MENYELAMATKAN BUMI KITA
Sebanyak 346.808 hektar sawah terancam raib karena naiknya permukaan air laut akibat dampak perubahan iklim ekstrem (Kompas, 20/7).
Ditambah sejumlah kota di Jawa dan 750 pulau yang terancam tenggelam, serta terancam hancurnya kehidupan pesisir dan petani, semua itu jadi lonceng peringatan betapa seriusnya dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan kelangsungan hidup bangsa kita.
Peringatan dampak perubahan iklim terhadap kelangsungan hidup manusia rasanya sudah sering disuarakan, termasuk di surat kabar ini. Gerakan di tingkat global dan nasional untuk mencegah juga bergema kencang.
Kita mengapresiasi peran besar pemerintah dalam upaya mitigasi perubahan iklim secara global. Rasanya pidato Presiden dalam berbagai forum dunia sangat tegas menunjukkan komitmen ini. Namun, dalam tataran mikro dan operasional di lapangan, disadari ada gap yang lebar.
Sebagai negara yang lokasi geografisnya sangat rentan, rasanya kita sangat lamban bertindak. Langkah antisipasi dan mitigasi belum sepenuhnya terasakan di lapangan dan belum jadi gerakan nasional yang melibatkan seluruh masyarakat. Kalaupun ada, masih sporadis dan lokal.
Perubahan iklim juga belum jadi elemen penting dalam setiap kebijakan. Penyiapan kelompok yang paling rentan juga tak terdengar di lapangan sehingga kesan yang sering muncul, ketidakberdayaan mereka yang berada pada posisi paling rentan untuk terkena dampak.
Contoh gamblang adalah di sektor pertanian dan kelautan, dua sektor paling sensitif. Tak jarang, petani dibiarkan sendiri menghadapi gagal panen atau puso. Inovasi teknologi mitigasi dan adaptasi lewat pengenalan varietas unggul rendah emisi gas rumah kaca, teknologi pemupukan dan pengelolaan tanah dan air, pengenalan kalender tanam, dan lainnya, masih banyak baru di tataran program, karena minimnya tenaga di lapangan atau faktor lain. Program untuk nelayan lebih tidak jelas lagi.
Secara nasional, penyusutan lahan sawah akan menjadi ancaman serius ketahanan pangan dan lapangan kerja bagi petani, nelayan, dan mereka yang ada dalam rantai distribusi dan perdagangannya. Kita tak boleh lupa, sebagian besar penduduk kita masih menggantungkan hidup di sektor ini. Di mana mereka akan ditampung?
Sekarang ini pun kita sudah kewalahan meredam alih fungsi lahan produktif pertanian yang tak terbendung, yang dipicu kebijakan tata ruang yang amburadul. Kita juga kewalahan menghadapi bencana banjir, hanya karena curah hujan tinggi. Terasa benar kedodoran kita.
Belum lagi dampak terhadap kesehatan masyarakat, infrastruktur, dan lainnya Kegagalan mengantisipasi lebih cepat perubahan iklim akan menjadi bencana besar ekonomi dan kemanusiaan yang katastropik. Menyegerakan langkah mitigasi dan antisipasi pada tataran langkah konkret di lapangan tak bisa ditawar-tawar lagi. Peran negara di posisi terdepan menjadi sangat penting di sini.