KAMPANYE TIK TOK TIK TOK INDONESIA: DESAK PEMIMPIN DUNIA TEGAS ATASI PERUBAHAN IKLIM
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
Jakarta(29/08)-Tepat 100 hari menjelang konferensi dunia yang membahas perubahan iklim, UNFCC (United Nations Framework Conventions on Climate Change) yang akan diadakan di Copenhagen Desember mendatang, tiga LSM (Oxfam, WWF, dan Green Peace South East Asia) menggelar aksi unjuk rasa, Sabtu (29/08) sore di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.
Aksi tersebut merupakan kampanye tcktcktck atau Tik Tok Tik Tok yang diluncurkan secara serentak di Asia Pasifik dan dipusatkan di Bangkok. Aksi ini bertujuan untuk mendesak para pemimpin dunia untuk segera mengambil tindakan tegas dalam mengatasi perubahan iklim.
Dalam aksi tersebut, 8 gambar wajah kepala negara G8 dengan bendera masing-masing dipampang di tengah kolam bundaran HI. Di pinggir kolam, 23 aktivis lingkungan dengan mengenakan pakaian berwarna putih membentuk formasi sambil membawa huruf-huruf yang bertuliskan: “menunda berakibat bencana.”
“Mengapa kita memutuskan untuk menggelar aksi di bundaran HI. Selain untuk menarik perhatian banyak orang, kita juga ingin menyelaraskannya dengan pesan kita, yaitu sink or swim...yang berarti desakan kepada pemimpin G8 yang memiliki pengaruh besar untuk make fair and safe deal atau kita nantinya akan tenggelam. Karena waktu sudah semakin sempit. Menunda berarti bencana,” jelas Rully Prayoga dari Oxfam International for East Asia yang juga koordiantor Global Campaign for Climate Action (GCCA) Indonesia.
Dari kedelapan gambar tokoh G8, tampak juga gambar presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Arif Fiyanto, Juru Kampanye Publik Greenpeace South East Asia mengemukakan bahwa posisi SBY sangat strategis dalam melahirkan kebijakan lokal maupun global yang mengedepankan lingkungan khususnya dampak perubahan iklim.
”Kita mendesak SBY untuk memperbaiki kinerja pemerintahannya dalam menangani krisis iklim di Indonesia. SBY harus mampu menjadi yang terdepan dalam melahirkan komitmen internasional untuk mengatasi emisi akibat deforestasi dan terutama juga menghentikan ketergantungan kita terhadap energi kotor, seperti batu bara yang menjadi sumber utama emisi, serta mulai beralih ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, papar Arif.
Sementara dalam keterangan persnya, Direktur Iklim dan Energi WWF Indonesia Fitrian Ardiansyah mengemukakan, ”Dengan waktu yang tinggal 100 hari lagi menuju Konferensi Perubahan Iklim PBB atau UNFCCC (United Nations Framework Conventions on Climate Change) di Kopenhagen, kita harus bisa memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan pembangunan yang menjamin keberhasilan ekonomi tetapi juga menurunkan emisi gas rumah kaca dan dampak negatif lingkungan lainnya , melalui penyediaan energi bersih dengan basis ekonomi kuat lewat kesepakatan perubahan iklim yang ambisius, adil, dan mengikat pada periode pasca 2012. Dengan kata lain, negara maju bersedia menurunkan emisi 40% pada tahun 2020 di bawah level emisi tahun 1990, termasuk melakukan aksi cepat untuk adaptasi perubahan iklim di negara berkembang.”