PEMKAB WAKATOBI-SET FILM-WWF PERSEMBAHKAN FILM LAYAR LEBAR
Jakarta(21/09)- Pemerintah Kabupaten Wakatobi bekerjasama dengan SET Film Workshop dan organisasi konservasi WWF-Indonesia meresmikan dimulainya proses produksi film “The Mirror Never Lies,” Selasa (21/09), di Hongkong Cafe, Jakarta Pusat.
Mengambil setting di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, film drama keluarga besutan sutradara muda Kamila Andini tersebut berkisah tentang seorang anak remaja Bajo bernama Pakis. Ia berjuang menemukan jati dirinya di tengah berbagai persoalan hidup yang dihadapi oleh keluarganya dan oleh masyarakat Suku Bajo saat ini, sebuah masyarakat yang seluruh  eksistensinya bersandar pada kehidupan laut, yang terancam oleh  dampak pemanasan global. 
Film yang dibintangi Atiqah Hasiholoan dan Reza Rahadian ini dikemas dalam sebuah pendekatan metafora untuk meningkatkan kecintaan publik terhadap laut Indonesia dengan segenap sumber daya alamnya sekaligus juga memupuk kesadaran publik akan pentingnya kelestarian lingkungan perairan laut, khususnya kekayaan alam Wakatobi, salah satu situs penting dunia di Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle).
Menurut Bupati Wakatobi Ir. Hugua, keterlibatan Pemkab Wakatobi dalam produksi “The Mirror Never Lies” merupakan salah satu upaya menguatkan konservasi di Wakatobi sekaligus juga mempromosikannya sebagai daerah tujuan ekowisata laut dan pusat penelitian bawah laut.
“Saat ini Wakatobi telah menjadi laboratorium bawah laut untuk penelitian biota laut. Kepulauan ini adalah pusat segitiga terumbu karang dunia dimana terdapat 750 spesies karang dan 942 spesies ikan khas yang perlu dijaga kelestariannya. Kita semua, khususnya Pemkab Wakatobi, bertanggung jawab menjaganya. Dengan adanya film ini, saya harapkan semakin banyak lagi pihak yang peduli serta membantu upaya konservasi di Wakatobi,” imbuhnya.
Sineas Garin Nugroho selaku produser “The Mirror Never Lies” memaparkan bahwa  film tersebut mengintegrasikan aspek ekologi, edukasi, wisata, dan budaya.
“Aspek ekologi direpresentasikan melalui potret keanekaragaman hayati laut Wakatobi yang sangat mendominasi bahasa visual film ini. Sementara, aspek edukasi dan budaya bisa dilhat dari kehidupan Suku Bajo dan bagaimana mereka memperlakukan alamnya sesuai dengan kearifan lokal yang sudah mengakar sejak zaman nenek moyang mereka dulu. Terakhir, keindahan terumbu karang dan biota laut di perairan Wakatobi memperkuat pesan aspek wisata film ini,” jelasnya.
Direktur Eksekutif WWF-Indonesia Efransjah memaparkan bahwa Wakatobi menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia dan merupakan bagian terpenting jaringan Kawasan Perlindungan Laut sepanjang pesisir Tenggara Sulawesi. Bahkan sejak akhir tahun 2002, WWF telah berkolaborasi dalam suatu bentuk kemitraan dengan The Nature Conservancy (TNC)  untuk mendorong pengelolaan Taman Nasional Wakatobi secara berkelanjutan.
“Terumbu karang di wilayah Wakatobi tergolong paling lestari di antara wilayah segitiga terumbu karang dunia. Akan tetapi, akhir-akhir ini peningkatan suhu laut mengakibatkan terumbu karang Wakatobi terserang pemutihan. Harapan kita semua, media ini dapat membantu menyampaikan pentingnya konservasi kawasan terumbu karang dalam mengantisipasi dampak pemanasan global. Sudah saatnya semua pihak ikut berkontribusi sesuai perannya masing-masing dalam upaya konservasi lingkungan perairan laut,” tambahnya.
Proses shooting di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara akan dimulai pada akhir September hingga akhir Oktober 2010. The Mirror Never Lies direncanakan diluncurkan pada bulan April 2011, berdekatan dengan Hari Bumi. Seluruh keuntungan yang didapatkan dari film ini akan diperuntukkan bagi aktivitas konservasi lingkungan perairan laut di Wakatobi.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
- Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Drs. Monginsidi, Telp: +62 404 21011
 - Set Film Workshop, Anastasia Rina, Telp: 021 – 727 99226/27, email: rina@set-film.com
 - Direktur Marketing dan Komunikasi WWF-Indonesia, Devy Suradji, email: dsuradji@wwf.or.id
 
Catatan Untuk Redaksi
Tentang WWF
WWF adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta suporter dan memiliki jaringan yang aktif di lebih dari 100 negara dan di Indonesia bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan dan 17 provinsi. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia melalui: Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion; Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung konservasi, dan; Menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Selebihnya tentang WWF-Indonesia, silakan kunjungi website utama organisasi ini di www.panda.org; situs lokal di www.wwf.or.id
SET Film Workshop
SET didirikan pada tahun 1987 oleh kumpulan kreator audiovisual lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), terutama di awaki oleh Garin Nugroho, Arturo GP dan kawan-kawan. Tujuannya adalah menumbuhkan generasi film baru melalui kebebasan berekspresi dan pluralisme penciptaan serta menumbuhkan dan bekerjasama dengan beragam komunitas untuk menumbuhkan ruang alternatif momen kreasi dan apresiasi.
