1000 POHON MYBABYTREE DIADOPSI MICHAEL DEMI KONSERVASI
“Jujur, awalnya saya tidak terlalu peduli terhadap lingkungan hidup. Namun kemudian hal tersebut mulai berubah ketika saya suka menonton video hewan lucu di Facebook. Dan karena Facebook dapat menelusuri aktivitas kita, saya pun kemudian sering mendapat video di “feed” tentang satwa yang dianiaya dan polusi plastik di laut yang membuat paus serta satwa laut lainnya terancam punah,” ungkap Michael Sugiarto, salah satu Suporter WWF-Indonesia yang mendukung Program MyBabyTree.
Program MyBabyTree merupakan wadah bagi masyarakat luas yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam dan ingin berkontribusi secara langsung dalam upaya penyelamatan alam Indonesia.
Ketika kepedulian terhadap lingkungan mulai tergugah, Michael pun mencoba melakukan perubahan dengan turut menanam pohon melalui MyBabyTree sejak tahun 2014. Waktu itu dia ingin menanam pohon setelah bertemu dengan relawan di sebuah toko buku yang menjelaskan tentang pentingnya pohon. Perlahan-lahan Michael mengumpulkan uang untuk menyumbang.
Dia memilih lokasi penanaman yang berada di Teluk Lamong Surabaya karena tinggal di Surabaya. “Saya merasakan bahwa Surabaya makin lama makin panas," ujarnya. Selain itu, sebagai warga Surabaya, Michael sadar bahwa kawasan pesisir Surabaya Utara merupakan salah satu daerah yang penting bagi kota Surabaya.
Komitmen untuk menghijaukan kembali hutan mangrove di Teluk Lamong Surabaya diwujudkannya dengan adopsi pohon melalui MyBabyTree setiap bulan. Sejak 2014 sampai saat ini, sudah sekitar 1.177 pohon yang diadopsi oleh Michael. Setiap bulan, pasti dia mengadopsi pohon. Apalagi dia bisa mendapatkan update pohon yang ditanam melalui laman donatefornature.com.
“Bumi adalah rumah kita, jika rumah kita tidak pernah kita rawat, dinding dan atap dibiarkan rusak, pagar tidak diperbaiki, apa yang terjadi? Rumah kita akan kemalingan atau rubuh dan mencelakai kita sendiri. Jika kita terus mengambil, tidak pernah memberi, dan tidak peduli dengan Bumi, jangan salahkan jika Bumi marah kepada kita (kepunahan hewan, kekeringan, bencana alam, gagal panen, cuaca panas, dan serangan hewan). Apa yang kita lakukan ke Bumi, sama persis dengan apa yang akan dilakukan Bumi ke kita. Apa yang kita tabur, itu yang kita tuai,” tegasnya.
Michael pun berkisah, “Saat ini saya merasa bahwa Bumi makin panas. Tahun 2017 silam, hampir sepanjang hari saya berkeringat dan sering harus melepaskan baju karena kepanasan. Sebelumnya saya tidak pernah merasakan hawa sepanas itu. Yah, artinya global warming adalah hal yang nyata terjadi. Dan bila kita hanya tinggal diam dan tak melakukan apa pun, kita dan generasi mendatang akan menanggung akibat yang sangat berat.”
Kita tidak perlu menyumbang secara besar-besaran terhadap lingkungan. Tidak perlu menunggu pemerintah. Semua dimulai dari diri kita sendiri dengan melakukan tindakan kecil, seperti mengurangi pemakaian tisu setelah mencuci tangan, menggunakan kantong belanja dari kain dibanding menggunakan kantong kresek, dan membawa botol minum sendiri untuk mengurangi sampah botol plastik. Jika 50% saja penduduk Indonesia melakukan hal kecil ini, Michael yakin pasti akan membawa perubahan berarti bagi lingkungan kita. “Saya juga berharap supaya pemerintah melanjutkan lagi program kantong plastik berbayar supaya mengurangi pemakaian kantong plastik,” pungkasnya.