiasi pada tahun 2011 oleh BBP, yang merupakan kolaborasi antara DGFC dan SWD, bekerja sama dengan Departemen Kehutanan Sabah (SFD), Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research, New Forests Asia dan HUTAN, sebuah LSM lokal di Sabah.
Sejak saat itu, kamera jebakan dengan teknologi infra merah digunakan untuk mencari lokasi, mendapatkan gambar dan mengidentifikasi terhadap lebih dari 35 ekor banteng di Suaka Margasatwa Tabin (TWR) dan 30 ekor banteng di BioBank Malua di kawasan Heart of Borneo.
Di BioBank Malua, satu kawanan banteng sudah dipantau sejak April 2011, ditambah dari foto-foto kamera jebakan para peneliti lain, kami telah mengamati kegiatan pembiakkan dan pertumbuhan banteng-banteng tersebut sejak lahir. Pengakuan individu telah memungkinkan kita untuk memantau ukuran dan komposisi kawanan ternak, serta mengenali jenis perilaku yang terjadi ketika banteng berkumpul dalam jumlah besar. Data tersebut dapat digunakan oleh pengelola hutan untuk memantau kelangsungan hidup banteng dan mengukur nilai efektivitas atau dampak dari teknik manajemen seperti pengembangbiakan.
Pekerjaan lain meliputi penyebaran kamera perangkap dan melakukan survei untuk mengumpulkan data demografis pada banteng dalam dua jenis habitat yang berbeda untuk mengukur keberhasilan metode survei dan memahami bagaimana banteng dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Ada sedikit penelitian yang membandingkan keberhasilan mendeteksi mamalia besar dari berbagai macam metode survei, dalam lingkungan hutan tropis, namun efektivitas survei ini sangat penting, terutama jika kita menggunakan informasi tersebut sebagai dasar untuk perencanaan strategi konservasi.
Menjelang akhir 2012, sampel kotoran banteng dikumpulkan selama ekspedisi dan inspeksi rutin pada perangkap kamera pada tahun 2011 dan 2012 dianalisis untuk DNA. Aplikasi selanjutnya dari penanda molekuler jenis kelamin terbukti sukses dan kami mampu mengidentifikasi 49 jenis kelamin dari 55 individu yang di dapatkan dari sampel tinja. Konsentrasi genom DNA cukup berpotensi untuk memahami jenis kelamin dan kekerabatan berbagai individu menyebar dari kawanan mereka.
# Penny Gardner adalah seorang mahasiswi PhD tahun ke 3 dan asisten project leader dari DGFC serta SWD. Beliau dibawah supervisi dari Dr. Benoit Goossens, Direktur DGFC dan Prof. Mike Bruford dari Universitas Cardiff, dan mendapat beasiswa dari Kebun Binatang Houston.
Ucapan terima kasih: Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada penyokong dana kami Kebun Binatang Houston (Peter. Riger), Dewan Kelapa Sawit Malaysia, Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund, Yayasan Sime Darby, mitra kolaborasi Datuk S. Mannan dan SFD, Malua BioBank dan New Forests Asis, Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research, HUTAN, the Sabah Rhino Project dan Torsten Bohm, juga Mr. Simon Amos of Rope Skills dan semua peneliti yang telah memberikan kontribusi informasi tentang banteng di Sabah.