KALANGAN PETANI BINGUNG
JAKARTA (Suara Karya) Kalangan petani di Indonesia saat ini sedang dalam kondisi bingung dan khawatir akibat terjadinya perubahan iklim. Karena itu, pemerintah pusat dan daeerah diminta memberikan sosialisasi yang tepat kepada petani untuk mengantisipasi perubahan iklim tersebut.
Penasihat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo mengatakan, saat ini petani kebingungan karena terjadi perubahan iklim. Karena itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) harus mampu memprediksi cuaca dengan baik dan tepat.
""Petani skita. adalah petani tradisional yang tahunya musim hujan Oktober-April dan musim kemarau April-Oktober. Namun, hingga sekarang (Juni), hujan masih turun di beberapa tempat,"" kata Siswono, yang juga anggota Komisi IV DPR, di Jakarta, Minggu (1/8). Siswono, yang juga mantan Ketua Umum HKTI dan Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) HKTI, ditunjuk menjadi Penasihat HKTI pimpinan Oesman Sapta Odang.
Menurut Siswono, ancaman perubahan iklim yang, ditakutkan banyak pihak sejak beberapa tahun terakhir sudah mulai terjadi. Namun, yang paling menderita akibat adanya perubahan iklim ini merupakan kalangan petani, karena sangat tergantung pada kepastian iklim. Banyak petani yang mengalami kerugian akibat adanya perubahan iklim ini.
Dengan-perubahan ini, proses budi daya dan pertanian yang tergantung kepada kondisi cuaca perlu melakukan penyesuaian. Untuk itu, BMKG harus mampu melakukan prediksi iklim dan cuaca dengan baik. BMKG juga harus mampu menyosialisasikan ramalannya dengan baik kepada petani.
Jika BMKG tidak mampu meramal dengan baik, maka petani akan kesulitan untuk menanam. Ini karena ada tanaman yang pada masa awalnya memerlukan air dan saat panen tidak atau sebaliknya. Ada pula tanaman yang cocok ditanam di musim hujan saja dan ada yang cocok di musim kemarau saja.
Contohnya, saat ini banyak kegagalan panen produk pertanian di berbagai daerah karena masih mengalami musim hujan, Seperti panen cabai dan buah-buahan serta beberapa komoditas lainnya menjadi gagal sehingga terjadi kelangkaan dan harga melonjak.
Ketika ditanya apakah kenaikan harga-harga bahan pangan dan komoditas pertanian belakangan ini menguntungkan petani, Siswono mengatakan, petani yang berhasil panen mungkin mendapat keuntungan lebih, namun petani yang gagal panen pasti rugi. Tapi, jika untung pun petani -hanya bisa menikmatinya sekali dalam setahun.
""Jadi tidak bisa digeneralisasi. Petani cabai yang gagal panen, tentu rugi. Namun, petani yang bisa panen bisa untung besar, karena harganya bisa mencapai di atas Rp 50.000 per kilogram. Tapi, ini juga dinikmati petani hanya sekali dalam setahun,"" tuturnya.
Sebelumnya, terkait dengan keberpihakan terhadap petani, Ketua Harian HKTI Sutrisno Iwantono meminta pemerintah membentuk bank yang khusus menangani masalah pertanian. Ini diwujudkan agar akses petani terhadap permodalan semakin mudah. ""Perlu dibentuk bank pertanian agar petani dapat membeli sarana untuk produksi,"" katanya.
Sejak dulu, merTurut dia. sebenarnya ada BRI yang dibentuk bertujuan membaniu petani dan nelayan. Namun, saat irri BRI tidak lagi fokus mengurus pertanian. Jadi, jika perlu dibuat bank yang baru untuk mengurus pertanian. (Andrian)