PERUBAHAN IKLIM, JAKARTA PALING RENTAN
Oleh Wulan Tunjung Palupi
Banyak kota belum sepenuhnya menyadari ancaman ini.
Jakarta, Manila, dan Dhaka adalah sederetan kota di Asia yang terancam dampak pemanasan global yang cukup parah. World Wildlife Fund (WWF) memperingatkan, tanpa adanya aksi serius dan mengikat pada level global, kota-kota besar di Asia yang terletak di dataran rendah dan bukan kota yang makmur, bakal terimbas dampak fenomena ini.
WWF merekomendasikan konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca di kota megapolitan harus dibatasi, karena dampaknya akan sangat luas. Dampak itu meliputi persoalan keamanan nasional, kesehatan masyarakat, hingga ketersediaan air bersih.
""Pemanasan global telah mengancam kota-kota di negara berkembang kawasan Asia, dan bahkan imbasnya akan lebih parah pada masa mendatang,"" ujar Kim Carstensen, kepala WWF Global Climate Initiative.
Dalam laporan WWF yang diterbitkan Kamis (12/11), disebutkan kota-kota padat di Asia seperti Jakarta, Dhaka dan Manila, termasuk wilayah pinggiran kotanya yang padat akan terkena imbas pemanasan global.
Kota-kota lainnya di Asia seperti Shanghai, Hong Kong, Kuala Lumpur, dan Singapura yang relatif lebih ""kaya"" mengalami nasib yang sedikit lebih baik. Pengelolaan kota yang lebih baik menjadi alasan itu.
Namun mereka juga mengalami ancaman perubahan iklim dalam level yang bervariasi, seperti kenaikan permukaan air laut, hujan yang berlebihan, banjir, serta sengatan panas merupakan kondisi yang akan dihadapi kota-kota di Asia.
Menurut proyeksi WWF, Hong Kong akan merasakan suhu udara yang beberapa derajat lebih dingin dibanding biasanya. Sementara Singapura akan menghadapi wabah demam berdarah yang semakin meluas.
""Asia adalah wilayah yang semakin padat penduduknya, dan merupakan daerah yang paling rentan terkena imbas pemanasan global,"" demikian laporan tersebut. Jakarta, termasuk kota-kota kecil di sekitarnya, misalnya, berpenduduk sekitar 49 juta jiwa. Kota megapolitan di Asia dengan penduduk yang padat dinilai kurang adaptif dalam menghadapi ancaman ini.
""Sayangnya, kota-kota ini belum sepenuhnya menyadari ancaman yang terpampang di depannya,"" tulis laporan tersebut. Padahal secara rata-rata kota-kota di Asia telah mengalami kenaikan suhu antara 2-5 derajat Fahrenheit dalam 100 tahun terakhir.
WWF mengeluarkan laporannya bersamaan dengan puncak pertemuan pemimpin Asia-Pasifik yang dihadiri diantaranya Presiden AS Barack Obama dan Presiden Cina Hu Jintao. Pertemuan ini digelar tiga pekan sebelum pertemuan tahunan perubahan iklim pada 7 Desember 2009.
WWF mengungkapkan dengan skala kerentanan level paling aman satu dan paling rentan 10, Dhaka mendapat poin 9, diikuti dengan Manila dan Jakarta dengan poin 8.
Kalkuta dan Pnom Penh mendapat skor 7 dalam perhitungan WWF, sementara Ho Ci Minh City dan Shanghai masing-masing 6. Bangkok mendapat poin 5, Kuala Lumpur, Hong Kong dan Singapura masing-masing 4.
Kota-kota yang relatif miskin di Asia membutuhkan dukungan teknologi, finansial, dan training dari negara-negara yang lebih maju dalam penanganan perubahan iklim. Mark Dia, Direktur Greenpeace Asia Tenggara, seperti dikutip AFP mengatakan, manajemen bencana harus menjadi agenda para pemimpin APEC.
Badai tropis Ketsana yang terjadi di Filipina baru-baru ini, contohnya, menelan korban 400 jiwa dan banjir menimbulkan kerugian jutaan dolar bagi Filipina. Dalam komunike yang dikeluarkan akhir pekan ini, pemimpin APEC mempersiapkan untuk menekan emisi dan mendukung agenda-agenda yang dibahas di Kopenhagen.