PERAIRAN PULAU BURU JADI KAWASAN KONSERVASI BARU, DEMI JAGA HABITAT PENYU BELIMBING
Ambon, 14 November 2024 - Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2025 resmi menetapkan Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Buru, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, dengan total luas mencapai 57.594,12 hektar. Pantai di Pulau Buru khususnya di Kecamatan Fena Leisela merupakan salah satu area peneluran penyu belimbing (Dermochelys coriacea) terbesar di Indonesia. Penetapan ini menandai langkah strategis dalam upaya melindungi keanekaragaman hayati laut Indonesia.
Perlindungan penyu belimbing di Buru memiliki dampak konservasi berskala global, karena data satelit tagging menunjukkan migrasinya dapat menjangkau hingga pantai barat Amerika Serikat dan Madagaskar. Bersama Jeen Womom di Papua Barat Daya, Buru menjadi salah satu dari dua pantai peneluran utama penyu belimbing di Indonesia yang kini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi yang juga didukung oleh WWF-Indonesia, komunitas lokal, dan para pemangku kepentingan.
Kawasan konservasi di Perairan Buru ditetapkan sebagai Taman di Perairan Buru dan terdiri dari dua zona utama: zona inti seluas 608,91 hektare dan zona pemanfaatan terbatas seluas 56.985,21 hektare. Melalui pengelolaan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Maluku, kawasan ini diharapkan menjadi model pengelolaan perairan yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Dr. Ir. Erawan Asikin, M.Si, menyampaikan apresiasinya atas penetapan ini “Penetapan kawasan konservasi Pulau Buru merupakan tonggak penting bagi Maluku dalam menjaga ekosistem laut dan sumber daya perikanan kita. Kawasan ini tidak hanya melindungi habitat penting seperti terumbu karang dan penyu, tetapi juga menjadi fondasi bagi pengembangan ekonomi biru dan kesejahteraan masyarakat pesisir secara berkelanjutan,” ujar Erawan di Ambon.
“Selain itu penetapan Kawasan Konservasi di Perairan Buru juga penting untuk mendukung keberlanjutan perikanan di Provinsi Maluku yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 dimana dalam program Penangkapan Ikan Terukur ditetapkan sebagai zona industri penangkapan ikan melalui spill over benih dari kawasan,” lanjutnya.
Sementara itu, WWF-Indonesia sebagai mitra teknis dalam proses penyusunan dan pendampingan penetapan kawasan konservasi ini, menegaskan komitmennya untuk terus mendukung penguatan kapasitas daerah dalam pengelolaan kawasan konservasi.
“WWF-Indonesia mengucapkan selamat bagi Pemerintah Provinsi Maluku atas ditetapkanya Kawasan Konservasi di Perairan Buru. Penetapan ini dapat menjadi inspirasi bagi kabupaten di Indonesia lainnya dalam upaya melindungi spesies laut yang kritis statusnya, seperti salah satunya penyu belimbing. Penetapan kawasan konservasi di Buru merupakan hasil nyata dari kerja bersama berbasis data ilmiah dan kolaborasi multipihak untuk memastikan perlindungan habitat penting bagi spesies laut lainnya,” ungkap Dr. Imam Musthofa Zainudin, Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF-Indonesia.
Sejak tahun 2017, WWF-Indonesia telah mendukung inisiasi Penetapan Kawasan Konservasi di Perairan Buru. Adapun dukungan berupa fasilitas dan peningkatan kapasitas diberikan kepada kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Sugiraja Watulu untuk dapat mendata dan mengawasi pantai peneluran penyu belimbing khususnya di Kecamatan Fena Leisela.
Keaktifan Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) Sugiraja Watulu menjadi bukti bahwa dalam lima tahun terakhir, rata rata jumlah sarang penyu belimbing di Fena Leisela mencapai 199 sarang. Tingkat pencurian sarang penyu yang sebelumnya mencapai 94%, kini turun drastis menjadi 0% pada tahun 2024. Hal ini membuktikan bahwa program konservasi penyu di Fena Leisela mulai memberikan dampak positif bagi kelangsungan hidup penyu belimbing.
Penetapan Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Buru menjadi bukti nyata komitmen Pemerintah Provinsi Maluku dan para mitra konservasi dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut Maluku. kawasan ini diharapkan tidak hanya menjadi benteng bagi pelestarian penyu belimbing dan ekosistem pesisir, tetapi juga menjadi contoh nyata bagaimana konservasi dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan penguatan ekonomi biru di wilayah Provinsi Maluku.
Langkah ini juga mendukung target pemerintah Indonesia, yaitu 30x45 yang merujuk pada "MPA & OECM Vision 30x45", yaitu target memperluas kawasan konservasi perairan laut hingga 30% dari total wilayah perairan Indonesia pada tahun 2045. Luasan ini setara dengan sekitar 97,5 juta hektar. Tujuannya adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati laut, memastikan kelestarian perikanan, dan berkontribusi pada target global dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Dokumentasi: https://drive.google.com/drive/folders/1wWemfwYr73t3_QSwpengyPAAbGCe7qsN?usp=sharing
***
Untuk informasi lebih lanjut:
Karina Lestiarsi, Communication Officer
klestiarsi@wwf.id | 0852-1816-1683
Tentang Yayasan WWF Indonesia
Yayasan WWF Indonesia adalah organisasi masyarakat madani berbadan hukum Indonesia yang bergerak di bidang konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan, dengan dukungan lebih dari 100.000 suporter. Misi Yayasan WWF Indonesia adalah untuk menghentikan penurunan kualitas lingkungan hidup dan membangun masa depan di mana manusia hidup selaras dengan alam, melalui pelestarian keanekaragaman hayati dunia, pemanfaatan sumber daya alam terbarukan yang berkelanjutan, serta dukungan pengurangan polusi dan konsumsi berlebihan.
Untuk berita terbaru, kunjungi www.wwf.id dan ikuti kami di X (Twitter) @WWF_ID | Instagram @wwf_id | Facebook WWF-Indonesia | Youtube WWF-Indonesia