PEMBUDIDAYA NILA SKALA KECIL DANAU TOBA PELAJARI BMP
Oleh Eddy Hamka
Danau Toba sebagai salah satu sumber daya air yang memiliki nilai penting dan strategis perlu dikelola secara bijak dalam menunjang kehidupan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan. Aktifitas budidaya ikan nila (Oreochromisniloticus) dengan sistem Karamba Jaring Apung (KJA) telah dilakukan pada danau tersebut semenjak pertengahan tahun 1990an. Untuk terus menjaga kualitas ekosistem Danau Toba, maka budidaya yang dilakukan harus dengan cara bertanggung–jawab dan memperhatikan aspek daya dukung lingkungan.
WWF-Indonesia melalui program perikanan budidaya melakukan pelatihan kepada masyarakat dan petugas penyuluh lapangan (PPL) tentang Better Management Practices (BMP) Budidaya Ikan Nila dan sosialisasi prinsip budidaya yang bertanggung-jawab dengan mengacu pada standar Aquaculture Stewardship Council (ASC).
Kegiatan ini bertempat di Hotel Wisata Bahari - Danau Toba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara selama dua hari, tanggal 23 – 24 April 2014. Dihadiri sekitar 13 peserta diantaranya adalah penyuluh perikanan dan Balai Benih Ikan(BBI) Ambarita. Pelatihan BMP serta sosialisasi standar ASC ini bertujuan untuk menyebarluaskan praktik budidaya ikan nila yang bertanggung jawab dan berkelanjutan kepada kelompok budidaya Danau Toba. ”Disamping memberikan pendampingan teknis budidaya, penyuluh perikanan juga memberikan pemahaman agar para pembudidaya dalam melakukan usahanya tetap memperhatikan kelestarian alam Danau Toba” Ujar R.M.Napitu Kepala Bidang Budidaya Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Simalungun pada saat membuka acara. Beliau juga menambahkan “Melalui pelatihan ini tercipta persamaan persepsi tentang budidaya ikan nila yang bertanggung jawab dan berkelanjutan baik antara sesame penyuluh perikanan ataupun dengan WWF Indonesia” Lanjut Napitu.
Setelah pelatihan, dilakukan penilaian melalui pre dan post test pertanyaan yang berkaitan dengan BMP Budidaya Ikan Nila. Hasil penilaian akhir menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman peserta sebesar rata – rata 85% terhadap praktik budidaya yang bertanggung-jawab.
Hari berikutnya dilakukan simulasi praktik budi daya ikan nila di Danau Toba sesuai standar ASC. Peserta dibagi ke dalam tiga kelompok dan diberikan audit manual ceklist. Selanjutnya masing-masing kelompok kemudian memaparkan hasil diskusi mereka. Hasil diskusi ini memberikan gambaran awal tentang tingkat kepatuhan budidaya ikan nila di Danau Toba apakah sudah mendekati atau bahkan sesuai dengan standar ASC. Diakhir pelatihan para peserta diminta untuk menyusun rencana tindak lanjut pelatihan di wilayah kerja mereka serta bentuk kerjasama yang diharapkan dari WWF Indonesia.