PERTEMUAN MULTIPIHAK UNTUK MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN KONSERVASI BADAK DIGELAR
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
Bogor (29/06)- Dalam rangka evaluasi hasil kegiatan para pihak dalam konservasi badak, Kemenhut bekerja sama dengan WWF-Indonesia Proyek Ujung Kulon menggelar workshop “Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Indonesia” selama dua hari, mulai Senin (27/06) di Papyrus Hotel, Bogor.
Sejumlah pihak penggiat konservasi badak yakni para pengelola kawasan konservasi yang masih memiliki badak (TN. Bukit Barisan Selatan, TN. Ujung Kulon, TN. Way Kambas, TN. Gunung Leuser), pejabat pemerintah, perwakilan komunitas LSM konservasi seperti WWF, World Conservation Society/WCS, Yayasan Badak Indonesia/YABI, Yayasan Leuser Internasional/YLI, dan International Rhino Foundation/IRF, serta akademisi dari beberapa perguruan tinggi duduk bersama membahas capaian kegiatan konservasi badak, menetapkan baseline, serta memetakan strategi guna mencapai sasaran ambisius Rhino Century Program yakni peningkatan populasi sebanyak 3 % setiap tahun serta adanya kawasan lindung sebagai habitat badak seluas 1 juta ha pada tahun 2025.
Lima pilar utama rencana aksi yang dibahas mencakup perlindungan, manajemen habitat, manajemen populasi, koeksistensi badak dengan manusia, serta penelitian. Salah satu yang isu yang mengemuka pada pertemuan tersebut adalah pengembangan kawasan potensial di Jawa dan Sumatera untuk second population badak jawa. Empat kawasan yakni Tn. Gunung Haliman Salak, hutan Badui, Cagar Alam Sancang, dan Cikepuh ditetapkan sebagai baseline value pendokumentasian daftar potensial kawasan di Jawa dan Sumatera untuk pembangunan rumah kedua badak jawa.
Pengembangan second population tersebut selaras dengan program konservasi badak yang diupayakan WWF-Indonesia. Menurut Project Leader WWF Ujung Kulon, Adhi Rachmat Hariyadi, di dalam TN.Ujung Kulon ada sekitar 47 ekor Badak Jawa yang bertahan hidup ditengah berbagai tantangan, keterbatasan dan kerentanan yang mengancam eksistensinya. Kondisi ini menjadi pendorong perlunya second habitat, atau rumah kedua, agar kehidupan Badak Jawa dapat terus berlanjut.
“Selain terus melakukan upaya perlindungan habitat dan populasi di Ujung Kulon, WWF-Indonesia juga mempersiapkan program untuk mengembangkan habitat kedua (second habitat), hal ini dilakukan untuk memastikan upaya penyelamatan kehidupan Badak Jawa. Namun upaya pembangunan second habitat ini memerlukan kolaborasi multipihak yang kuat. Tidak hanya instansi terkait, tetapi juga masyarakat lokal, baik TN Ujung Kulon maupun di wilayah lain yang akan menjadi rumah baru,”imbuhnya.
Forum tersebut juga mengevaluasi efektivitas kinerja Rhino Task Force (RTF), kelompok multipihak yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan mengawasi implementasi rencana strategi dan tindakan para mitra yang berpartisipasi dalam Rhino Century Program. Hasilnya, forum menyepakati perlunya revitalisasi RTF. Sebagai langkah awal, maka dibentuklah tim kecil yang terdiri dari perwakilan LSM, perwakilan TN, dan akademisi yang hadir pada pertemuan tersebut.
Tim kecil itu disebut “New RTF.” Kelompok inilah yang akan mengeavaluasi rencana aksi konservasi badak serta kinerja RTF dalam mengimplementasikan action plan-nya yang tertuang dalam dokumen “Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak.”
Sementara menurtut Kepala Sub Direktorat Konservasi dan Spesies, Kementerian Kehutanan Agus SB. Sutito, rekomendasi dan masukan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi penting bagi penyempurnaan program konservasi badak di Indonesia.
“Melalui evaluasi ini, kami ingin melihat apakah rencana aksi yang telah disusun masih relevan dengan kondisi sekarang, apakah para pihak masih berpedoman kepada dokumen tersebut atau tidak. Masukan tersebut nantinya juga akan kami jadikan acuan dalam penyusunan road map peningkatan populasi keanekaragaman hayati dan spesies yang terancam punah sebesar 3 %,dimana Badak Jawa dan badak Sumatera termasuk di dalamnya. Dokumen tersebut rencananya akan selesai dalam 3 bulan ke depan, “tegasnya.
Rekomendasi yang dihasilkan pada pertemuan tersebut nantinya akan dirumuskan kembali oleh Kemenhut yang kemudian akan disosialisasikan kepada UPT (Unit Pelayanan Teknis) terkait maupun para mitra penggiat konservasi badak seperti WWF, YABI, dan WCS.