AKSI PASUKAN LEAWANA MENGHADAPI AKTIVITAS PENANGKAPAN DI ZONA INTI
Oleh: Dwi Cahyo Josohadisubroto
Perairan Koon yang terletak di Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku merupakan salah satu kawasan yang telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur seluas 8.161,8 ha melalui SK Bupati Seram Bagian Timur No. 523/189/KEP/2011 kemudian dicadangkan ulang melalui SK Gubernur Maluku no. 75.a tahun 2018 dengan revisi luasan wilayah menjadi 9.901 Ha yang dikelola sebagai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (KKP3).
Wilayah ini merupakan kawasan yang sangat penting bagi pemijahan ikan karang terutama Kerapu Kertang (Epinephelus lanceolatus), Kerapu Sunu (Plectropomus areolatus), Kakap Merah (Lutjanus bohar), serta ikan ekonomis penting lainnya.
Untuk mendukung pengawasan KKP3K Pulau Koon dan perairan sekitarnya, Lembaga Adat Wanu Atalo’a (Leawana) membentuk pasukan pengawas berbasis masyarakat adat yang dinamakan Pasukan Leawana pada Juli tahun 2018 lalu. Tujuan adalah untuk melindungi kedaulatan Petuanan Adat Kataloka dari gangguan pihak luar dan mengawal jalannya pemerintahan adat Kataloka. Salah satunya adalah melindungi lokasi pemijahan ikan di perairan Koon dari aktivitas penangkapan dan merusak.
Mengawali tahun 2019 (5/1), Pasukan Leawana diminta Raja Muda Kataloka, Raja Anshar Zulkarnaen Rumarey Wattimena (Jou Anshar) untuk melakukan patroli di perairan Koon. Pasukan Leawana yang melakukan patroli terdiri dari 3 orang antara lain Ali Gimalaha, selaku komandan Pasukan Leawana, Kadir Rumalean dan Irwan.
Pasukan bergerak dari Pulau Gorom menuju Pulau Koon, lalu memutuskan untuk bermalam di Koon karena mereka mendapat laporan dari Pak Imam jika aktivitas penangkapan di zona inti KKP3K Koon, “Pasar Ikan” yang dilakukan pagi hari. Keesokan harinya, pukul 4 pagi Pasukan Leawana memulai kegiatan patrol dan menemukan 7 armada katinting yang sedang melakukan aktifitas penangkapan di zona inti tersebut.
Tercatat terdapat 8 orang nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan di zona inti dengan alat tangkap pancing dasar. Informasi yang didapat target tangkapan mereka adalah ikan kerapu hidup yang rencananya akan dijual di Keramba Pulau Mas di Kidan.
Salah seorang nelayan sempat memberontak ketika mengetahui Pasukan Leawana mengambil penangkapan dengan video. Untuk menghindari adanya keributan akhirnya Ali Gimalaha memutuskan untuk menghapus videonya, namun tetap melaporkannya kepada Raja Kataloka.
Setelah kejadian tersebut, Raja Muda Mohammad Saiful Rumarey Wattimena (Jou Mo) mengeluarkan surat panggilan adat kepada kelompok nelayan yang melakukan penangkapan di Perairan Koon. Para nelayan tersebut menghadap Raja Kataloka dan mengaku atas tindakan mereka dan berjanji untuk tidak lagi melakukan penangkapan di Pasar Ikan.
Para nelayan mengeluh jika masih ada nelayan di luar Pulau Grogos yang melakukan aktivitas penangkapan di Perairan Koon antara lain nelayan dari Petuanan Ondor dan Dusun Rumeon tetapi belum ada tindakan tegas oleh Adat Kataloka. Sehingga, Raja berjanji akan menindak tegas dan memberikan sanksi adat bagi siapapun yang masih melakukan aktivitas penangkapan ikan di Kataloka.
“Perlu adanya kolaborasi dari pihak pemerintah daerah dalam melindungi Koon. Koon ini adalah harta bagi masyarakat Kataloka dan juga Maluku karena Koon merupakan salah satu lokasi memijah ikan terbesar di Maluku” ujar Raja Muda Anshar R. Wattimena.
WWF-Indonesia sebagai mitra pelaksana dari Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA) akan mendukung perlindungan kawasan perairan Koon dengan beberapa strategi yaitu peningkatan kapasitas para patroli yang tergabung dalam Pasukan Leawana, mendorong pemerintah daerah untuk mendukung aktivitas patroli di perairan Koon, dan Mendorong adanya legitimasi di level provinsi kepada Pasukan Leawana.