SET menyadari bahwa sekarang ini adalah era multidisiplin seni, teknologi dan pengetahuan. Maka, SET menumbuhkan karya-karya seni dengan ruang apresiasi yang beragam dan lebih muda.
Beberapa karya features film :
- “ Love on a Slice of Bread ” / “ Cinta dalam Sepotong Roti “ (1991)
 - ” Letter for an Angel ” / “ Surat Untuk Bidadari “ (1994)
 - ” And the Moon Dances ” / “ Bulan Tertusuk Ilalang “ (1995)
 - ” Leaf on a Pillow ” / “ Daun di Atas Bantal “ (1998/1999)
 - ”The Poet”/”Puisi Tak Terkuburkan” (2000/2001)
 - “ Bird Man Tale ” / ”Aku Ingin Menciummu Sekali Saja “ (2002)
 - “Of Love and Eggs”/ “ Rindu Kami Pada Mu” (2004)
 - “Serambi”/”Serambi” (2006)
 - “Opera Jawa” (2006)
 - “ Under The Tree “ ( 2008 )
 - “Generasi Biru” (2009)
 
Tentang Wakatobi
Kabupaten yang terletak di Sulawesi Tenggara ini resmi terbentuk pada tahun 2003. Nama Wakatobi sendiri merupakan akronim nama empat pulau besar di kepulauan di tenggara Sulawesi tersebut, yakni Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.  Wakatobi merupakan pusat The Coral Triangle yang menjadi rumah bagi 750 spesies karang dari total dari 850 spesies di seluruh dunia. Kawasan  Kepulauan Wakatobi dan perairan laut di sekitarnya diresmikan sebagai taman nasional pada tahun 1996 dengan total area mencapai 1,39 juta ha.
Tentang “The Mirror Never Lies”
Potret keindahan hayati laut Wakatobi dan kearifan lokal masyarakat Suku Bajo dikemas dalam sebuah drama kehidupan seorang anak perempuan bernama “Pakis” yang tengah berupaya mencari ayahnya yang hilang ketika melaut. Dibesarkan di lingkungan Suku Bajo, yang dikenal sebagai pelaut ulung yang hidup matinya berada di atas lautan, Pakis menaruh harapan besar ayahnya akan kembali.
Konflik terjadi ketika ibunda Pakis justru kerap kali mematahkan harapan gadis Bajo itu bahwa sang kepala keluarga telah pergi untuk selamanya. Di tengah gejolak emosi ini, datang seorang mahasiswa peneliti (Tudo) yang hendak meneliti kehidupan lumba-lumba di daerah tempat tinggal suku mereka. Ketiga tokoh ini memiliki interpretasi masing-masing terhadap kehidupan laut dan hubungan mereka satu sama lain.  Cerita manusia di tengah keindahan alam dan budaya Bajo dikemas secara apik sebagai sebuah drama keluarga di dalam film ini.
Tentang Kamila Andini (Sutradara)
Kamila Andini adalah lulusan Fakultas Sosiologi dan Seni Media, Deakin University, Melbourne, Australia. Ia memulai karir perfilmannya sebagai sineas dokumenter dan Asisten Sutradara untuk video klip Tere, Ungu, dan film “Generasi Biru.” Minatnya untuk mempelajari masyarakat melalui media audio visual, terasah pula dengan baik oleh ayahnya, sineas papan atas Garin Nugroho.
Wanita yang akrab disapa Dini ini juga aktif di Indonesian Documenter (InDocs), Konfiden (Komunitas Film Independen), dan sejumlah workshop yang diselenggarakan Yayasan Popcorner. Hingga kini, ia telah menghasilkan beragam program televisi dan karya lainnya, diantaranya “Sepasang Mata Bola” (ASTRO production), video klip Slank, serta beberapa film dokumenter yang salah satunya sempat diputar di Singapore International Film Festival. Ia juga menjabat sebagai creative director “the LA Light’s Indie Movie Film Workshop.”
Tentang Atiqah Hasiholan (Ibu Pakis)
Aktris lulusan Monash University ini telah membintangi enam film dan puluhan serial televisi antara lain “Suster N”, “Cinta Setaman”, “Pintu Terlarang”, “Jamila dan Sang Presiden”, “Ruma Maida”, “Darah Garuda” (Merah Putih II), dan “Mafia Insyaf.” Kiprah perdananya di dunia perfilman dimulai di “Berbagi Suami” karya sutradara Nia Dinata. Kecintaannya pada laut Indonesia tercermin dari hobinya menyelam. Bahkan Atiqah juga telah memiliki diving license.
Tentang Reza Rahadian (Tudo)
Reza memulai debut filmnya di “Film Horor” pada tahun 2007. Walaupun terbilang muda, aktor yang mengawali kariernya sebagai model ini dinobatkan sebagai pemeran pembantu terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2009 di film “Perempuan Berkalung Sorban.” Film lainnya yang telah ia bintangi diantaranya adalah “Pulau Hantu 2”, “Kirun+Adul”, “Emak Ingin Naik Haji”, “Alangkah Lucunya Negeri ini”, “Queen Bee”, dan “Hari untuk Amanda.”