WWF-INDONESIA HADIRI LOKAKARYA ROTAN LESTARI DI VIENTIANE, LAOS
Jakarta – Pengelolaan rotan lestari adalah salah satu program yang telah dikembangkan oleh WWF Greater Mekong Programme di tiga negara, Kamboja, Laos dan Vietnam. Dalam upaya pembelajaran pengelolaan rotan lestari di kawasan Greater Mekong, WWF-Indonesia akan hadir dalam lokakarya evaluasi final program rotan, pada tanggal 1-2 November 2011 di Vientiane, Laos. WWF-Indonesia akan diwakili oleh Koordinator Nasional Heart of Borneo (HoB), Wisnu Rusmantoro dan Koordinator Muller Schwanner, Ambang Wijaya.
Program rotan berkelanjutan di Kamboja, Laos dan Vietnam telah dikembangkan oleh WWF Greater Mekong Program sejak tahun 2007 melalui dukungan European Union dan IKEA. Tujuan lokakarya dua hari mengenai rotan ini adalah untuk berbagi pengalaman dari praktik-praktik pengelolan terbaik rotan lestari, yang dapat juga direplikasi di negara-negara lain produsen rotan, seperti Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara produsen rotan yang penting. Berdasarkan analisis terakhir perdagangan rotan oleh WWF, sekitar 80 persen rotan di pasar global berasal dari Indonesia. Ini kira-kira setara dengan 37.000 ton atau senilai 34 juta dollar . Konsumen utama rotan adalah European Union dan China. Rotan tidak hanya menyediakan berbagai manfaat untuk kebutuhan pendukung, seperti bahan peralatan rumah dan rumah tangga, obat-obatan serta makanan, tetapi juga sumber pendapatan. Sayangnya sumberdaya rotan di Indonesia terancam punah akibat perusakan hutan sebagai habitat rotan dan tiadanya strategi pengelolaan rotan nasional yang konsisten.
Walaupun Indonesia merupakan sumber lebih dari 80 persen bahan baku rotan dunia, namun pada kenyataannya industry rotan dan produk rotan dalam negeri Indonesia justru semakin menciut dan mengecil kontribusi ekonominya. Sementara di pasar dunia, produk rotan semakin tersingkir dan kalah oleh produk rotan imitasi.
Pengaturan supply bahan baku rotan melalui mekanisme buka-tutup ekspor sejak tahun 1979 ternyata tidak pernah membuat industri produk rotan Indonesia bisa tumbuh dan berkembang, apalagi menjadi industri kelas dunia, sementara di hulu, para petani rotan tetap mengeluh karena rotan tidak laku dan memberikan nilai ekonomi yang sepadan.
“Seharusnya memang supply bahan baku, dikelola secara terintegrasi bersama dengan variable lain yaitu konsumsi, bahan substitusi, pendatang baru, persaingan internal industri serta peran positif dari pemerintah, agar rotan bisa memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi bagi para pemangku kepentingan, namun tetap dalam koridor kelestarian hutan sebagai habitat ekosistem rotan,” ujar Lisman Sumardjani, ahli rotan dari Yayasan Rotan Indonesia.
Terkait program rotan lestari, WWF-Indonesia bekerja sama dengan Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan dan Yayasan Teropong, bersama dengan pakar rotan Lisman Sumardjani dari Yayasan Rotan Indonesia, kembali memfasilitasi program penguatan pasar dan industri rotan lestari di salah satu kawasan HoB yaitu Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah sebagai bagian dari upaya pencapaian pengelolan rotan secara terintegrasi. “Pengembangan rotan lestari di Kabupaten Katingan diharapkan tidak hanya memberi dampak pada peningkatan kesejahteran masyarakat dan upaya pengurangan tekanan terhadap hutan, namun juga upaya pelestarian jenis rotan itu sendiri,” ungkap Wisnu Rusmantoro. Lebih lanjut menurut Wisnu, dengan mengembangkan rotan dapat menghutankan kembali suatu kawasan yang telah rusak. Upaya-upaya pengelolaan rotan lestari terintegrasi yang mencakup hulu dan hilir, mulai dari produksi sampai kepada pemasaran produk, pada akhirnya juga selaras dengan visi inisiatif HoB yaitu konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Keberhasilan program HoB hanya akan bisa dicapai bila masyarakat yang ada di dan sekitar kawasan hutannya mendapatkan manfaat dari hutan, misalnya rotan, sehingga mereka tetap akan menjaga dan memelihara kelestarian hutan yang ada di sekitar lingkungan kehidupan mereka.
