HUHATEI ALAT TANGKAP DENGAN SEGUDANG UMPAN
Dwi Ariyogagautama atau yang akrab disapa Yoga ini sudah hampir 3 tahun bekerja di WWF Solor Alor Project sebagai Fisheries Officer. Bersama tim WWF lainnya, ia mencoba untuk mengembangkan perikanan yang bertanggungajawab dan berkelanjutan terutama perikanan tuna. Lulusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro ini aktif dalam klub selam ilmiah Marine Diving Club (MDC). Profil penulis selengkapnya...
Oleh Dwi Ariyogagautama
Huhatei atau sering dinamakan Skipjack pole and line merupakan salah satu metode penangkapan yang bersifat masal. Di kabupaten Flores Timur tercatat jumlah armada yang menggunakan alat tangkap ini sebanyak 79 kapal huhatei dengan ukuran 6-30 GT yang beroperasi setiap tahunnya di perairan Laut Flores dan Laut Sawu.
Kapal yang dipergunakan dalam pancing ini berbeda dengan kapal pancing umumnya. Kapal Huhatei memiliki penyemprot air (water Splinkers) dan palka tempat penyimpanan umpan hidup oleh karena itu sirkulasi air didalam palka harus tetap berjalan dengan cara kapal harus terus jalan. Tidak heran jika biaya bbm yang dibutuhkan dalam 1 kali trip kapal ini menghabiskan dapat mencapai 50% dari biaya total operasional sebesar Rp. 5.000.000 untuk armada huhatei 6-30 GT.
Pancing Huhatei pada umumnya mentargetkan ikan Cakalang dan Tongkol pada pengoperasiannya, namun tidak jarang juga menangkap Baby tuna baik secara sengaja maupun tidak sengaja (bycatach). Dalam 1 armada 6-30 GT kapal huhatei memiliki kapasitas daya tampung tangkapan sebanyak 1,5-6 Ton. Di Kabupaten Flores Timur, kapal huhatei yang beroperasi pada musim tuna sering beralih ke pancing handline untuk menangkap tuna sirip kuning karena memiliki nilai jual yang lebih dibandingkan ikan cakalang.
Dalam pengoperasian metode ini setidaknya membutuhkan 14-18 tenaga dalam 1 kapal huhatei, yang terdiri atas 1 Nahkoda, 1 orang ahli ikan (boi-boi), 10-14 pemancing dan 2 abk. Ketika kapal Huhatei berlayar seorang boi-boi yang menentukan arah kapal ketika sudah menemukan sekelompok cakalang yang bermain dipermukaan. Boi-boi akan melempar umpan hidup ke sekelompok Cakalang, sembari mengarahkan kapten kapal untuk mengefisiensikan umpan hidup yang dilempar dengan para pemancing yang berada didepan dek.
Umpan pancing Huhatei
Hal yang paling menentukan dalam pancing huhatei adalah ketersediaan umpan hidup. Umumnya dikabupaten Flores Timur menggunakan ikan Tembang (Sardinella gibbosa), sebagian kecilnya menggunakan anakan ikan layang. Setidaknya dalam 1 trip penangkapan membutuhkan 3- 6 ember atau 60-90kg yang diestimasi berisikan 5000 ekor ikan tembang atau layang setiap ember umpan. Di Flores Timur nelayan atau perusahaan ikan dapat membeli langsung umpan di bagan apung yang terdapat dibeberapa daerah di kabupaten ini.
Namun seiring bertambahnya armada huhatei yang beroperasi di Kabupaten Flores Timur, jumlah umpan hidup yang dibutuhkan semakin sulit didapatkan. Hal ini pun dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang terdapat di Larantuka. Habitat bakau sebagai tempat asuh (nursery ground) bagi ikan tembang yang terdapat disepanjang pesisir Flores Timur sudah tidak bisa menahan laju permintaan kapal-kapal huhatei. Pada tahun 2011, perusahaan ikan di Larantuka sudah mulai membeli umpan hidup dari kabupaten Lembata. Sangat disayangkan jika sumberdaya ikan tembang sebagai sumber utama umpan dalam aktivitas Huhatei secara tidak sadar akan menjadi permasalahan perikanan dikabupaten Flores Timur kedepannya.
Wilayah Tangkapan Huhatei
Wilayah tangkap nelayan huhatei yang terdaftar di Kabupaten Flores Timur yaitu diperairan Laut Flores dan Laut Sawu, baik mengandalkan rumpon maupun mencari sekumpulan Cakalang di perairan lepas. Namun, semakin intensifnya aktifitas penangkapan Cakalang setiap tripnya. Memaksa nelayan mengindahkan aturan wilayah tangkap yang sudah diijinkan pada SIUP mereka. Rumpon yang terdapat pada perairan kabupaten Flores Timur pun sudah tidak cukup menghasilkan jumlah produksi yang diharapkan perusahaan ikan pada musim tertentu.
