AKSI MITIGASI IKLIM BUTUH RP 150 T
Oleh Tommy Pardede
JAKARTA - Pemerintah membutuhkan sedikitnya Rp 150 triliun untuk menurunkan emisi 26% pada 2020 dan 41 % pada 2040. Untuk merealisasikan target penurunan emisi gas rumah kaca secara nasional, pemerintah juga tengah menyiapkan payung hukum berupa keputusan presiden (kepres). Deputi III Menteri Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Masnellyarti Hilman mengatakan, pendanaan itu diusulkan dari beberapa sektor antara perindustrian Rp 2,32 triliun, kehutanan Rp 36,93 triliun transportasi Rp 10 triliun, dan energi Rp 75 triliun.
Selain itu, pendanaan dari pengelolaan sampah mencapai Rp 5 triliun, penanganan lahan gambut Rp 35 triliun dan sektor pertanian Rp 4 triliun. ""Dana yang dibutuhkan sangat besar dan APBN dipastikan tak akan bisa menanggung seluruhnya. Karena itu, pemerintah mengharapkan partisipasi lembaga do-nor/asing dan pihak swasta,"" kata Nelly panggilan Masnellyarti di Jakarta, kemarin.
Bappenas, kata Nelly juga, tengah menyusun keharusan swasta membantu pendanaan mitigasi iklim ini berdasarkan sektor, misalnya swasta/BUMN di sektor energi memberikan dana Rp 50 triliun, swasta/BUMN kehutanan sebesar Rp 30,4 triliun, swasta pada sektor industri Rp 500 miliar. Dirjen Bina Produksi Kehutanan (BPK) Hadi Daryanto mengatakan. Indonesia akan memperoleh bantuan sejumlah negara. Pemerintah Australia siap mengalokasikan dana US 40 juta Australia dalam rangka pendanaan mitigasi. ""Negara itu bahkan akan menambah komitmennya sebesar US 30 juta Australia sanipai 2012.""
Negara lain yang juga membantu mendukung penurunan emisi gas rumah kaca dan pengelolaan hutan
lestari di antaranya Jerman melalui lembaga GTZ 3,5 juta euro untuk 3 tahun dan KfW sebesar 20 juta euro untuk 7 tahun, Norwegia melalui skema UN-REDD sebesar US$ 5,64 juta untuk 20 bulan TNC US$ 50-100 juta), ITTO-Jepang US$900 juta selama 2009-2013, dan Korea USS 5 juta untuk periode 2009-2012.
Namun demikian, kata Hadi, dana yang disumbangkan pihak asing itu hanya bagian kecil dibandingkan upaya Indonesia dalam menjaga hutannya termasuk merehabilitasi lahan kritis. Kepala Litbang Kehutanan Kem-hut Tachir Fathoni mengatakan, rencana penanaman 1 miliar pohon tahun 2010 akan dimasukkan dalam skema pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi dari hutan-hutan di Indonesia (Reducing Emmission Deforestation and Deg-radation/REDD Plus). Program ini disiapkan menggantikan program clean development mechanisme (CDM)/mekanisme pembangunan bersih) pada 2012.
Menurut dia, pemerintah RI pas-capertemuan COP 15 di Kopen-hagen terus menggodok pematangan mekanisme Redd Plus hingga menyiapkan proyek demonstrasi di daerah. ""Penanaman sekurang-kurangnya 1 miliar pohon ini menjadi salah satu pendukung utama tertanamnya pohon sebagai kegiatan kehutanan yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dan masuk dalam skema REDD plus ini."" ujar Tachrir.
Dia menambahkan, DA-REDD di sejumlah daerah merupakan dasar adanya kesepakatan dan pemahaman terhadap mekanisme REDD di Indonesia. ""Kita siapkan REDD dengan DA, di antaranya di Jambi, Kalimatan Timur, Kalimantan Tengah, dan Jawa Timur dengan harapan bisa diterima menjadi mekanisme internasional dalam rangka perubahan iklim, menggantikan CDM hasil Protokol Kyoto pada 2012,"" kata dia.
Perlu Komitmen
Sementara itu, baik Nelly, Hadi Daryanto dan Tachir Fathoni mengatakan, untuk mewujudkan pengurangan emisi yang di Indonesia yang dituangkan dalam REDD sebagai implementasi Bali Action Plan dua tahun lalu dan Copenhagen Accord tahun lalu dibutuhkan komitmen dan keseriusan para pemangku kepentingan.
Menurut Nelly dari Copenhagen Accord sebenarnya sudah disepakati adanya ketersediaan pendanaan baru yang merupakan komitmen kolektif sebesar USS 30 miliar pada periode 2010-2012 untuk aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta US$ 100 miliar pada 2020 untuk aksi mitigasi.
""Namun ini juga mesti kita tagih dan tunggu komitmen negara maju karena semua baru bisa mengucur setelah ada kajian implementasi skema REDD, misalnya pada 2015,"" jelas Nelly.
Soal besarnya porsi kementerian dalam mengurangi emisi ini, Nelly mengakui, Kementerian Kehutanan diberi porsi besar untuk menjalankan amanat ini.
Namun demikian, Nelly mem-
perkirakan, penanaman 500 ribu ha sebagai bagian dari pengurangan emisi dikhawatirkan tidak akan mencapai target karena degradasi yang terjadi saat ini mencapai 1,175 juta ha tidak bisa ditutupi dengan penanaman seluas 500 ribu ha tahun ini. ""Masih ada kesenjangan daya serap emisi dari pohon itu seluas 600 ribuan ha. Apalagi jika kesuksesan tumbuh tanaman itu hanya 6096 saja,"" kata dia.