KESEPAKATAN KOPENHAGEN MASIH DIRAGUKAN
Adianto P. Simamora
THE JAKARTA POST/JAKARTA
Tinggal enam pekan lagi konferensi perubahan iklim di Kopenhagen dimulai, harapan untuk mencapai kesepakatan bersejarah tetap mustahil mengingat Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengatakan bahwa masing-masing negara akan tetap keras kepala.
Gusti memperingatkan konferensi iklim di Kopenhagen pada Desember mendatang mungkin akan gagal mencapai kesepakatan untuk mengatasi perubahan iklim, terutama karena berbagai pihak tidak akan berkompromi.
""Bagi saya Kopenhagen sepertinya tidak akan sukses. Masing-masing pihak mempertahankan posisi yang sangat kuat,"" Gusti, seperti dikutip oleh pernyataan Reuters. Pernyataannya datang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berusaha keras mendorong para pemimpin dunia mencapai konsensus pada perubahan iklim.
Indonesia telah dikenal sebagai pahlawan perubahan iklim berkat Yudhoyono berjanji secara sukarela mengurangi emisi hingga 26 persen pada tahun 2020 dengan menggunakan anggaran negara. Yudhoyono juga berjanji Indonesia bisa memangkas emisi hingga 41 persen dari sektor energi dan hutan tapi negara maju harus memberikan bantuan keuangan.
Indonesia adalah negara berkembang pertama yang secara resmi menyatakan komitmennya mengurangi emisi di tengah perkembangannya yang lambat yang dibuat oleh negara-negara kaya. Pekan silam, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown memuji Yudhoyono dan Indonesia menangani isu perubahan iklim.
Jurubicara Presiden Dino Patti Djalal mengatakan Yudhoyono telah bertanya, termasuk menteri Gusti, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, dan Menteri Pertanian Suswono, untuk mempersiapkan makalah tentang negosiasi perubahan iklim di Kopenhagen yang dijadwalkan 8-17 Desember.
Pejabat tinggi PBB juga mengungkapkan pesimisme serupa tentang kemungkinan hasil kesepakatan. Sekretaris Executive baru dari Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), Yvo de Boer, mengatakan hal itu ""tidak realistis"" untuk mengharapkan sebuah perjanjian yang akan dinegosiasikan hanya beberapa minggu sebelum Kopenhagen.
Negosiator dari 190 negara akan berkumpul di Barcelona, Spanyol, dari 2-6 November untuk mencoba memecahkan jalan buntu mengenai target emisi setelah tahun 2012, ketika komitmen Protokol Kyoto berakhir.
Pada pertemuan Bangkok bulan lalu, surat-surat yang diajukan negara-negara kaya berusaha untuk Protokol Kyoto tidak mengikat secara hukum untuk menghindari terget di Barcelona. Delegasi Indonesia akan dipimpin Rachmat Witoelar, ketua eksekutif Dewan Nasional Perubahan Iklim.
KepaIa Negosiasi Indonesia Try Tharyat, mengakui hambatan dalam mencapai perjanjian baru ada karena perbedaan dalam negosiasi tidak lagi secara eksklusif antara negara kaya dan negara-negara berkembang, tetapi juga di antara negara-negara berkembang.
Namun, Direktur Iklim dan Energi WWF-Indonesias Fitrian Adriansyah optimis dan positif akan pertemuan Barcelona.