NEGARA BERKEMBANG KECAM PROPOSAL DENMARK
Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, mulai mendapat tantangan berat di hari kedua, kemarin. Muncul perbedaan pendapat yang sangat tajam antara negara maju dan berkembang.
HINGGA hari ke dua pelaksanaan Konferensi Perubah an Iklim sudah ada dua negara yang mempresentasikan draf kesepakatan perubahan iklim yaitu Denmark dan China.
Draf yang disodorkan Denmark dinilai terlalu memihak negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) tapi merugikan negara-negara berkembang dan miskin. Sedangkan draf yang ditawarkan China dinilai lebih kompromistis dengan negara berkembang.
AS selama ini merupakan negara yang mangkir dari kesepakatan Protokol Kyoto dan hanya bersedia mengurangi gas emisi karbon hingga 10-12% pada 2020. Padahal, negara berkembang mengharapkan pengurangan gas emisi itu mencapai 50% pada 2020.
Utusan Sudan Lumumba Stanislas Dia Ping yang mengepalai kelompok G77, negara-negara berkembang, dan China, secara terus terang mempertanyakan draf Denmark. Dia menilai draf tersebut sebagai bentuk kemunduran. ""Draf tersebut merupakan ancaman serius bagi kesuksesan proses negosiasi di Kopenhagen,"" papar Dia Ping.
Suara kekhawatiran juga muncul dari aktivis lingkungan hidup. Aktivis Oxfam International Antonio Hill menganggap konsep yang dituangkan Denmark sangat mengabaikan kepentingan negara-negara miskin dan berkembang, sedangkan Meena Raman dari Friends of the Earth menilai Denmark sudah sangat mengecewakan sebagai tuan rumah.
""Dengan mendiskusikan draf tersebut di ruang rahasia bersama beberapa negara pilihan saja, Denmark sudah menentang apa yang dunia harapkan,"" tegas Raman.
Sekretaris Eksekutif Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer dan Presiden Pertemuan Konferensi Perubahan Iklim Connie Hedegaard menilai rancangan yang ditawarkan Denmark belum final sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Hingga beberapa hari ke depan masing-masing kelompok kerja masih akan mempresentasikan dan mendiskusikan draf-draf yang masuk sebelum 110 kepala negara datang ke Kopenhagen untuk menandatangani draf akhir tersebut.
Berbagai tekanan kepentingan yang sangat besar dan waktu yang sempit inilah yang dikhawatirkan bisa memicu kebuntuan perundingan. Terlebih negara-negara berkembang sepertinya lebih memilih untuk memperpanjang kesepakatan Protokol Kyoto yang masa berlakunya akan berakhir pada 2012 nanti.
Sementara negara-negara maju tampak enggan mengambil tanggung jawab lebih besar dalam mengatasi perubahan iklim.
Setelah Denmark dan China giliran negara kepulauan kecil, negara berkembang, negara-negara Afrika, serta negara miskin akan mempresentasikan drafnya.
Konferensi Perubahan Iklim diharapkan bisa menghasilkan kesepakatan baru sebagai pengganti Protokol Kyoto yang akan segera berakhir masa berlakunya. Ada beberapa poin yang akan menjadi pembicaraan utama dalam konferensi kali ini yaitu berapa banyak dan cepat negara-negara maju mengurangi gas emisi mereka, berapa besar kesediaan negara-negara yang sedang menjelma menjadi raksasa dunia yakni China dan India mengurangi gas emisi, serta berapa banyak donasi yang akan disumbangkan negara-negara maju kepada negara-negara berkembang dan miskin untuk mengatasi perubahan iklim.
Konferensi Perubahan Iklim Ke-15 kali ini menjadi sangat penting mengingat pemanasan global serta sejumlah permasalahan lingkungan hidup sudah sangat parah. Selain banyaknya bencana alam, bahaya kelaparan juga mengintai karena kerusakan lingkungan. (AFP/BBC/CNN/maesaroh)