SETIAP JAM ADALAH EARTH HOUR DI BA’ KELALAN
Ba’Kelalan, Lawas, SARAWAK - Earth Hour menarik perhatian global pada sebuah realitas bahwa kita perlu mengurangi tapak jejak ekologis secara signifikan jika kita ingin memiliki gaya hidup yang berkelanjutan. Namun juga perlu diingat bahwa meski beberapa dari kita telah memanfatkan sumber daya dengan cara pembagian yang berkeadilan (fair share), masih ada yang belum dapat sepenuhnya menikmati sumber daya walaupun mereka berhak untuk itu.
Bagi masyarakat Ba'Kelalan di dataran tinggi Sarawak, setiap jam adalah Earth Hour. Seperti kebanyakan masyarakat adat/lokal lainnya di kawasan Jantung Borneo, masyarakat Ba'Kelalan mengombinasikan tenaga air, solar dan generator set untuk menyalakan listrik. Mereka bertani dengan cara tradisional berkelanjutan dan mereka mengonservasi hutan yang telah menyediakan jasa lingkungan bagi kehidupan mereka.
Karena itu Ba'Kelalan menjadi sebuah lingkungan dengan dampak lingkungannya yang dikagumi banyak pihak, yaitu udara segar dan sejuk memenuhi hutan, aliran air dari gunung yang bersih tidak terpolusi, pemandangan bentangan sawah padi organik yang terbelah oleh lembah. Masyarakat Ba'Kelalan merupakan masyarakat yang tengah berkembang dan sekaligus sebuah contoh tentang hidup.
Sebagai bagian dari kepemimpinan yang memberi teladan, masyarakat Ba'Kelalan memutuskan ikut serta merayakan momen Earth Hour pada tanggal 29 Maret bersama seantero komunitas di seluruh dunia. Mereka mematikan lampu dan menyalakan lilin pada jam 8.30 hingga jam 9.30 malam waktu setempat. Malam perayaan Earth Hour tersebut dihidupkan dengan pertunjukan tari dan permainan musik tradisional di tengah-tengah lingkungan dataran tinggi yang bersih dan menyegarkan.
Dalam perayaan Earth Hour di Malaysia itu hadir pimpinan FORMADAT Malaysia di Sarawak yaitu Penghulu Sigar Sultan, bersama dengan WWF dan undangan lainnya. Pada kesempatan tersebut Thomas Maddox, pimpinan dari WWF Heart of Borneo dan Jason Hon, Policy Manager dari WWF-Malaysia, menyampaikan pentingnya gaya hidup hijau dan menyatakan WWF akan terus mendukung masyarakat dataran tinggi Borneo untuk menjaga tradisi pembangunan berkelanjutan.
“Untuk mewujudkan satu planet yang berkelanjutan kita perlu menurunkan konsumsi kita secara tajam,” ujar Maddox. “Di Ba’Kelalan hubungan Anda dengan alam merupakan contoh bagi kami.”
“Teruslah menggunakan metoda pertanian tradisional yang cocok untuk daratan tinggi; mari selalu peduli pada pentingnya menjaga alam dan hentikan kerusakan lingkungan,” tegas Hon kepada masyarakat.
Sementara itu Cristina Eghenter, Social Development Strategy Leader WWF-Indonesia menekankan bahwa ""Kita perlu bertindak agar ada pembagian energi secara berkeadilan antara kalangan pedesaan dan perkotaan, sambil terus mendorong gaya hidup yg berkelanjutan.”
Earth Hour merupakan inisiatif gerakan lingkungan secara global yang dimulai sejak tahun 2007 di Sidney Australia, saat lebih dari 2 juta individu dan sekitar 2.000 perusahaan mematikan lampu selama satu jam pada jam 8.30 malam waktu setempat, sebagai pernyataan sikap terhadap perubahan iklim. Pada tahun 2014, Earth Hour diselenggarakan pada tanggal 29 Maret.