AADC(L): ADA APA DENGAN CINTA LINGKUNGAN?
Oleh: Pratama Aditya Haryanto
Fakultas Ilmu Seni dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Depok mengundang Panda Mobile WWF-Indonesia untuk ambil bagian dalam event yang bertema “Ada Apa dengan Cinta Lingkungan?”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Kamis (17/11) silam dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian terhadap kerusakan lingkungan dan banyaknya satwa liar dengan status hampir punah (critically endangered).
Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Gedung M FIA UI Depok ini menghadirkan beberapa narasumber terkait tema tersebut, diantaranya Yovita Iskandar (Miss Intercontinental Indonesia 2015), Luthfi Rofiana (Greenpeace Indonesia), dan Novi Hardianto (WWF-Indonesia). Tim Panda Mobile WWF-Indonesia juga menyediakan booth di pintu masuk untuk memfasilitasi para mahasiswa yang berminat menjadi volunteer di WWF Indonesia.
Sesi pertama dimulai dengan presentasi dan sharing knowledge oleh Yovita Iskandar. Miss Intercontinental Indonesia tersebut berbagi pengalaman tentang lingkungan dan hal apa saja yang pernah dilakukannya untuk melestarikan lingkungan. Tak lupa, Yovita Iskandar juga memberikan sebuah video singkat terkait pemanfaatan barang bekas untuk didaur ulang, mulai dari sedotan, kotak susu, dan plastik. “Hal terkecil yang dilakukan seorang manusia mampu memberikan dampak yang besar kepada lingkungan di sekitarnya,” ujarnya. Oleh karena itu, Yovita gencar mengajak para mahasiswa agar betul-betul menjaga perilaku dan bergaya hidup hijau di kehidupan sehari-hari.
Sesi Kedua dilanjutkan dengan presentasi dan sharing knowledge oleh Luthfi Reflana dari Greenpeace Indonesia. Luthfi menjelaskan tentang proyek Plastic Debris Research yang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh Greenpeace Indonesia, terutama di pulau-pulau di sekitar utara Jakarta. Dengan melibatkan masyarakat dan kalangan muda, proyek Plastic Debris ini menjadi salah satu cara yang ampuh dalam mengurangi sampah.
Sesi Ketiga diteruskan oleh Novi Hardianto dari WWF-Indonesia yang bekerja sebagai Law Enforcement and Wildlife Crime yang fokusnya adalah perdagangan ilegal satwa liar serta modus dan penanganannya di Indonesia. Menurut Novi Hardianto, perdagangan ilegal satwa merupakan kegiatan kriminal yang terjadi karena memiliki omzet besar yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Kegiatan ini merupakan kejahatan serius dan terorganisir yang memiliki jaringan luas dan merupakan bisnis yang memiliki resiko kecil dengan keuntungan yang besar.
Menurut Novi Hardianto, pedagangan satwa secara ilegal terus terjadi karena penegakan hukum yang masih belum optimal dengan berat hukuman yang masih rendah. Selain itu, banyak masyarakat yang memiliki persepsi yang salah tentang ‘menyayangi’ binatang dimana banyak orang memelihara satwa di rumah dengan dalih ‘menyayangi’ binatang tersebut. Perdagangan ilegal terkait satwa juga masih terus berlangsung karena satwa-satwa tersebut dijadikan barang untuk menunjukkan gengsi dan hadiah oleh sebagian orang. Harimau misalnya, sering dijadikan pajangan di rumah-rumah dimana pemiliknya menganggap hal tersebut sebagai kebanggaan dan gengsi. Sama halnya dengan tas-tas kulit bermerek yang memiliki harga yang mahal karena menggunakan kulit hewan-hewan langka secara ilegal. Harusnya para konsumen tersebut merasa malu karena mereka telah melanggar hukum terkait penggunaan dan jual beli bagian satwa liar.
Dalam kesempatan itu, Novi juga menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan WWF-Indonesia untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Salah satu contohnya adalah dengan penekanan terhadap pemerintah untuk terus memperbaiki undang-undang yang berlaku serta pengawasan secara ekstra kepada pihak-pihak yang melakukan perdagangan satwa.
Event “Ada Apa dengan Cinta Lingkungan” tersebut membuka wawasan para mahasiswa tentang lingkungan hidup. “Keberlangsungan satwa menjadi salah satu tugas manusia. Karena perubahan yang didapatkan satwa-satwa tersebut berasal dari perilaku dan kebiasaan manusia. Faktor lingkungan, pola hidup jadi penyebab utama terancamnya kerusakan ekosistem dan satwa itu sendiri,” Abel, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UI memberikan pendapatnya.