AKADEMI KOMUNITAS KELAUTAN & PERIKANAN, CALON CITIZEN SCIENTIST PENDAT
Pendataan sampah merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mendukung program Plastic Free Ocean di berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya Wakatobi. Kondisi Wakatobi yang terdiri dari 97% laut dan 3% daratan membuat Wakatobi menjadi salah satu destinasi berlabuhnya sampah plastik lautan. Hal ini menjadi ancaman tersendiri oleh pemerintah dan juga masyarakat Wakatobi untuk menanggulangi sampah kiriman tersebut.
Berbagai komunitas turut andil untuk dapat menjadi bagian dari jaringan citizen science, yaitu mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pendataan dan identifikasi sampah yang ada di pesisir kita. Jaringan ini akan menjadi platform pendataan sampah plastik lautan yang beredar di seluruh pesisir Indonesia. Diharapkan, jaringan ini mampu menjadi platform survei dan pemantauan sampah lautan.
Di Wakatobi, WWF menjajaki kerja sama dengan Akademi Komunitas Kelautan Perikanan (AKPP), salah satu program Kementerian Kelautan Perikanan Indonesia dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menjaga kondisi perikanan di Indonesia.
“Harapannya, bersama AKPP, pendataan sampah plastik di pesisir Wakatobi pun dapat dilanggengkan ke depannya,” ungkap Martina Rahmadani (WWF-Indonesia). “Metode yang menjadi alat untuk pendataan ini adalah metode dari The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), lembaga penelitian Australia memperkenalkan cara memetakan distribusi sampah pesisir dengan random sampling," imbuh ia.
Langkah awal yang ditempuh WWF bersama AKKP adalah melatih bagaimana cara mendata sampah bagi taruna-taruni dan dosen AKKP. Hal ini penting untuk membangun pemahaman dan kesadartahuan masyarakat, membangun kapasitas para mitra, mengumpulkan komitmen para mitra, membangun sistem pendataan, dan membentuk jaringan nasional untuk pemantauan sampah plastik.
Sesi sharing (8/9/2018) ini disambut dengan antusiasme yang tinggi dari para peserta. Termasuk saat Martina (WWF-Indonesia) menjelaskan platform digital yang saat ini tengah dikembangkan oleh WWF-Indonesia, yaitu citizen science network (CSN). "Siapa pun, dan di manapun, dapat melakukan pendataan jumlah sampah plastik di lautan," ungkap Martina. Martina Rahmadani juga memberikan beberapa hasil dari kegiatan sampling di beberapa pesisir pantai yang pernah dilakukan, salah satunya adalah Pesisir Pantai Fatu Sahuu, Kapota.
"Penerapan metode pendataan sampah ini akan mampu menghasilkan data dasar jumlah konsentrat sampah plastik di pesisir pantai, hal ini dinilai bermanfaat oleh AKKP untuk mendapatkan data primer konsentrat sampah di pesisir Wakatobi," ungkap Arif, dosen Oseanografi AKKP.
"Data dasar ini nantinya dapat digunakan untuk mendorong pemerintah dalam melakukan upaya penanganan sampah plastik. Untuk mendapatkan rekomendasi yang tepat, pendataan ini dilaksanakan secara regular selama 12 bulan. Data ini nantinya juga akan dapat dibuat pemodelan sehingga rekomendasi yang dikeluarkan lebih aplikatif,” jelas ia kemudian.
Setelah sesi pemaparan selesai dilanjutkan dengan sesi praktik lapang, yaitu simulasi pendataan sampah di lapangan gedung Kampus Utama AKKP Wakatobi. Antusiasme semakin tinggi pada saat turun ke lapangan, para taruna-taruni pun mulai bertanya tentang berbagai hal yang mereka masih belum pahami.
Hal ini menjadi bukti ketertarikan para taruna-taruni dalam mempelajari metode ini untuk pendataan sampah di pesisir Wakatobi.
“Pendataan sampah ini, penting sekali,” ungkap Wira, Koordinator Program Studi Ekowisata, AKKP Wakatobi. “Kami ingin berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil kegiatan ini dan menggerakan taruna/i nya melakukan pendataan. Kami juga siap jika dilibatkan dalam analisa data yang didapat,” sambung ia optimis. Semoga, dengan ini, permasalahan sampah di pesisir Wakatobi dapat lebih tertangani ke depannya.