AJARKAN SENSITIVITAS PERUBAHAN IKLIM
SENSITIVITAS isu perubahan iklim (climatechange) dan langkah-langkah solusinya sepertinya perlu disosialisasikan di bangku sekolah. Dengan begitu, diharapkan anak-anak akan menghargai lingkungan sejak dini.
Pemerintah sepertinya mulai menyadari pentingnya menanamkan sensitivitas tersebut sejak dini. Bekerja sama dengan British Council Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional meluncurkan materi ajar Cimate4klassrooms (C4C) yang menekankan kesadaran perubahan iklim bagi siswa sekolah mulai tingkat dasar (SD) hingga menengah atas (SMA).
Rencananya, materi ajar C4C tidak akan diberikan dalam bentuk mata pelajaran tersendiri. Materi ini akan dikondisikan sebagai sebuah pelengkap (complementer) materi ajar sesuai sudut pandang masing-masing mata pelajaran.
Ada dua materi ajar C4C untuk Indonesia. Pertama, materi online yang disusun oleh British Council, Royal Geographical Society (RGS), dan Royal Meteorological Society (Rmetsi) Inggris. Khusus materi ini bisa diunduh pada www.climate4classrooms.org atau www.climate4classrooms.org.id. Materi kedua, disusun oleh British Council bersama Kementerian Pendidikan Nasional yang melibatkan para tenaga pengajar dari tingkat taman kanak-kanak sampai SMA.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal mengatakan, pengajaran isu perubahan iklim menjadi penting disampaikan sejak dini mengingat masalah ini berkaitan dengan berbagai tantangan yang akan dihadapi Indonesia ke depan. Fash mencatat beberapa di antaranya seperti ketahanan pangan, ketersediaan energi alternatif, kesehatan, dan perkembangan kebudayaan.
Menurut Fasli, menghadapi tantangan ini, maka diperlukan materi ajar yang mendorong sensitivitas generasi muda bagi keterjagaan iklim. Terkait itu, maka peran tenaga pendidik mulai tingkat dasar hingga atas sangat diperlukan. Sebab, melalui merekalah, sensitivitas isu perubahan iklim terbangun sejak dini.
Ia menambahkan; 2,5 juta guru yang ada di sekolah-sekolah dalam negeri akan cukup memadai bila menjadi pionir yang menggerakkan isu perubahan iklim tersebut. ""2,5 juta guru Indonesia diharapkan terlibat aktif dalam program sosialisasi ini."" kata Fash.
Mengingat isu perubahan iklim menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian pemerintah. Asli menyebutkan, pemerintah siap bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang bersedia melakukan kerja sama dalam pembangunan semangat perubahan iklim di bangku sekolah. Fash mengatakan, pada tahun 2015 Indonesia akan menjadi salah satu negara yang paling banyak menanamkan isu perubahan iklim di jalur pendidikan.
Ketua Unit Informasi, Komunikasi, dan Pendidikan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Amanda Katili mengungkapkan, penanaman kesadaran iklim sejak bangku sekolah merupakan langkah tepat. Sebab, dengan begitu, kesadaran tersebut bakal lebih melekat pada hampir setiap individu.
Selain itu, sambung Amanda, pemberian materi ajar perubahan iklim sejak sekolah juga memungkinkan lahimya berbagai inisiatif individu dalam mengatasi perubahan iklim. ""Untuk itu, isu perubahan iklim serta solusinya yang bisa dilakukan di tingkat individu sudah harus diperkenalkan sejak dini di bangku sekolah,"" sarannya.
Country Director British Council Indonesia Keith Davies menambahkan, pengajaran perubahan iklim sejak bangku sekolah akan sangat efektif dalam mendorong antisipasi perubahan iklim yang makin masif di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Sebab, pengajaran seperti ini akan mendorong isu perubahan iklim sebagai bagian dari perilaku para pelajar. ""Pendekatan pembangunan berkelanjutan tak hanya meningkatkan pengetahuan siswa, tetapi juga membentuk pola pikir dan perilaku siswa,"" ujarnya.
Keith menegaskan, pihaknya akan cukup berkomitmen mendorong dunia pendidikan dalam menumbuhkan kesadaran siswa terkait isu perubahan iklim. Diketahui, C4C merupakan program British Council yang didasarkan prakarsa Education for Sustainable UNESCO. Selain di Indonesia, program ini rencananya diterapkan juga di China, Meksiko, dan Inggris.
Project Manager Climate Security British Council Nita Irawati Murjani mengatakan, materi ajar ini akan mulai diujicobakan ke beberapa sekolah yang ditunjuk. Dengan begitu, materi ajar masih bisa dilakukan koreksi untuk penyesuaian sebelum kemudian diterapkan di berbagai sekolah di dalam negeri.
Koordinator Jaringan Pendidikan Lingkungan Koen Setyawan mengatakan, penempatan C4C sebagai materi yang lebih banyak melengkapi materi ajar yang ada cukup bagus untuk diterapkan. Sebab, materi ini memungkinkan pengajaran isu perubahan iklim didapatkan para siswa melalui berbagai sudut pandang materi ajar yang mereka pelajari.
""Integrasi materi perubahan iklim ini justru bisa memberikan konteks pembahasan yang dapat didekati dari berbagai sudut pandang mata pelajaran,"" tutur Koen.
Peluncuran materi ajar perubahan iklim ini sepertinya ingin menjawab kritik atas minimnya pengajaran isu perubahan iklim dan langkah-langkah antisipasinya meski telah menjadi isu global yang terus bergulir. Pendidikan perubahan iklim di sekolah-sekolah masih minim, sekalipun dalam muatan lokal pendidikan lingkungan hidup.
Dalam survei bertajuk Mapping Climate Education in Indonesia Oppurtunities for Development tahun 2009, British Council mencatat kenyataan masih memprihatinkannya pendidikan perubahan iklim di sekolah-sekolah di Indonesia. Penelitian dilakukan kepada 2.234 guru dan siswa SD hingga mahasiswa di Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Papua.(zaenal muttaqin)