BADAK MATI DITEMUKAN DI SEKITAR AREAL TN. UJUNG KULON
Serang (30/05)-Seekor badak jantan ditemukan di sekitar areal Nyiur (060 40’ 34,1” E – 1050 20’ 22,3”) - Taman Nasional Ujung Kulon, pada hari Kamis, 20 Mei 2010, pukul 14.40 WIB. Lokasi kematian badak dikenal sebagai jalur lintasan/pergerakan badak, dan individu yang mati tersembunyi di bawah pohon.
Menurut laporan yang disusun oleh Project Leader WWF-Indonesia di Ujung Kulon Adhi Rahmat S. Hariyadi dan Drh. Hendarti dari Dinas Peternakan Kabupaten Serang, Provinsi Banten, badak tersebut ditemukan Baehaki dan tiga personil Tim Inventarisasi Badak Jawa lainnya dalam kondisi berupa tulang belulang dengan keberadaan larva (belatung) pada cula dan kuku-kuku kaki. Bagian tubuhnya selain tulang, gigi, cula, dan kuku sudah terdekomposisi.
Berdasarkan kondisi kerangka dan tulang, badak tersebut diperkirakan mati sekitar 2-3 bulan yang lalu dengan mengeliminir kemungkinan perburuan karena cula dan menur (beberapa bagian yang biasanya menjadi incaran pemburu) masih berada di lokasi. Tampak ada tanda-tanda hewan yang memakan badak setelah mati dengan tertariknya bagian kepala ke sebelah barat.
Sementara data dan informasi lapangan lain mengenai badak yang mati tersebut menyebutkan bahwa posisi kematian badak berbaring pada sisi kanan dengan kondisi cula, kerangka, dan gigi-giginya yang masih baik. Berdasarkan ukuran kerangka dan keberadaan cula, dapat disimpulkan bahwa kerangka ini berasal dari badak jantan dewasa, dan dengan fakta yang sama dapat dipastikan badak mati bukan karena perburuan liar.
Mengacu pada informasi yang didapat dari kematian badak di tahun 2000 dan juga penjelasan Dr. Van Strien mengenai indikasi penyebab kematian berdasarkan posisi kematian badak, maka ada kesan bahwa kematian badak di Nyiur ini bukan karena usia tua ataupun kondisi gigi yang sudah aus (mekanisme digesti yang menurun). Pengamatan pada gigi geraham badak menunjukkan bahwa gigi geraham paling belakang (geraham bungsu) belum tumbuh, sehingga dapat disimpulkan bahwa individu badak ini belum mencapai usia tua.
Berdasarkan keadaan kondisi lingkungan di sekitar kerangka, terkesan badak mati dengan cepat tanpa mengalami rasa nyeri yang berkepanjangan (tidak ada kerusakan akibat terjangan badak yang menderita nyeri – seperti yang terjadi pada kematian badak di bulan Februari 2003). Hal seperti ini sering juga terjadi pada kuda yang mati mendadak (sudden death) akibat gangguan pada fungsi jantung yang disebabkan oleh over exercise (Cardiomyopathy). Fraktura pada tulang panggul dapat terjadi akibat hempasan yang keras saat badak terjatuh, atau terjadi setelah kematian / akibat gangguan hewan lain yang memakan sisa-sisa bangkai badak tersebut.
Analisis patologi tidak mungkin dilakukan mengingat kondisi karkas yang sudah terdekomposisi dan hanya menyisakan tulang belulang. Namun demikian ada beberapa tindak lanjut yang akan dilakukan yaitu verifikasi gigi herbivora (kondisi dan usia) oleh dokter hewan yang telah dilakukan pada tanggal 26 Mei 2010 di kantor balai TNUK, analisis tanah di sekitar kerangka badak yang meliputi: logam berat (Hg) dan bahan toksik (Sianida), mikroorganisme (E. Coli, Salmonella, Staphylococcus), Trypanosoma, Anthraks, serta penelusuran kemungkinan kejadian Cardiomyopathy pada badak.