WISATA DUYUNG DI ALOR: BISAKAH DIATUR KEBERLANJUTANNYA?
Oleh: Made Dharma (Alor & Flotim MPAs Coordinator WWF-Indonesia)
Kalabahi akhir-akhir ini mendapat makin banyak kunjungan pihak wisatawan asing maupun domestik yang ingin melihat duyung di Alor. Bersyukur bahwa kelompok masyarakat serta pemerintah telah memikirkan bersama bagaimana mengelola pariwisata secara bertanggung jawab agar Duyung dan habitatnya tetap terjaga lestari. Pada 18 Januari 2018 lalu, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor dan Dinas Pariwisata Kabupaten Alor bekerja sama dengan WWF-Indonesia melakukan Pertemuan Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati Alor tentang Pedoman Wisata Duyung di SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya.
Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Workshop inisiasi kebijakan pengelolaan Duyung di SAP Selat Pantar dan laut sekitarnya yang dilakukan pada bulan September 2017 oleh DKP Provinsi NTT. Salah satu kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut adalah perlu dilakukan penyusunan aturan atau kode etik yang mengatur pemanfaatan wisata Duyung di kawasan konservasi SAP Selat Pantar, serta penelitian lanjutan mengenai duyung dan habitatnya.
Pembahasan rancangan Peraturan Bupati ini dihadiri oleh stakeholder yang berasal dari unsur pemerintah, yaitu Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Alor, Biro Hukum Setda Alor, BKSDA Wilayah Konservasi 4, Kepala Desa Munaseli, Kepala Desa Pante Deere dan Satpolair Polres Alor. Stakeholder dari unsur masyarakat, yaitu Forum Komunikasi Nelayan Kabola (FKNK), Pokmaswas Cinta Persahabatan Desa Pante Deere dan Pokmaswas Tanjung Muna Desa Munaseli serta stakeholder dari Himpunan Peramu Wisata (HPI) Kabupaten Alor. Hasil dari pertemuan ini adalah rancangan final dari Peraturan Bupati yang akan diajukan oleh tim perumus ke Bagian Hukum Setda Alor untuk review lebih lanjut.
Pedoman Wisata Duyung di SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya Kabupaten Alor
Sebagai salah satu rancangan final, diajukan Peraturan Bupati yang berisikan aturan penyelenggaraan operasional kegiatan wisata dan pengamatan duyung. Terdapat batasan-batasan kegiatan wisata pengamatan duyung yang mencakup batasan kapal, batasan kunjungan, dan batasan interaksi yang diperbolehkan saat pengamatan. Batasan ini disusun agar dapat menjadi Prosedur Operasional Standar (POS) dalam melaksanakan kegiatan wisata melihat Duyung di dalam Kawasan Konservasi Perairan. POS disusun berdasarkan rekomendasi dari kajian yang dilakukan tim survei konservasi dugong dan lamun (DSCP) melalui WWF-Indonesia dan mitra terkait yang bertujuan untuk mengamati tingkah laku dan perekaman bioakustik (suara) duyung. Rekomendasi yang ada mengarahkan bagaimana sebaiknya kegiatan wisata dilakukan, agar tidak mengganggu aspek biologi dan merubah tingkah laku mamalia laut tersebut. Selain itu, POS yang ada juga melengkapi peraturan mengamati duyung yang sebelumnya telah disusun oleh kelompok masyarakat setempat.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT selaku pengelola Kawasan Konservasi Perairan SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya menunjukkan dukungan dengan memberikan bimbingan teknis dan sosialisasi tentang pedoman pemanfaatan wisata di dalam Kawasan Konservasi Perairan. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, yang diwakili oleh pejabat Kepala Seksi Konservasi, Budi Kabosu menyatakan, terdapat empat Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang telah diinisiasi oleh Pemetintah Kabupaten, yaitu Alor, Lembata, Flores Timur dan Sikka. Inisiasi ini dilakukan dalam upaya menjaga keanekaragaman hayati laut Indonesia dan memberi manfaat berkelanjutan bagi masyarakat pesisir di NTT sesuai mandat UU 23 tahun 2014, provinsi menindaklanjuti proses pengelolaan kawasan–kawasan konservasi perairan tersebut.
Beberapa langkah yang akan dilakukan bersama, yaitu dibentuknya unit pengelola Kawasan Konservasi Perairan berupa kantor cabang dinas yang akan ditempatkan di Kabupaten Alor. Sehingga rentang kendali jarak pengelolaan kawasan konservasi dapat dilakukan dengan lebih efektif. Lebih lanjut Budi Kabosu menyebutkan bahwa berdasarkan pedoman umum pemanfaatan wisata dalam kawasan konservasi konsepnya bukan pariwisata massal (mass tourism) melainkan ekowisata atau pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat dan konservasi. Selain itu, DKP NTT juga akan membangun pusat informasi di SAP Selat Pantar dimana nantinya akan dilakukan sosialisasi dan pendidikan lingkungan tentang konservasi Duyung dan habitatnya.
“Kolaborasi menjaga Keanekaragaaman Hayati laut di SAP Selat Pantar, khususnya Duyung dan habitatnya merupakan salah satu strategi dan kebijakan pemerintah Provinsi NTT dalam mengembangkan sektor pariwisata dengan tujuan untuk melestarikan sumber daya alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan sektor pariwisata di NTT, diperlukan usaha bersama, koordinasi serta sinergisitas antara pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota,” ujar Budi. Dalam kesempatan tersebut, disampaikan pula bahwa DKP Provinsi NTT, DKP Kabupaten Alor dan Dinas Pariwisata Kabupaten Alor menyambut baik dukungan pendampingan teknis dari berbagai pihak seperti WWF serta mitra lainnya dalam usaha mendukung pengelolaan sektor pariwisata, perikanan dan kelautan di Provinsi NTT.
Saat ini WWF bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui program DSCP (Dugong and Seagrass Conservation Program) memberikan pendampingan teknis pada pengelolaan duyung di SAP Selat Pantar. Melalui kolaborasi yang dilakukan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, pihak universitas serta mitra LSM, diharapkan dapat mencapai cita-cita pengelolaan duyung dan habitatnya yang efektif dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat serta tetap terjaga kelestariannya.