WWF KUATKAN STRATEGI DI TENGAH KETIDAKPASTIAN HASIL COP-15
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
Jakarta (26/03)- Hasil KTT ke-15 (COP) Perubahan Iklim dari UNFCC yang hanya menghasilkan “Copenhagen Accord”, sebuah kesepakatan yang tidak mengikat secara hukum dan di luar harapan banyak pihak, tidak menyurutkan upaya WWF tangani perubahan iklim. Guna menguatkan strategi perubahan iklim yang telah dan akan dilakukan di sejumlah wilayah kerjanya, WWF-Indonesia menggelar “Diskusi Interaktif yang bertajuk ”Hasil Copenhagen dan implikasinya untuk Indonesia: bagaimana site project dapat menerjemahkan ke dalam aktifitas program,” di Puri Denpasar,Jakarta, selama dua hari, mulai Kamis (25/03) sampai Jumat (26/03).
Diskusi tersebut menghadirkan beberapa narasumber, yaitu staf khusus Presiden RI bidang Perubahan Iklim Agus Purnomo, staf ahli Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Ketua Subsidiary Body for Implementation (SBI) UNFCC Liana Bratasida, ilmuwan seniour CIFOR Daniel Murdiyarso, dan Direktur Iklim dan Energi WWF-Indonesia Fitrian Ardiansyah. Sementara bertindak sebagai penanggap redaktur KOMPAS Briggita Isworo Laksmi.
Menurut Liana, Copenhagen Accord tidak menjamin sebuah tindakan nyata, tetapi paling tidak ada sisi positif yang bisa didapatkan yaitu adanya janji pendanaan dari negara maju untuk penanganan perubahan iklim bagi negara berkembang dan kesepakatan untuk menahan perubahan iklim kurang dari dua derajat celcius pada 2050.
Sebagai tindak lanjut di skala nasional, menurut Liana, saat ini tengah dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim diantaranya adalah dengan melakukan diskusi, merencanakan, menerapkan, mengevaluasi, serta mengembangkan konsep Green Economy / Low Carbon Development Strategy terhadap setiap sektor terkait di Pemerintahan Pusat dan Daerah dan sosialisasi secara nasional mengenai hasil Kopenhagen khususnya Copenhagen Accord serta selanjutnya melakukannya di tingkat daerah untuk meningkatkan koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah maupun antar Sektor.
Sementara Fitrian Ardiansyah menyatakan sebagai organisasi konservasi yang juga melakukan bekerja pada area mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di beberapa wilayah Propinsi dan Kabupaten, WWF-Indonesia merasa perlu untuk mengembangkan beberapa strategi adaptasi dan mitigasi pasca Kopenhage misalnya memperkuat aksi mitigasi perubahan iklim terutama pada sektor kehutanan dan energi, mengoptimalkan adaptasi ke dalam konteks nasional dan daerah di wilayah pertanian, laut, dan pesisir,serta mengembangkan struktur pendanaan.
Dialog dua hari tersebut diakhiri dengan presentasi dari tiga project leader WWF: Ridha Hakim (Nusa Tenggara), Adhi Rahmat (Ujung Kulon), dan Hermayani Putra (Kalimantan Barat). Paparan strategi adaptasi dan mitigasi dari ketiga wilayah kerja WWF tersebut lalu didiskusikan bersama sehingga dicapai strategi aktivitas perubahan iklim yang dapat diimplementasikan di wilayah kerja WWF lainnya.