UJUNG KULON, SURGA DI UJUNG BARAT PULAU JAWA
Oleh: Natalia T. Agnika dan Ciptanti Putri
Selama ini masyarakat hanya mengenal Ujung Kulon sebagai kawasan lindung bagi konservasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Padahal, kawasan yang terletak di ujung barat Pulau Jawa ini menyimpan berbagai keanekaragaman hayati yang mencakup ekosistem daratan, perairan laut, dan pesisir pantai. Bahkan UNESCO sejak 1991 sudah menetapkan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai situs warisan alam dunia.
Taman Nasional Ujung Kulon memiliki luas 122.956 hektare, merupakan tempat tinggal sejumlah spesies yang dilindungi, seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis aigula), dan anjing hutan (Cuon alpinus javanicus). Berbagai keanekaragaman hayati yang unik juga menjadikan Ujung Kulon sebagai rumahnya. Madu hutan (odenk), berbagai jenis burung kicau, karang hias, ikan hias, udang lobster, bambu rotan, kura-kura, monyet, dan banteng adalah contoh keanekaragaman hayati unik yang juga dieksplorasi oleh masyarakat di sana.
Pesona alam yang indah beserta flora-fauna yang unik tersebut menjadikan kawasan ini bak “surga” yang menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Sebut saja Pulau Peucang. Begitu menginjakkan kaki di pulau itu, wisatawan akan disambut dengan pasir putih nan lembut yang dikelilingi air laut jernih berwarna hijau kebiruan. Babi hutan dan monyet penghuni pulau pun tak sungkan menyapa para pengunjung yang datang. Potensi wisata lainnya adalah padang penggembalaan banteng di Cidaon, air panas di Gunung Honje, pendaratan penyu di Ciramea, canoing di Cigenter, dan lokasi surfing di Palm Point Pulau Panaitan.
Tak kalah indahnya, ekosistem bawah laut di Ujung Kulon. Berbagai jenis terumbu karang beserta ikan hias dan ikan karang dapat ditemui di sana. Di Pulau Peucang, tepatnya di Karang Careh, terdapat batu menjulang di kedalaman 15-18 meter. Di sana terdapat grouper, ekor kuning, surgeon fish, lobster, soft coral garden, nudibranch, penyu sisik, sotong, ikan pari totol biru, lion fish, clown fish, ikan kue, puffer fish, ikan kakap, seafan, udang, dan moray. Sedangkan di Taman Laut Pulau Badul, penyu sisik bertelur di tempat ini sepanjang Juli-Agustus. Beberapa kawasan di Ujung Kulon lainnya juga memiliki potensi wisata bawah laut, seperti Karang Copong di Pulau Peucang, Legon Lentah di Pulau Panaitan, Pulau Oar, dan Pantai Paniis.
Surga di ujung barat Pulau Jawa ini merupakan harta yang sangat bernilai. Sayangnya, saat ini kondisi ekosistem bawah laut tersebut mengalami penurunan dan kerusakan. Ibarat dua sisi mata uang, kekayaan alam bawah laut yang melimpah dan indah jelas memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi sebaliknya, berdampak negatif bagi lingkungan jika tidak dijaga. Sebagai contoh, kasus penangkapan ikan dan biota laut lainnya oleh sekelompok nelayan dari daerah lain dengan bom, potasium, dan jaring genjring. Cara-cara seperti itu dapat merusak terumbu karang. Padahal, terumbu karang merupakan tempat tinggal dan tempat berkembang biak bagi ikan dan biota laut lainnya. Ancaman lain yang tak kalah berbahayanya adalah limbah buangan dari praktik kegiatan tambak udang, yang menyebabkan perairan di sekitarnya menjadi keruh.
Menyadari dampak buruk dari berbagai aktivitas manusia yang semakin meningkat di kawasan Ujung Kulon, WWF-Indonesia Program Ujung Kulon membuat berbagai strategi dalam upaya mempertahankan kelestarian alam di sana. Salah satunya, mengembangkan sumber-sumber mata pencaharian alternatif melalui kegiatan ekowisata. Kegiatan lainnya adalah transplantasi terumbu karang, bekerja sama dengan operator-operator wisata. Sebuah program konservasi terumbu karang bernama “Revive the Reef” diinisiasi oleh WWF-Indonesia beberapa saat yang lalu. Program konservasi ini melibatkan korporasi dan masyarakat lokal dalam upaya memulihkan kawasan terumbu karang yang kritis. “Revive the Reef” memungkinkan partisipasi aktif korporasi serta masyarakat untuk peduli terhadap pengelolaan sumber daya alam laut dengan beraksi nyata dalam proses transplantasi terumbu karang sebagai habitat penting biota laut.