SUPPORTER APPRECIATION TRIP: BERTUALANG DI SURGA ANDALAS
Oleh: Iqbal F. Hanif
Pagi masih gelap, namun semangat dan suka-cita terpendar dari wajah-wajah para supporter WWF-Indonesia yang hari itu bersama sejumlah awak media dan staf WWF Jakarta mengawali sebuah perjalanan yang tak akan terlupakan. Pada pekan terakhir Mei 2014 lalu mereka tergabung dalam rombongan ‘Supporter Appreciation Trip: Bertualang di Surga Andalas’, mengunjungi sejumlah tempat kerja konservasi WWF-Indonesia dan wisata alam di Provinsi Lampung.
Di hari pertama rombongan harus melalui lintas Sumatera yang berkelok dan kadang rusak menuju Sedayu, sebuah desa yang berada di zona penyangga (buffer area) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan serta tempat pengolahan kopi tradisional yang dipimpin Ibu Damiyati. Di sana, para peserta trip melihat proses pengolahan kopi, berinteraksi langsung dengan ibu-ibu anggota kelompok, serta mencicipi kenikmatan kopi Lampung yang berkualitas tinggi.
Ibu Damiyati memulai kelompok usaha sejak 2008 dengan peralatan tradisional dan seadanya. Kondisinya berubah ketika bertemu dengan WWF-Indonesia pada 2009; WWF lantas memberi bantuan berupa peralatan modern dan sejumlah pelatihan sehingga kelompok ini mampu meningkatkan produksinya hingga rata-rata 1,3 ton per tahun. Bantuan tersebut merupakan usaha WWF-Indonesia untuk mempertahankan kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dengan mendorong masyarakat yang sebelumnya leluasa merambah kawasan taman nasional untuk memaksimalkan perekonomian mereka di luar kawasan.
Dari Sedayu, rombongan melanjutkan perjalanan ke Rhino Camp. Di tempat itu rombongan bermalam dan berkesempatan melihat serta mempelajari cara kerja tim Rhino Patrol Unit dalam hal pemasangan camera trap. Kamera jebak ini dipasang di pepohonan untuk menangkap aktivitas satwa di hutan. Proses pemasangannya sendiri membutuhkan waktu satu bulan. Berbeda dengan kamera biasa yang memiliki panil shutter click, camera trap memiliki sensor hawa panas jika ada makhluk hidup yang lewat di depannya. Para peserta trip tak menyia-nyiakan kesempatan untuk berfoto selfie di depan camera trap. Kegiatan blusukan di hutan TNBBS menyisakan kesan betapa beratnya tugas yang dijalani para pejuang konservasi di lapangan.
Malam harinya, para peserta antusias ingin melihat langsung satwa tarsius di habitatnya. Sayang, satwa endemik yang sama pemalunya dengan badak ini tak menunjukkan ekornya. Namun demikian, Hera, salah satu peserta, berhasil bertemu dengan kelinci Sumatera yang konon cukup langka.
Hari kedua perjalanan merupakan momen yang paling dinanti oleh seluruh peserta trip; mereka mengunjungi markas Elephant Patrol (EP) di daerah Pemerihan. Tempat tersebut merupakan rumah bagi kelima gajah yang dipelihara dan dilatih oleh tim WWF-Indonesia kantor Lampung untuk menggiring gajah-gajah liar yang kerap memasuki permukiman warga sekitar. Rombongan disambut oleh ‘Karnangin’ yang tampak selalu siap diabadikan fotonya, serta ‘Tomi’ yang sedang bermain dengan sang mahout (pawang gajah). Tiga gajah jinak dan terlatih anggota EP lainnya adalah ‘Yongki’, ‘Arni’, serta si raksasa ‘Renggo’. Kelima gajah ini harus terjaga di siang hari untuk berpatroli.
Para peserta pun tak melewatkan kesempatan untuk bercengkrama dengan kelima gajah itu. Setelah membersihkan dan main air bersama gajah-gajah, ditemani oleh sang mahout, peserta naik ke punggung gajah dan berkeliling menikmati pemandangan hutan Bukit Baris Selatan nan elok sejauh kurang lebih 3 km. Kegiatan di Pemerihan ditutup dengan penanaman sepuluh bibit pohon My Baby Tree oleh seluruh peserta.
Cuaca yang ekstrim dan tidak bersahabat menghalangi rencana perjalanan ke pembangkit energi alternatif mikrohidro dan serta agenda bersantai di Pantai Krui. Demikian pula dengan perjalanan di hari ketiga menuju Kubu Perahu, air terjun di areal TNBBS. Dengan jalur menyusuri TNBBS yang panjang dan tergolong sulit serta kondisi cuaca yang saat itu hujan deras, panitia memutuskan untuk mengalihkan tujuan ke Danau Ranau, area yang tidak kalah menarik. Menyusuri danau dengan menggunakan speed boat, peserta sampai di lokasi pemandian air panas. Beberapa peserta trip merasa kecewa karena batal berkunjung ke Kubu Perahu, akan tetapi merasa bersyukur karena terhindar dari kemungkinan buruk yang dapat menimpa rombongan. Salah seorang peserta pun mengabarkan wabah serangan pacet di sana, terlebih setelah guyuran hujan lebat.
Tak terasa trip sampai di hari terakhir. Di Bandar Lampung rombongan terpecah ke berbagai jurusan. Lewat perjalanan tiga hari itu, kesan mendalam mengenai keindahan alam di Lampung serta upaya tak kenal lelah dalam melestarikannya tak akan terlupakan. Sungguh surga di Bumi Andalas memang selayaknya dijaga. Nantikan kegiatan Supporter Appreciation Trip mendatang yang pastinya tak kalah menarik.