KEINDAHAN NTT DI MATA DWI ARIYOGA GAUTAMA
Oleh Sheyka Nugrahani
Dwi Ariyoga Gautama adalah salah satu fisheries officer di WWF-Indonesia Program Solor Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Walaupun di tahun 2013 mendapatkan tanggung jawab baru sebagai Bycatch Coordinator WWF-Indonesia, pria yang kerap disapa Yoga ini, tidak akan melupakan pengalaman yang dia dapat selama 5 tahun bekerja di berbagai lokasi di NTT seperti Kupang, Alor, Flores TImur dan Lembata.
Mayoritas lokasi kerja Yoga selama di NTT berpotensi besar sebagai kawasan pariwisata. Perairan di kepulauan NTT pun banyak dilalui oleh paus biru, hiu paus, pari manta dan satwa langka lainnya. Namun bagi Yoga NTT tidak hanya menawarkan keindahan alam bawah laut saja, tetapi juga pentingnya pemahaman akan kelestarian alamnya, sehingga masyarakat di beberapa kabupaten di NTT tidak lagi mengeksploitasi kekayaan alam yang mereka punya dengan mengatasnamakan “pasar”.
Tidak jarang Yoga menyaksikan secara langsung berbagai praktik penangkapan ikan secara ilegal. Banyak karang yang sudah rusak akibat aktivitas pemboman dan pembiusan ikan. Hal ini membuat Yoga geram sekaligus merasa kasihan akan para nelayan di NTT. ""Pasar sangat mengutamakan kualitas. Sayangnya, kebanyakan nelayan hanya peduli pada kuantitas dan menangani hasil tangkapan dengan cara yang kurang baik,"" tutur pria lulusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro ini. “Padahal, nilai hasil tangkapan dalam rupiah juga akan jauh lebih besar jika nelayan dapat menjaga kualitas dan terbiasa mendokumentasikan hasil-hasil tangkapannya,” lanjut Yoga.
Kondisi nyata dari praktik penangkapan ikan oleh para nelayan di Flores Timur yang cenderung merusak, memotivasi Yoga dan Tim WWF-Indonesia di NTT untuk lebih giat mensosialisasikan informasi mengenai cara penangkapan ikan ramah lingkungan dan berkelanjutan yang terangkum dalam Better Management Practices (BMP) – terutama untuk komoditas tuna. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan BMP diantaranya berkomunikasi dengan para nelayan dan instansi setempat, serta melatih masyarakat lokal untuk melakukan pemantauan independen sebagai bagian dari capacity building. Yoga pun menuangkan pengalaman survey bersama tim mengenai maraknya penangkapan ikan tuna menggunakan bom di NTT. Hasil survey ini dirilis oleh WWF-Indonesia tanggal 14 Maret 2013 dalam bentuk laporan berjudul “Potret Pemboman Ikan Tuna di Perairan Kabupaten Flores Timur”.
Walaupun kini berkantor di Jakarta, Yoga tetap berharap potensi alam laut di NTT dapat dikelola dengan baik demi kesejahteraan masyarakatnya. Apalagi sejak Juni 2013, beberapa perairan di NTT seperti Alor dan Flores Timur, resmi dijadikan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD), dengan tujuan pengelolaan SDA pesisir dan laut yang berkelanjutan.
""Seperti biota laut yang saling memberi manfaat satu sama lain, akan lebih efektif jika kerjasama antara WWF dengan pemerintah, akademisi, masyarakat dan lembaga lainnya, dapat terjalin sehingga kelautan dan perikanan Indonesia menjadi lebih baik. Metodologi boleh beda, tapi visi seharusnya sama,” ujar Yoga.
Pengalaman-pengalaman Yoga selama bekerja di NTT juga dapat dibaca selengkapnya di blog pribadi “ataplaut” miliknya.