PENANGANAN MAMALIA LAUT TERDAMPAR PENTING BAGI INDONESIA
oleh Dwi Ariyoga Gautama
Indonesia sebagai negara perairan terbesar, seringkali mendapati mamalia laut terdampar. November lalu,ruangan pertemuan di Hotel Sanur Beach di padati oleh praktisi, pemerintah daerah dan pusat, akademisi hingga dokter hewan yang mengikuti kegiatan Workshop Tingkat Nasional mengenai Mamalia Laut Terdampar di Indonesia. Kegiatan ini tidak hanya sekedar pemberian materi. Studi kasus dan simulasi lapangan juga menjadi agenda workshop. Workshop yang dilakukan selama dua hari ini turut menghadirkan pembicara dari beberapa negara seperti Malaysia, Kambodja, China, India, Bangladesh, Sri Langka, Myanmar dan Filiphina. Mereka hadir dengan metode dan persoalan variatif yang dapat membantu Indonesia menangani mamalia terdampar.
Indonesia sendiri memiliki lebih dari 35 spesies cetacean (paus dan Lumba-lumba) dan satu spesies sirenianya itu dugong. Terdiri dari 13.000 pulau dengan range habitat dari bibir pantai hingga perairan laut dalam. Aktivitas pemanfaatan laut yang beririsan dengan habitat cetacean juga beragam, meliputi aktivitas perikanan, wisata, penambangan migas, pelayaran dan lain-lain. Mamalia laut yang terdampar sejak tahun 1987-2013 didominasi oleh jenis Irrawaddy dolphin, pesut Mahakam, paus spermadan short finned pilot whales.
Data cetacean terdampar sudah terkumpul dalam portal database yang dapat dilihat di http://www.whalestrandingindonesia.com dan media sosial whalestranding. Tim khusus yang menangani cetacean terdampar masih terus disusun dilevel nasional. Salah satu tantangan yang dihadapi berupa kesulitan dalam identifikasi jenis paus pada kondisi tertentu. The Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) yang memfokuskan diri dalam menganalisa genetic dari biota laut turut mengupayakan mengumpulkan sampel cetacean untuk mempelajari jenis cetacean yang terdampar di Indonesia. Upaya kolaborasi antar pihak perlu dilakukan dalam memperbanyak sampel dalam pembuatan barcode jenis-jenis cetacean ataupun biota laut lainnya.
Salah satu tantangan terbesar terhadap kematian mamalia laut yang turut diidentifikasi dalam pertemuan ini adalah dikarenakan adanya interaksi dengan aktivitas perikanan nelayanya itu sebagai tangkapan sampingan atau bycatch yang terjadi diberbagai alat tangkap seperti jarring insang, jarring cincin, dan rawai tuna. Adanya interaksi diwilayah yang sama antara wilayah penangkapan perikanan dengan jalur migrasi mamalia laut pada periode tertentu merupakan salah satu penyebab hal ini terjadi.
WWF-Indonesia sejak tahun 2005 hingga saat ini terus mengumpulkan data perjumpaan mamalia laut dan bycatch yang terjadi di kapal rawai tuna dari 3 pelabuhan perikanan besar di Indonesia, melalui data tersebut diharapkan diketahui potensial hotspot lokasi dan waktu mamalia laut tersebut melintas sehingga dapat meminimalisir kematian mamalia laut di perairan lepas.
Informasi lebih lanjut hubungi Dwi Ariyoga Gautama (kordinator Bycatch - WWF Indonesia) email : dariyogagautama@wwf.or.id atau Dwi Suprapti (Kordinator Marine Species Conservation - WWF Indonesia) email : dsuprapti@wwf.or.id
editor : Ninish Fajrina