EKSPEDISI KEI BESAR I : TEMUAN SISTEM PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAUT MASYARAKAT LOKAL
oleh Nara Wisesa
TIM EKSPEDISI :
WWF (Meentje Simatauw, Christian N. Handayani, Nara Wisesa, Taufik Abdillah)
UNPATTI (Yoisye Lopulalan, Pieter Soselisa, Marvin M. Makailipessy)
DKP Maluku Tenggara (Mufti Ingratubun, Simon Silubun)
Kepulauan Kei, Maluku Tenggara memiliki dua pulau utama yaitu Kei Kecil dan Kei Besar. Kei kecil menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Maluku Tenggara, hal itu sangat berbeda jauh dengan kei besar yang mengalami keterlambatan pengembangan infrasutruktur serta tingkat ekonominya. Akhir November hingga awal Desember 2013 kemarin, WWF-Indonesia bekerja sama dengan Universitas Pattimura (UNPATTI), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Tenggara, dan DKP Maluku Tenggara Barat melakukan kegiatan Inner Banda Arc Rapid Assessment di kawasan Busur Dalam Laut Banda, Maluku atau nama bekennya ekspedisi Kei.
Dua tim yang berisikan perwakilan-perwakilan dari institusi-institusi tersebut melakukan ekspedisi secara bersamaan, satu tim di Yamdena, Maluku Tenggara Barat, dan satu tim lagi di Kei Besar, Maluku Tenggara. Tujuan utama dari ekspedisi ini adalah untuk mendapatkan data dasar (baseline data) dan informasi primer mengenai cara-cara penggunaan sumber daya laut secara tradisional, hak kepemilikan adat/ulayat, dan sistem pemerintahan komunitas-komunitas pesisir yang diterapkan oleh Masyarakat di Kei Besar dan YamdenaTim Kei Besar terdiri atas tiga orang peneliti dari UNPATTI, dua orang staf DKP Maluku Tenggara sebagai fasilitator lokal, dan empat orang staf WWF-Indonesia dimulai dengan perjalanan pesawat terbang dari Ambon ke Langgur, ibukota kabupaten Maluku Tenggara yang terletak di pulau Kei Kecil.
Tim Ekspedisi Kei Besar resmi memulai kegiatan pada hari Minggu, tanggal 25 November 2013. Tim berangkat dari pelabuhan Langgur menggunakan kapal cepat reguler menuju Elat, ibu kota kecamatan Kei Besar. Selama dua minggu sampai tanggal tiga Desember, tim mengunjungi enam Ohoi (desa) di Kei Besar, bergerak dari desa ke desa menggunakan kendaraan umum, ojek motor, dan speed boat milik warga setempat. Ternyata ditemui beberapa sistem pengelolaan perikanan dan kelautan yang dilakukan masyarakat setempat seperti :
- Bameti adalah aktivitas pemanfaatan secara tradisional sumber daya alam yang terdapat di zona pasang surut (meti), yang umumnya dilakukan oleh kaum perempuan penghuni Ohoi-ohoi di pesisir Kei Besar untuk menjawab ketercukupan kebutuhan pangan (protein). Kegiatan ini penting untuk mempertahankan kekerabatan dan solidaritas sosial di antara penduduk ohoi-ohoi pesisir, sehingga menjadi forum yang mempererat ikatan sosial bagi masyarakat pesisir Kei. Bameti juga merepresentasikan hak yang dimiliki oleh masyarakat kei, terutama oleh kaum perempuan, untuk memanfaatkan sumber daya alam di kawasan meti.
- Sasi (juga disebut hawear/yot) adalah sistem tradisional yang berupa aturan/larangan secara adat terhadap pengambilan/pemanfaatan sumber daya alam di kawasan tertentu pada waktu-waktu tertentu dan terhadap sumber daya tertentu.
Sasi ini sudah sering kita dengar di beberapa kawasan pesisir. Sumber daya yang di-sasi biasanya yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sasi juga bisa dianggap sebagai sebuah bentuk sistem pengelolaan kuota sumber daya alam secara tradisional yang merepresentasikan kepemilikan masyarakat terhadap sumber daya laut yang terdapat di kawasan mereka, dan sebagai perlindungan terhadap keterlangsungan sumber daya yang merupakan hak seseorang atau kelompok warga Kei. Selain itu, praktik ini mendefinisikan peran yang jelas dari masing-masing anggota masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam, dan juga mengatur bagaimana orang dari luar dapat turut memanfaatkan sumber daya yang di-sasi.
Sasi ditandai dengan adanya janur kelapa muda yang diletakkan atauditancapkan di kawasan lokasi sumber daya yang akan disasi. Para pelanggar sasi akan dikenakan sanksi adat, yang bisa berupa denda uang, barang, hukuman sosial, dan bahkan berupa kutukan yang bersifat supernatural. Sasi atau sejarahnya masih dapat ditemukan di lokasi-lokasi yang dikunjungi tim, dua desa yang dikunjungi tim sudah tidak lagi menerapkan sasi. Sasi pun mengalami perubahan selama beberapa dekade dan semua sasi tidak pernah menjadi peraturan ohoi secara tertulis.
- Pola Pemanfaatan Sumber Daya. Perlu dicatat jugabahwa pemanfaatan sumber daya laut oleh masyarakat Kei Besar sangat tergantung pada musim. Aktivitas di laut, terutama di “air biru” (laut lepas) hanya bisa dilakukan ketika musim angin tenang. Ketika kondisi laut kurang bersahabat, maka orientasi kegiatan masyarakat akan beralih ke darat. Pada umumnya, musim angin barat di Kei dimulai akhir Desember sampai Maret; Musim pancaroba barat ke timur pada bulan April; musim angin timur dimulai bulan Mei hingga awal September; dan musim pancaroba timur ke barat dari akhir September hingga awal Desember. Akan tetapi, pola musim ini beberapa tahun terakhir mulai mengalami anomali, hingga memprediksi musim angin di Kei kini menjadi agak sulit.
ISTILAH MASYARAKAT KEI MENDEFINISIKAN KAWASAN PERAIRAN
Waar = batas antara laut dan darat (pantai)
Ngan = kawasan yang terletak antara karang dan pantai
Sor = kawasan rataan karang
Sawan = tubir
Nam = laut lepas