WWF: SEKTOR SWASTA DAN BISNIS, PERAN KUNCI BAGI KESUKSESAN IMPLEMENTASI RTR PULAU SUMATERA
JAKARTA –-- WWF Indonesia menyambut baik dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Tata Ruang Pulau Sumatera yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu (6/2). Di samping menetapkan Pulau Sumatera sebagai pusat pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan tujuan mewujudkan swasembada pangan dan kemandirian energi, Perpres tersebut juga mengutamakan prinsip berkelanjutan dalam penataan ruang Pulau Sumatera dengan memperhatikan pelestarian kawasan berfungsi lindung dan keanekaragaman hayati hutan tropis basah.
“Perpres ini merupakan sebuah langkah maju dan WWF memberikan apresiasi terhadap komitmen Pemerintah melalui kebijakan ini. Akan tetapi perlu dipastikan bahwa kawasan hutan - yang fungsi lindung dan konservasinya harus dijaga - merupakan hutan alam yang tersisa, sehingga pengembangan hutan tanaman industri dan kelapa sawit ke depan dilakukan di lahan kritis yang tidak aktif,” ungkap Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia. Menurut data WWF-Indonesia pada 2009 tutupan hutan yang tersisa adalah 12,8 juta hektar atau sekitar 29 persen dari total luas pulau Sumatera, sedangkan lahan kritis yang sudah tidak aktif mencapai luasan sekitar 2,7 juta hektar.
Perpres 13/2012, khususnya pasal 11 menyebutkan, bahwa untuk mewujudkan paling sedikit 40% areal bervegetasi hutan dari luas Pulau Sumatera sebagai kawasan berfungsi lindung, Pemerintah akan mempertahankan luasan kawasan berfungsi lindung, merehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang telah terdegradasi, dan mengendalikan kegiatan budidaya yang berpotensi mengganggu, serta mengembangkan potensi kehutanan dengan prinsip berkelanjutan. Perpres ini juga mengedepankan pembangunan koridor bagi perlintasan satwa liar dan perlindungan Daerah Aliran Sungai dalam tata ruang Pulau Sumatera.
“Sukses atau tidaknya implementasi kebijakan Tata Ruang Pulau Sumatera yang keberlanjutan akan sangat ditentukan oleh kerjasama dan dukungan dari semua pihak. Sektor swasta dan bisnis – dalam hal ini industri kelapa sawit dan pulp atau bubur kertas memegang peranan kunci. Sudah menjadi kewajiban dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi dan memiliki konsesi di Pulau Sumatera untuk menghormati dan menyesuaikan operasional dan kebijakannya dengan Perpres ini,” tambah Nazir.
Perpres ini, lanjut Nazir, merupakan payung hukum dan panduan ke arah mana pengembangan sekala regional Sumatara dan investasi akan didorong. Adapun tantangan selanjutnya adalah bagaimana mensinergikan Rencana Tata Ruang (RTR) di tingkat Pulau dengan RTR di tingkat Provinsi dan Kabupaten. “WWF Indonesia siap mendukung implementasi serta tindak lanjut kebijakan ini di lapangan,“ imbuhnya.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Nazir Foead
Direktur Konservasi WWF-Indonesia, nfoead@wwf.or.id
Thomas Barano
Conservation Spatial Plan Coordinator, tbarano@wwf.or.id
Catatan untuk Editor:
Perpres No 13/2012 dapat diunduh di http://www.mediafire.com/?2hqr3f6t4sko7kk