ALIKODRA: PENDEKATAN ECOSOPHY BAGI PENYELAMATAN BUMI
Bumi menghadapi sebuah krisis serius yang bisa mengancam kelangsungan seluruh penghuninya. Indikasinya terlihat lewat kian menipisnya cadangan sumber daya alam (SDA), sementara sumber daya hayati, baik ekosistem maupun spesies (flora dan fauna), banyak yang hilang/musnah. Keadaan itu diperburuk dengan pencemaran lingkungan seperti pencemaran tanah, udara, dan air. Saat ini laju degradasi SDA dan lingkungan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju kemampuan manusia melakukan upaya perbaikan.
Di Indonesia, secara spesifik, upaya perlindungan dan pelestarian alam belum berjalan sesuai harapan. Lahan-lahan hutan yang rusak dan telantar hingga saat ini diperkirakan mencapai sekitar 30 juta ha yang belum dapat direboisasi. Ekosistem lahan basah dan terumbu karang pun banyak mengalami kerusakan. Pemerintah dan stakeholders terkait belum mempersiapkan program mitigasi dan adaptasi dampak pemanasan global terhadap SDA dan lingkungan termasuk dampaknya terhadap biodiversity.
Kondisi yang cukup mengkhawatirkan seperti uraian di atas menjadi concern bagi Prof. Dr. Ir. H. Hadi S. Alikodra, MS., yang akrab dipanggil Alikodra. Staf pengajar Fakultas Kehutanan IPB yang pernah diperbantukan sebagai birokrat di Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup ini sadar bahwa apabila keadaan dibiarkan, kualitas hidup bangsa Indonesia akan menurun, dan bahkan eksistensinya akan terancam. Dengan segenap pengetahuannya di ranah ilmu Konservasi SDA yang selama ini dipelajari, didalami, dan digeluti, pada tahun 1998 Alikodra mulai menyusun sebuah buku yang pada tanggal 24 Oktober 2012 akan diluncurkan. Buku berjudul “Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Pendekatan Ecosophy Bagi Penyelamatan Bumi” terbitan Gadjah Mada University Press dengan tebal 428 halaman tersebut menjadi pamungkas kerja keras pria kelahiran Cirebon, 64 tahun yang lalu ini.
Ciptanti Putri dari WWF Indonesia mendapat kesempatan berbincang dengan pria yang memiliki hobi membaca buku bertema konservasi alam dan mengamati fenomena alam, khususnya satwa liar.
Tanya:
Apa yang memotivasi penyusunan buku ini?
Jawab:
Saya menyadari bahwa kondisi cadangan SDA di bumi Indonesia tercinta ini semakin menipis dan kondisi lingkungan hidup pun semakin rusak, sebaliknya kebutuhan SDA terus meningkat, sehingga semakin kritis untuk mendukung kehidupan yang berkualitas. Namun, buku referensi versi Indonesia tentang konservasi SDA dan Lingkungan Hidup sangat terbatas. Bahkan, yang meramunya dengan paham Ecosophy sama sekali belum ada, sehingga buku ini menjadi yang pertama. Selain itu, latar pendidikan dan karier saya di bidang Konservasi SDA dan lingkungan menjadi modal dan motivasi yang kuat bagi saya untuk segera menyelesaikan buku ini.
Tanya:
Upaya apa yang sedang dijalankan pemerintah dalam memperbaiki kerusakan dan selanjutnya menjaga kelestarian SDA Indonesia? Di mana peran “NGO”?
Jawab:
Pemerintah Indonesia menjalankan strategi konservasi dan ikhtiar bagi tercapainya sasaran pembangunan berkelanjutan, melalui program perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan SDA secara bijaksana. Pemerintah menerbitkan berbagai peraturan perundangan bagi pelaksanaan pengelolaan SDA berwawasan lingkungan, seperti UU Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-ungang Sektoral, misalnya tentang kehutanan, pertambangan, kelautan dan perikanan. Pemerintah juga mengembangkan perangkat teknik pelaksanaan Konservasi SDA, seperti ekonomi hijau, penataan ruang berbasis ekosistem, meningkatkan kapasitas SDM, dan mengembangkan pengelolaan kolaborasi bagi kawasan-kawasan konservasi.
Peran NGO sendiri, sebagai civil society, adalah mengawal bagi terimplementasikannya strategi konservasi/implementasi pembangunan berwawasan lingkungan, menjaga dan menekan sekecil mungkin terjadinya dampak negatif pembangunan terhadap SDA, termasuk sumber daya Kehati.
Tanya:
Titik rawan mana sajakah yang perlu menjadi perhatian dalam upaya konservasi SDA di Indonesia?
Jawab:
Pengelolaan SDA masih berorientasi pada keuntungan ekonomi jangka pendek yang mengabaikan dampaknya secara ekologi jangka panjang terhadap SDA, manusia dan lingkungannya. Sementara kapasitas SDM penyelenggara konservasi, kepastian hukum, dan partisipasi masyarakat masih rendah jumlahnya. Dua hal tersebut harus diperbaiki dan dikembangkan terus.
Tanya:
Diukur dari laju pertumbuhan manusia dan ketersediaan SDA di Indonesia sebagai penopang keberlangsungan hidupnya, apabila kita tidak bergegas melakukan tindakan konservasi SDA, pada tahun berapa diperkirakan kita sama sekali kehilangan SDA?
Jawab:
Secara keseluruhan kita akan kehilangan SDA sekitar 20-30 tahun mendatang jika perilaku dan kebijakan manusia Indonesia ini tidak pro-konservasi. Namun, tentu sangat tergantung dengan jenis dan sifat-sifat SDA-nya. Misalnya bagi bahan bakar minyak, diperhitungkan hanya aman sekitar 10 tahun lagi jika pola konsumsinya seperti saat ini. Untuk itu perlu tindakan pengembangkan sumber energi alternatif dari sumber-sumber non-fossil fuels. Untuk sumber daya hutan, pemerintah dengan dukungan seluruh stake-holders melakukan moratorium alih fungsi dan eksploitasi hutan alam dan menerapkan kebijakan konservasi hutan secara sungguh-sungguh dan dijadikan suatu gerakan nasional.
Tanya:
Masih mungkinkan kondisi SDA di Indonesia diperbaiki dan dilestarikan untuk warisan kepada generasi penerus?
Jawab:
Masih sangat memungkinkan, paling tidak memperpanjang masa habisnya. Namun, bangsa ini harus bekerja keras, profesional, dan konsisten untuk menghemat dan melakukan restorasi SDA dan lingkungan secara tepat; meliputi kegiatan pengamanan (save it), penelitian (study it), dan pemanfaatan secara bijak (use it).
Tanya:
Menurut hemat Anda, tindakan apakah yang paling sederhana namun penting dan signifikan artinya, yang dapat kita—individual yang merupakan anggota dari masyarakat awam—lakukan dalam upaya membantu menjaga kelestarian SDA?
Jawab:
Tanami pekarangan/sekitar rumah dengan jenis-jenis tumbuhan yang disukai burung, membiarkan burung di pekarangan hidup dan bersarang secara alamiah. Kita juga bisa membuat lubang-lubang resapan di sekitar rumah, untuk memperbaiki pola resapan dan tata air di wilayah permukiman, mencegah erosi dan banjir, serta pencemaran sampah di sungai ataupun selokan air. Perilaku hematan energi listrik di rumah, dan menggunakan mobil pribadi dengan jenis yang hemat bahan bakar, juga perlu dikembangkan.
Tanya: