#XPDCMBD: KILAS PANDANG EKOLOGI
Penulis: Estradivari (Marine Conservation Science Coordinator, WWF-Indonesia)
Ini hari terakhir Tim Laut mengambil data (14/11). Hari ini, saya memutuskan untuk mengambil data ekologi hanya di satu lokasi karena pada sore hari kapal Seven Seas harus segera bergerak melintasi laut Banda untuk mencapai pelabuhan Saumlaki di pagi hari. Total lokasi pengamatan ekologi berjumlah 30, sesuai dengan target awal, tersebar dari bagian paling barat (Pulau Liran) ke bagian paling timur (Pulau Dawelor) Kabupaten Maluku Barat Daya.
Setelah menyelesaikan penyelaman terakhir, seluruh tim Laut duduk di ujung depan dek kapal sambil menikmati keindahan alam Pulau Babar dan Pulau Dawelor. Seluruh Tim Laut saling bersautan berbagai cerita menarik tentang pengambilan data ekologi selama 14 hari.
Saya membuka pembicaraan mengenai hasil pemantauan kualitatif di daerah 'meti' berdasarkan hasil snorkeling yang saya lakukan beberapa kali. Daerah 'meti' ini umumnya merupakan dataran terumbu karang yang relatif datar dan sangat dipengaruhi pasang surut. Tutupan karang di 'meti' ini sangat beragam, relatif padat di sekitar tubir, serta sangat acak (patchy) dan didominasi oleh pasir dan patahan karang di dekat bibir pantai. Kerusakan terumbu karang hanya dijumpai sesekali, bukan dalam intensitas yang tinggi.
Tubir karang umumnya terletak pada kedalaman 7-9 meter, dan sebagian besar kontur dasar memiliki kemiringan yang relatif curam (sekitar 70-90 derajat) dan turun langsung ke kedalaman ratusan meter. Terumbu karang umumnya paling banyak ditemukan di daerah tubir hingga ke kedalaman 20 meter. Tiela (WWF-Indonesia) menyatakan bahwa hamparan terumbu karang ini sering membentuk struktur topografi tiga dimensi yang kompleks dan menyediakan banyak ruang bagi spesies-spesies laut lainnya untuk hidup dan bersembunyi.
Begin (IPB) mengatakan bahwa keanekaragaman genus karang yang ditemui dalam transek tergolong tinggi, mencapai lebih dari 60 genus karang. Selain itu, hampir 90% karang keras yang diamati berada dalam kondisi yang sehat. Karang yang dianggap tidak sehat umumnya disebabkan oleh faktor alami seperti gigitan ikan, kompetisi, pigmentasi, tertutup sedimen dan alga, dan bukan terinfeksi oleh penyakit yang menular dan mematikan.
Alam bawah laut Maluku Barat Daya (MBD) tidak hanya dipadati oleh komunitas bentik, namun juga oleh berbagai jenis ikan dalam jumlah yang relatif melimpah. Ubun (WCS-IP) mencatat lebih dari 350 jenis ikan karang yang teramati dalam luasan transek yang relatif kecil, yaitu 3,75 hektar, dibandingkan luas laut Kabupaten MBD. Angka ini dipastikan akan meningkat beberapa kali lipat apabila tim mengambil data kekayaan jenis ikan secara khusus. Indra (IPB), sebagai penyelam paling junior di Tim Laut, juga terus menerus terpukau melihat keberagaman jenis ikan yang ditemuinya di tiap lokasi pengamatan.
Menurut keduanya, jaring makanan di sebagian besar lokasi pengamatan masih berfungsi dengan baik, ditandai dengan ditemukannya berbagai macam spesies ikan dari tingkat trofik terendah (herbivora) hingga ke predator tertinggi (seperti hiu). Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan penangkapan ikan untuk spesies-spesies tertentu tidak terlalu tinggi.
Satu hal yang membuat Tim Laut selalu semangat dalam melakukan pengambilan data, yaitu karena metode yang digunakan adalah penyelaman eksploratif, dimana penyelaman dilakukan di lokasi-lokasi yang belum ditentukan dan belum pernah ada data dan informasi sebelumnya. Hal ini memungkinkan Tim Laut untuk menemukan berbagai macam “kejutan” menarik, mulai dari bentuk topografi yang menantang, populasi ikan yang sangat besar dan beragam, menemukan berbagai spesies panji, arus laut yang sangat kuat, atau bahkan hanya menemukan hamparan patahan karang yang membosankan.
Keindahan dan kekayaan jenis alam laut MBD memang patut diacungi jempol. Pengamatan awal ini juga sesuai dengan pengakuan sebagian besar masyarakat yang diwawancara oleh Tim Darat, yaitu kondisi ekosistem terumbu karang MBD masih relatif baik. Kerusakan terumbu karang dapat ditemukan di beberapa lokasi namun bukan dalam intensitas yang tinggi, kemungkinan disebabkan oleh pengeboman ikan yang dilakukan oleh nelayan andon atau akibat musim barat yang mengakibatkan air laut teraduk dan menghancurkan terumbu karang. Kelestarian alam dan sumber daya laut perlu dijaga dan dilestarikan agar tetap dapat dinikmati secara turun menurun.
Sayangnya pembicaraan seru harus segera berakhir karena Tim Sosial telah balik ke kapal. Kami akan melakukan satu kegiatan terakhir sebelum bertolak ke Saumlaki dan mengakhiri kegiatan ekspedisi, yaitu menikmati pantai indah di Pulau Dawelor sambil melakukan foto tim.
Sampai jumpa Maluku Barat Daya!