HARGA SIRIP HIU MENURUN, NELAYAN DOBO BERALIH KE IKAN KONSUMSI
(editor : Ninish Fajrina)
oleh Ranny Ramadhani Yuneni
Tahun 2009, penelitian WWF-Internasional memperkirakan total tangkapan sampingan (Bycatch) dari perikanan global mencapai angka 40,4%. Spesies yang terjerat bycatch pun beragam, mulai dari penyu, burung laut, mamalia laut seperti lumba-lumba danpaus hingga hiu. Tim bycatch WWF-Indonesia melakukan survey bycatch gillnet (jaring nelayan) mulai dari November hingga Desember di beberapa daerah potensi bycatch tinggi. Diantaranya Padang, Kep. Riau, Bangka, Cilacap, Banyuwangi, Puger, Takalar dan Kep. Aru. Salah satu daerah yang menarik yaitu Dobo yang berada di Kepulauan Aru Tenggara, Maluku. Memiliki kekayaan laut yang melimpah, Dobo mampu menarik nelayan luar daerah untuk mencari ikan di wilayah Dobo. Namun,para nelayan Dobo menjadikan hiu sebagai target tangkapan, bukan lagi sekedar hasil bycatch.
Nelayan menunturkan bahwa hiu memang menjadi target tangkapannya selama ini karena harga jual yang tinggi. Harga hiu mampu menembus 1,3 juta per kilonya, namun seiring dengan bergulirnya aksi penyelamatan hiu dan juga beberapa daerah yang telah membuat peraturan daerah atau peraturan lokal masyarakat untuk melindungi hiu, pada 2013 harga hiu pun menurun drastis. Hanya mampu menembus 800 ribu per kilo, itupun hanya laku di pasar nasional. Biasanya hiu yang didapat akan dikirim ke Surabaya untuk selanjutnya diekspor. Menurunnya harga disebabkan oleh banyaknya negara konsumsi hiu terbesar telah membuat peraturan perlindungan hiu, sehingga permintaan terhadap ekspor hiu pun berkurang drastis. Selain penurunan harga jual hiu, Dobo juga menerapkan sistem pembatasan quota bahan bakar minyak (BBM) yang menyebabkan kerugian pada nelayan. Nelayan harus menunggu satu hingga dua bulan untuk memenuhi tangki bahan bakar yang digunakan melaut.
Nelayan Berpindah Haluan
Semenjak harga sirip hiu menurun dan biaya operasi melaut yang tinggi akibat pembatasan quota BBM, nelayan memutuskan untuk beralih mencari ikan Kakap Merah, Kerapu, Bawal, Tongkol, Tenggiri dan lainnya yang termasuk dalam kategori ikan yang sering dikonsumsi, atau tidak melaut sama sekali dari pada merugi. Hiu menjadi dua sisi mata uang, sisi pertama penurunan harga yang berpengaruh kepada penurunan penangkapan oleh nelayan membawa dampak ekologi laut yang baik. Sementara sisi lain, nelayan bagai kehilangan tambang emasnya karena penurunan harga jual hiu. Dibutuhkan peranan berbagai pemangku kepentingan, salah satunya Pemerintah dalam membuat kebijakan larangan penangkapan hiu agar berdampak baik juga kepada masyarakat. Selain itu peran WWF dan publik sangat dibutuhkan dalam melakukan sosialisasi perlindungan hiu kepada nelayan, sehingga nelayan tidak merugi meski bukan hiu target tangkapan mereka. Saat ini tim WWF-Indonesia sedang melakukan pemetaan nilai ekonomi nelayan ketika menangkap hiu. Hasil tersebut akan menjadi rekomendasi untuk pemerintah pada saat pembuatan kebijakan perlindungan hiu. Selain itu, WWF juga akan melakukan mitigasi bycatch hiu, yang akhirnya akan disusun Better Management Pratice untuk hiu.
Informasi lebih lanjut hubungi Dwi Ariyoga Gautama (kordinator Bycatch - WWF Indonesia) email : dariyogagautama@wwf.or.id