MENGKAJI STOK PERIKANAN
Daerah segitiga karang (The Coral Triangle) merupakan daerah penting yang memiliki keanekaragaman hayati laut dunia karena merupakan rumah bagi 76% spesies karang dunia dan 37% spesies ikan karang dunia. Selain itu, daerah segitiga karang juga merupakan tempat ratusan juta masyarakat pesisir menggantungkan kehidupannya dari aktivitas perikanan.
Namun, peningkatan pemanfaatan perikanan berpotensi mengancam kelanjutan stok spesies ikan dan kesehatan terumbu karang. Untuk mengatasi hal tersebut, World Wildlife Fund (WWF) dan Environmentasl Defense Fund (EDF) melakukan workshop yang berlangsung pada 21 – 23 Mei 2012 di Bali, Indonesia. Workshop yang berkolaborasi dengan Marine Protected Area (MPA) ini berisi diskusi tentang Rights – based Management (RBM) untuk perikanan dan implementasi keberlangsungan stok ikan untuk perikanan percontohan tertentu di Indonesia (prototype), yang meliputi perikanan kakap/kerapu di wilayah Banggai Sulawesi Tengah, perikanan handline kerapu koon dan perikanan tuna di Lombok, serta kerapu di Taman Nasional Wakatobi. Pendugaan stok yang sesuai dengan ketersediaan data perikanan Indonesia yang terbatas perlu disiapkan untuk mengelola perikanan berkelanjutan.
Beberapa metodologi pendugaan stok ikan pada skenario data terbatas saat ini sudah banyak digunakan, baik oleh kalangan ilmiah maupun para pengambil kebijakan dalam pengelolaan perikanan. Pendugaan stok dan penentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan pada skenario data terbatas berfungsi sebagai metode alternatif untuk mengelola sumber daya agar tetap dikelola secara berkelanjutan sebelum mengalami over exploitation. Maka, untuk peningkatan kapasitas ilmuan serta pengambil kebijakan di bidang stok perikanan, kedua hal tersebut perlu dilaksanakan dalam suatu lokakarya.
Kegiatan yang berlangsung pada 15-17 April 2013 di Novotel Bogor ini menghadirkan narasumber berkompeten dari EDF (Environment Defense Fund) dan KOMNAS KAJISKAN. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai kalangan, diantaranya yaitu P4KSI, DKP Seram Timur, DKP Banggai Kepulauan, DKP Wakatobi, DKP Raja Petuanan Kataloka, Staf WWF Koon, Staf WWF Wakatobi, serta akademisi dari ITK IPB dan FPIK UNDIP.
Dalam kegiatan ini, Rod Fujita dan Todd Gedamke, pembicara dari EDF (Environment Defense Fund), memberikan penjelasan tentang metode stock assessment data terbatas serta analisis PSA (Productivity-Susceptibility Analysis), ERAEF/SICA (Ecological Risk Assessment for the Effect of Fishing Framework / Scale, Intensity, and Consequence Analysis), DCAC (Depletion Corrected Average Catch Method), DBSRA (Depletion Based Stock Reduction Analysis), Catch Curves, Mortality Estimation, Sustainability Indicators (size of catch above/below the size/age at maturity), dan ORCS (Only Reliable Catch Stocks Analysis).
Analisis yang biasanya digunakan untuk menganalisis resiko semi-kuantitatif dari stok perikanan adalah analisis PSA atau Analisis Produktivitas-Kerentanan. Analisis PSA pertama kali digunakan untuk mengklasifikasikan perberdaan yang berkelanjutan bycatch di perikanan udang Australia tahun 2001. Analisis ini banyak direkomendasikan oleh organisasi dan kelompok kerja sebagai pendekatan yang masuk akal dalam penentuan risiko. Penilaian dengan analisis PSA menggunakan skor dari 1 sampai 3, dimana skor 1 berarti low (rendah) dan skor 3 berarti high (tinggi). Setiap stok yang memperoleh skor terendah pada produktivitas dan skor tinggi dalam nilai kerentanan (susceptibility) berada pada risiko tinggi terancam habis. Sementara stok dengan nilai produktivitas tinggi dan skor nilai kerentanan (susceptibility) rendah berarti mempunyai risiko rendah untuk terancam habis.
Metode analisis DCAC adalah metode yang memperkirakan hasil berkelanjutan berdasarkan hasil tangkapan rata-rata untuk perikanan dengan data terbatas, sedangkan SICA (Scale, Intensity and Consequence Analysis) merupakan analisis untuk mengidentifikasi bahaya, seperti penangkapan ikan, yang memberi dampak signifikan terhadap spesies, habitat, dan komunitas (komponen). Kedua metode ini merupakan metode yang paling mudah untuk diimplementasikan pada daerah dengan data perikanan terbatas, seperti Indonesia. Selain itu, pendugaan stok dengan metode-metode ini juga telah tersertifikasi ekolabel oleh Marine Stewardship Council (MSC) yang tentunya bertujuan menjaga sumberdaya perikanan berkelanjutan.
Tidak ketinggalan, Abdul Ghofar dari KOMNAS KAJISKAN (Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan), juga menjelaskan tentang pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan dalam menganalisis Stock Assessment dengan data terbatas. Beberapa staf WWF-Indonesia, diantaranya Maskur Tamanyira, turut serta memberikan presentasi tentang kegiatan pengambilan data di lapangan khususnya pengumpulan data Logbook perikanan tangkap di Kabupaten Luwuk-Banggai. Staf-staf WWF-Indonesia lainnya yang ikut memberikan presentasi adalah Achmad Mustofa dengan hasil pengumpulan data CPUE (Catch Per Unit Effort) dan TKG (Tingkat Kematangan Gonad) udang di Berau, Kalimantan Timur serta Jan Manuputty dari WWF-Kep. Kei yang ikut menyampaikan presentasi mengenai data Logbook Bagan di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara.
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan semangat serta berkontribusi meningkatkan kapasitas peneliti-peneliti Indonesia dan stakeholder tertentu di bidang perikanan dalam melakukan pendugaan stok dan menentukan tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan data terbatas/miskin sehingga, data-data yang dipergunakan bersifat valid dan dapat dipertanggungjawabkan untuk tujuan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Kontak: Abdullah Habibi, Koordinator Perikanan Tangkap, Program Kelautan & Perikanan WWF-Indonesia, ahabibi@wwf.or.id