#XPDCMBD: SENI DARI KEGIATAN SURVEI CEPAT (1)
Penulis: Estradivari (WWF-Indonesia)
Ini bukanlah kali pertamanya WWF-Indonesia melakukan kegiatan survei cepat. Namun, walaupun kami merasa sudah memiliki bekal pengalaman lapangan, pembelajaran, serta tips dan trik yang cukup mengenai implementasi kegiatan survei cepat ini, ternyata tiap pelaksanaannya selalu seperti pengalaman baru.
Kenyataan bahwa area penelitian berada di daerah yang terpencil, dengan akses data dan informasi yang minim serta sinyal telepon yang selalu ‘datang dan pergi’, menjadi tantangan tersendiri bagi WWF-Indonesia – selaku penyelenggara ekspedisi Maluku Barat Daya – dalam menyiapkan protokol pengumpulan data. Di tambah lagi, kali ini tim hanya berisi para ahli di bidangnya dan tidak didampingi oleh fasilitator lokal dari dinas pemerintahan terkait yang bisa membantu dalam “membuka jalan” ke kepala desa contoh.
Hari ini (4/11) adalah hari keempat kami berlayar dan telah mengunjungi dua desa, yaitu Desa Ustutun di Pulau Liran dan Desa Yewuru di Pulau Kisar, yang berarti masih ada enam desa dari target delapan desa. Di Desa Ustutun, Tim Darat langsung diterima baik oleh kepala desa dan warganya. Kami mendapatkan lebih dari 24 orang yang tertarik ikut serta dalam diskusi terkait pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut. Kebanyakan dari peserta cukup pemalu dan tidak banyak berbicara sehingga cukup menyulitkan tim untuk menggali informasi. Tim pun memutuskan untuk membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan melaksanakan diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) kecil dan wawancara informan kunci.
Namun cerita berbeda kami dapatkan saat melakukan pengambilan data sosial dan perikanan di Pulau Kisar. Kami berkunjung ke kantor kecamatan terlebih dahulu untuk secara formal meminta izin memasuki desa target. Sayangnya, perwakilan dari kantor kecamatan menginformasikan bahwa kami harus menunggu sehari sampai camat yang bersangkutan kembali dari perjalanan dinas untuk menyediakan surat yang dapat kami gunakan untuk memasuki desa. Namun, tim tidak bisa tinggal terlalu lama di Pulau Kisar.
Kami pun hanya sempat mengunjungi pasar ikan terdekat dan mewawancara sejumlah nelayan yang kami temui. Kami cukup beruntung dapat bertemu dengan Kepala Desa (Kades) Yewuru sehingga berkesempatan untuk bertanya profil desa secara singkat. Karena tidak ada FGD yang dilaksanakan, barang yang kami biasa kami gunakan untuk FGD pun diisi sembari mewawancara para nelayan yang hadir.
Walaupun kedua desa ini berada dalam satu kabupaten, ternyata karakteristik masyarakatnya sangat berbeda. Hal ini menuntut kami untuk lebih kreatif dan bisa beradaptasi dengan segala situasi agar pengambilan data bisa tetap berjalan mulus dan konsisten.
Masih ada setidaknya enam desa yang mesti kami kunjungi dalam beberapa hari ke depan. Saya pun tak sabar melihat bagaimana serunya pengambilan data di desa-desa selanjutnya!