WWF DUKUNG PENGHENTIAN TRAWL DEMI PERIKANAN YANG LESTARI DAN KETAHANAN PANGAN LAUT NASIONAL
Oleh: Ciptanti Putri
Semenjak pagi kawasan Car Free Day (CFD) Jakarta pada Ahad (1/2) lalu dirundung awan kelabu dan tetesan air hujan gerimis. Namun, kondisi yang demikian tidak menyurutkan semangat sejumlah orang berkaus putih-putih dengan aneka atribut bertema kelautan untuk melakukan long march di kawasan bebas kendaraan Ibukota tersebut. Ya, mereka menyuarakan kepedulian dan seruan anti penggunaan pukat jaring raksasa (trawl) dalam praktik penangkapan ikan di laut lepas.
“Saat ini Pemerintah Indonesia masih mengizinkan sekitar 600 kapal trawl beroperasi di Laut Arafura, belum lagi jumlah kapal illegal fishing yang ikut memanfaatkan sumber daya di sana. Jumlah tersebut terlalu banyak jika dibandingkan dengan negara lain seperti Australia yang hanya mengizinkan 50 kapal dengan luasan area hampir tiga kali Laut Arafura. Carut-marutnya pengelolaan kapal trawl serta kompleksitas jenis kapal trawl dari ukuran besar hingga kecil yang terdaftar di seluruh laut Indonesia membutuhkan ketegasan pemerintah guna mewujudkan praktik perikanan yang lestari,” ungkap Wawan Ridwan, Direktur Coral Triangle WWF-Indonesia, yang pagi itu ikut bergabung dalam aksi.
Dilanjutkannya, selain berdampak pada kelestarian hayati laut terutama terumbu karang, penggunaan pukat jaring raksasa jelas menjadi ancaman ketahanan pangan laut karena alat ini tidak selektif dan cenderung memiliki kapasitas tangkap yang besar. Trawl hingga saat ini alat tangkap yang paling efektif di dunia untuk menangkap ikan, namun karena tingkat tangkapan sampingan (bycatch) yang cukup besar, alat ini menyebabkan ”pemborosan” sumber daya ikan (overfishing).
Dimulai dari area muka Hotel Le Meriden Jakarta, rombongan yang terdiri dari jajaran direksi dan staf WWF-Indonesia, sejumlah pegawai Kementerian Kelautan dan Perikan RI, serta Supporter WWF dan sejumlah komunitas peduli gerakan konservasi mengawali aksi tepat pada pukul 07.00 WIB. Diiringi dentuman alat tabuh daur ulang yang dimainkan oleh grup The Rombenks, massa bergerak menyusuri Jalan Jenderal Sudirman sambil meneriakkan yel-yel dan ajakan untuk peduli pada isu bahaya dari trawl bagi ketahanan bahan pangan laut Nasional.
“Kekayaan alam laut Indonesia, termasuk terumbu karang, terancam apabila eksploitasi berlebihan tidak segera dikendalikan. Ancaman tidak hanya terjadi pada terganggunya ekosistem dan punahnya spesies-spesies laut, tetapi juga pada ketahanan pangan Indonesia khususnya masyarakat pesisir yang tergantung kepada hasil laut. Tercatat sekitar 120 juta orang yang hidupnya secara langsung atau tidak tergantung kepada hasil laut di wilayah Segita Terumbu Karang (Coral Triangle) dunia, yang mencakup Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Malaysia, dan Indonesia yang 70 persen wilayah lautnya masuk dalam kawasan ini,” tutur Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia menanggapi isu pukat jaring raksasa.
Seakan turut bersedih dan menangisi kondisi alam yang kian rentan akibat ulah manusia yang tidak menghiraukan kelestarian alam, sekonyong-konyong hujan turun dengan intensitas tinggi saat massa mencapai fly over Dukuh Atas sehingga beberapa orang harus menepi dan berteduh di halte. Walau demikian, suara tabuhan tetap berkumandang dan rombongan massa yang telah melengkapi diri dengan payung dan jas hujan pun terus bergerak hingga area depan Menara BCA.
Antusiasme massa dalam aksi long march hari itu diapresiasi tinggi oleh Devy Suradji, Direktur Marketing WWF-Indonesia. “Menjadi Supporter WWF bukan hanya melulu tentang donasi. Akan tetapi, mendukung pula upaya konservasi yang dilakukan WWF. Hal ini terlihat dari kritisnya Supporter WWF terhadap isu-isu lingkungan dan rasa ingin tahu mereka terhadap upaya-upaya yang lestari. Supporter WWF dan publik tidak semua paham akan bahaya trawl yang tidak dikelola dengan lestari. Sementara saat ini kapal-kapal trawl berukuran besar semakin dalam memasuki habitat-habitat sensitif di perairan dalam Indonesia. Untuk itulah WWF menyampaikannya melalui gerakan ini.”
Pelarangan penggunaan trawl telah diatur oleh Pemerintah lewat Permen KP No. 2/2015. Namun, masih ada sekelompok masyarakat yang menjalankan praktik tersebut dan Indonesia sendiri merupakan satu dari sedikit negara yang masih marak dalam penggunaan pukat jaring raksasa.