Diketahui semenjak, tahun 2010 sudah terjadi konflik antar nelayan di desa Balauring, Kabupaten Lembata dengan kapal huhatei dari Kabupaten Flores Timur. Pencurian ikan terjadi di rumpon nelayan Balauring baik dengan secara sembunyi maupun secara terang-terangan didepan kapal nelayan pancing tuna, setidaknya 30-50 kasus tiap tahunnya dijumpai di wilayah ini.
Satuan pengawasan Laut Kabupaten Lembata setidaknya menangkap 4 kapal huhatei yang beroperasi diwilayah kabupaten Lembata dan semenjak tahun 2011, DKP kabupaten Lembata sudah tidak memberikan surat ijin andon untuk kapal dari kabupaten lain dalam aktivitas penangkapan diperairan Lembata.
Peraturan wilayah tangkap perikanan diwilayah kepulauan seperti di Nusa Tenggara Timur memang memiliki beberapa tantangan, jarak antar kabupaten yang saling berdekatan, nelayan memiliki hubungan kultural dan kekerabatan yang saling bedekatan hingga tipe perikanan beruaya yang bermigrasi pada musim tertentu diantara perairan antar kabupaten Flores Timur dan Lembata ini.
Pengelolaan perikanan dikepulauan seperti itu memang tidak bisa dilakukan secara parsial antar kabupaten, sebaiknya dibangun kesepakatan bersama diantara kabupaten tetangga tersebut dalam mengelola perikanan secara bersama-sama dengan mengatur jumlah dan besaran (GT) armada yang dapat beroperasi di wilayah antar kabupaten sehingga tidak perlu lagi menambah armada penangkapan diantara kabupaten tersebut, pembatasan rumpon disatu wilayah sehingga tidak perlu memasang rumpon diperairan kabupaten lain atau dapat digunakan secara bersama-sama, hingga pengaturan mengenai pencatatan hasil tangkapan nelayan diantar kabupaten sehingga diketahui jelas ketelusuran sumber ikan dalam menentukan jumlah produksi ikan dikabupaten tertentu.
Kebijakan Pengelolaan Perikanan
Berdasarkan data Komnaskajiskan tahun 2010 diketahui komoditi Cakalang dalah kategori hijau atau aman untuk dimanfaatkan, namun kajian mengenai umpan yang dibutuhkan sebaiknya sudah menjadi pertimbangan dalam WPP 714 ini. Rencana Pengelolaan Perikanan sudah menjadi urgensi dalam menata kembali perikanan di daerah ini.
Pemerintah daerah, private sector (pengusaha) maupun masyarakat secara bersama-sama sudah mulai mendukung kebijakan yang mementingkan keberlanjutan sumberdaya perikanan untuk kepentingan bersama , antara lain :
- Pengaturan jumlah armada penangkapan
Jumlah armada saat ini sudah tidak selamanya berbanding lurus dengan jumlah produksi. Penambahan tekanan dengan memberikan bantuan armada dan memberikan ijin armada dari daerah lain diwilayah yang sudah tinggi intensifitas penangkapannya sudah tidak efisien lagi dalam meningkatkan perekonomian nelayan. - Membangun sarana dan prasarana peningkatan mutu tangkapan
Menginvestasikan sarana penunjang mutu hasil tangkapan nelayan justru akan menambah nilai produksi yang didapatkan nelayan, tentunya dengan peningkatan harga yang ada. Kebijakan dalam membangun rantai dingin didesa-desa pusat perikanan kedepannya akan tidak saja meningkatkan harga ikan melalui kualitas hasil tangkapan melainkan juga nelayan dapat mendistribusikan ikan segar pada waktu musim paceklik. - Memprioritaskan peningkatan sosial dan ekonomi nelayan
Peningkatan kapasitas nelayan dalam mengelola keuangan rumah tangga merupakan salah satu cara meningkatkan pendapatan rumah tangga perikanan (RTP). Memprioritaskan pengeluaran rumah tangga untuk kepentingan produktif, pendidikan dan kesehatan keluarga merupakan inventaris kesejahteraan RTP kedepannya. - Mengimplementasikan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem
Menjaga ekosistem pendukung sumberdaya perikanan tidak bisa dilakukan secara parsial, membuat kebijakan daerah perlindungan laut melalui kebijakan konservasi tidak saja memberikan kesempatan sumberdaya ikan untuk kembali pulih juga mengatur pola pemanfaatan perikanan yang berbasis ekosistem.