MENUJU PRODUK PERIKANAN RAMAH LINGKUNGAN DI BANGGAI LAUT
oleh Maskur Tamanyira
Maraknya praktik perikanan yang merusak ekosistem, melatarbelakangi WWF-Indonesia untuk mengadakan workshopkonsultasi publik pada Juli 2013 lalu yang digagas untuk mengurangi embargo produk perikanan Indonesia dari pasar luar negeri. Sebagai tindak lanjutnya, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Dirjen P2HP) Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia menerbitkan surat edaran yang berisi tentang larangan menerima, mengolah, dan memasarkan produk perikanan yang berasal dari kegiatan perikanan yang merusak lingkungan (No:SE.2266/P2HP/HK.155/X/2013) pada Oktober 2013.
WWF-Indonesia melalui Program Perikanan Tangkap bersama dengan CV. Indotropic, perusahaan lokal di Luwuk dengankomoditas perdaganganperikanan karang juga rantai perdagangan Sea Delight LLC (Sea Delight LLC merupakan anggota Seafood Savers), menginisiasi dilakukannya sosialisasi surat edaran kepada publik. Sosialisasi kemudian dilakukan di Banggai Laut, area yang menjadi salah satu sumber utama produk perikanan karang di kawasan Banggai, Sulawesi Tengah.
Sosialisasi surat edaran dilaksanakan di aula Kecamatan Banggai pada 5 Februari 2014. Kegiatan ini melibatkan banyak pihak selaku stakeholder perikanan karang, seperti Bank Exim (badan keuangan mitra dari CV. Indotropic), pengepul ikan di seluruh area Banggai (Banggai, Banggai Kepulauan, dan Banggai Laut) yang menyuplai ikan karang ke CV. Indotropic, Balai Karantina Banggai, Banggai Kepulauan dan Banggai Laut, nelayan di ikan karang di wilayah Banggai Laut dan sekitarnya, dan pemerintah daerah setempat yang diwakili oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Banggai laut serta jajaran staf Bupati Banggai Laut.
Bupati Banggai Laut, Mohammad Hidayat Lamakarate,mengapresiasi sosialisasi dilakukan ini karena di Banggai Laut masih saja ada nelayan yang melakukan pengeboman dan penambangan bambu laut secara berlebihan. Beliau berharap melalui sosialisasi yang diadakan, para pelaku perikanan dapat menghentikan praktik penangkapan yang tidak ramah lingkungan, karena sudah tidak ada unit pengelolaan ikan yang menampung hasil perikanan merusak.
Sadarma Suhaim Saragih, Kasubdit pengembangan pasar dari Dirjen P2HP, memaparkan latar belakang penyusunan surat edaran tersebut dan kebutuhannya di Indonesia. Menurutnya, saat ini penting adanya ketertelusuran (tracebility) produk hasil perikanan yang dimulai dengan melakukan pencatatan produk yang di tangkap. Pencatatan berguna untuk memenuhi syarat pasar internasional dan juga merupakan mandat dari negara untuk semua stakeholder perikanan terutama pada komoditas ekspor yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/ Tahun 2010. Hasil pencatatan ini juga dapat menjadi sumber data untuk pemerintahan setempat dan dimanfaatkan dalam melakukan pengelolaan perikanan.