Sementara menurut Thibault Ledecq, Koordinator Regional Proyek Rotan WWF Program Greater Mekong, ini saatnya bagi Indonesia beralih ke praktik pengembangan rotan lestari apabila ingin mendapatkan manfaat dari rotan di masa depan. “Pasar internasional menuntut produk rotan yang legal dan bersertifikat. Banyak Negara telah menempatkan kebijakan perdagangan yang mewajibkan keberlanjutan dan asal-usul produk, maka produsen cerdaslah yang diuntungkan dari adanya rotan lestari,” ujar Ledecq menambahkan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
- Elisabeth Wetik,
HoB National Communication Officer, WWF-Indonesia
Mobile: +6281398713882
Email: ewetik@wwf.or.id
- Thibault Ledecq
Regional Rattan Project Coordinator, WWF Greater Mekong Programme
Mobile: +865 20 2241 3102
Email: thibault.ledecq@wwf.panda.org
- Noy Promsouvanh
Regional Communications Officer, WWF Sustainable Rattan Program
Mobile: +856 20 2221 6929
Email: noy.promsouvahn@wwf.panda.org
Catatan untuk Redaksi:
Ada 600 jenis rotan di dunia. Rotan adalah jenis tumbuhan pemanjat yang masuk dalam kelompok palem-paleman yang tersebar di seluruh wilayah Greater Mekong (Kamboja, Laos dan Vietnam). Lebih dari 90 persen rotan olahan dari Greater Mekong berasal dari hutan alam. Eksploitasi yang berlebih mengancam sumber pendapatan penting bagi masyarakat local, dimana sekitar 50 persen pendapatan masyarakat berasal dari rotan di kawasan ini. www.panda.org/rotan
Volume perdagangan rotan rata-rata menurun dari 87.000 ton di tahun 2006 menjadi 62.000 ton pada tahun 2008. Pernyebabnya adalah berkurangnya sumberdaya rotan dan hilangnya hutan. Analisis WWF mengenai perdagangan rotan, “Perdagangan Rotan Global: Tekanan pada Sumberdaya Hutan’, dapat didownload di www.panda.org/rotan
Tentang WWF Indonesia
WWF adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta suporter dan memiliki jaringan yang aktif di lebih dari 100 negara. Di Indonesia bergiat sebagai organisasi nasional berbentuk yayasan dan bekerja di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan di17 provinsi. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkankeanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia melalui: mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; memfasilitasi upaya multipihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan prosesproses ekologis pada skala ekoregion; melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hokum yang mendukung konservasi; dan menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selebihnya tentang WWF-Indonesia dapat mengunjungi website http://wwf.or.id/ dan situs keanggotaan WWF-Indonesia di http://supporterwwf.org/
Tentang Heart of Borneo
Heart of Borneo adalah sebuah inisiatif yang dirancang sebagai program pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi yang bertujuan mempertahankan keberlanjutan manfaat salah satu hutan terbaik yang masih tersisa di Borneo bagi kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Cakupan kerja Heart of Borneo membentang pada rangkaian dataran tinggi Borneo yang terhubung secara langsung dengan dataran rendah di bawahnya. Wilayah kerja ini melintasi Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, kawasan Heart of Borneo mencakup 3 provinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kabupaten Kapuas Hulu termasuk di dalam kawasan Heart of Borneo. Silakan kunjungi situsnya di www.wwf.or.id/HeartofBorneo atau www.heartofborneo.or.id.
“Global Rattan Trade: Pressure on Forest Resources – Analysis and Challenges”, WWF, 2011