BERSAMA NELAYAN BANYUWANGI, BANTU PENYU BEBAS DI LAUT LAGI
Penulis: Sanny Tri Utami (Bycatch and Sharks Conservation Assistant)
Tidak dipungkiri, aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan seringkali bersinggungan dengan jalur migrasi biota laut yang terancam punah, penyu salah satunya. Perairan Banyuwangi hingga Bali adalah contoh lokasi penangkapan ikan yang juga merupakan daerah migrasi dan lokasi makan bagi penyu. Penyu biasanya tak sengaja tertangkap oleh nelayan Banyuwangi yang melaut hingga perairan Selat Bali, melalui alat penangkap ikan rawai (long line).
Rawai terbentuk dari tali yang sangat panjang (main line) dan tali cabang (branch line) dengan mata pancing yang berderet dengan jarak tertentu. Di mata-mata pancing inilah, setidaknya dua puluh ekor penyu tertangkap oleh satu buah kapal setiap tahunnya.
Nelayan punya peran penting dalam mencegah punahnya penyu akibat tertangkap dengan tidak sengaja (bycatch). Maka, bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, tim Best Management Practice (BMP) WWF-Indonesia mengadakan pelatihan penanganan bycatch penyu pada 138 nelayan Banyuwangi.
Pelatihan ini berlangsung selama enam hari pada akhir Agustus 2016 lalu di Desa Bengkak, Desa Badean, Desa Grajagan Pantai, dan Desa Bomo (Rogojampi). Keempat desa ini dipilih sebagai lokasi pelatihan untuk menjangkau nelayan dengan daerah penangkapan ikan yang berpotensi tinggi bersinggungan dengan jalur ruaya penyu.
Peserta pelatihan dibatasi sebanyak 10-30 nelayan setiap sesinya agar kegiatan berjalan kondusif, dengan diskusi aktif dan pemahaman materi yang baik. Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan ini, nelayan dapat melakukan penanganan tepat terhadap penyu yang tertangkap, langsung di atas kapal. Sehingga, mereka pun dapat berkontribusi besar dalam gerakan pelestarian penyu.
Selama pelatihan, nelayan tampak antusias mengikuti rangkaian kegiatan mulai dari pengisian pre-test, penjelasan materi panduan penanganan penyu yang tertangkap di atas kapal, praktik penggunaan de-hooker khusus untuk nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing, pengisian post-test di akhir acara.
Hal yang tak kalah menarik adalah, masyarakat Banyuwangi menganggap penyu sebagai hewan yang sakral dan tidak boleh naik ke atas kapal. Mereka percaya, penyu di atas kapal akan membawa sial, sehingga nelayan tidak mendapat ikan selama melaut.
Para nelayan Banyuwangi tidak memerlukan waktu lama untuk menyepakati bahwa penyu yang tidak sengaja tertangkap harus segera dilepaskan kembali. Penting bagi mereka untuk memastikan penyu dilepas dalam keadaan aktif kembali tanpa senar pancing atau jaring yang membelit tubuh mereka.
Tentunya, pelatihan BMP penanganan penyu bycatch ini bukan yang terakhir kalinya. Tim BMP akan terus melanjutkan pendampingan terhadap beberapa kelompok nelayan terpilih yang memiliki perjumpaan tinggi dengan penyu pada aktivitas perikanan tangkapnya. Masa depan penyu di perairan Indonesia, memang ada di tangan nelayan kita.