SI RAKSASA LEMBUT, GURANO BINTANG, MASUKI RUANG KULIAH PERIKANAN
Manokwari (18/06) – Universitas Negeri Papua (UNIPA) bersama dengan WWF-Indonesia memberikan kuliah umum di ruang pertemuan perikanan UNIPA mengenai aspek biologi dan ekologi dari spesies Rhincodon typus berdasarkan beberapa penemuan menarik dari penelitian-penelitian sebelumnya. Brent Stewart, Ph.D., J.D., peneliti ekologi kelautan senior dari Hubbs Seaworld Research Institute (HSWRI), San Diego, California, Amerika Serikat, menjadi pembicara dalam sesi kuliah tersebut.
Gurano Bintang, atau Hiu Paus adalah ikan terbesar di dunia yang secara ironis tidak banyak diungkapkan peran dan pentingnya spesies raksasa tersebut bagi lingkungan. Informasi umum seperti hanya individu jantan dengan ukuran 3-8 meter seringkali terlihat, sementara di mana keberadaan sang betina, di mana keberadaan hiu paus juvenilnya (muda), serta di mana mereka bereproduksi masih merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi misteri selama ini.
Untuk mengungkapkan aspek-aspek tersebut, kolaborasi Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC), UNIPA, WWF-Indonesia, serta dukungan partner HSWRI telah melakukan penandaan satelit sebanyak 6 unit; sebanyak 1 unit di bulan Mei 2011 serta 5 unit lainnya di bulan November 2011 (4 dari 5 penanda tersebut disediakan oleh Conservation International). Hasilnya sementara ini mulai menunjukkan pola pergerakan spesies tersebut, baik secara horizontal (geografis), serta vertikal (kedalaman).
Sedangkan pada periode pemasangan tanda 10-14 Juni 2012, dalam rangkaian ekspedisi Gurano Bintang selama 9-18 Juni 2012, pemasangan penandaan menggunakan Identifikasi Frekuensi Radio ( Radio Frequency Identifications – RFIDs) juga telah dilakukan. Penanda RFID sendiri berlaku seperti kode batang yang memberikan identifikasi permanen kepada setiap individu. Dengan menggunakan penanda RFID, para peneliti dapat membedakan satu individu terhadap individu lainnya. Hanya dalam waktu kurang dari 5 hari, tim peneliti berhasil memasang penanda RFID pada 30 individu hiu paus (terdiri dari 29 jantan dan 1 betina) di perairan Kwatisore, Nabire, Papua Barat.
Dari penjejakan satelit tersebut kita mengetahui bahwa hiu paus adalah spesies yang bermigrasi secara konstan. Mereka seringkali berenang hingga kedalaman 100-200 meter, dan terkadang dapat sangat dalam mencapai 1.800 meter. Si raksasa ini termasuk pemalu karena seringkali menghindari manusia dengan cara jarang berada di permukaan. Hasil penjejakan satelit dan informasi penting lainnya juga akan berguna untuk menemukan fomula tepat bagi kawasan perlindungan dengan tetap memerhatikan aspek ekonomi, serta sosial-budaya.
Dalam kuliah tersebut, Dr. Stewart juga menyampaikan bahwa hiu paus di Kwatisore, sebagai bagian dari TNTC, sangat lah unik. Berbeda dengan lokasi lain di dunia, berenang dengan hiu paus di sini sangat lah mudah, karena mereka lebih terbuka dan cenderung cuek terhadap kehadiran manusia. Di Kwatisore, hiu paus sangat tertarik terhadap ika puri/ikan teri yang tertangkap di bagan para nelayan.
Keunikan tersebut menjadi salah satu potensi penting bagi daerah tersebut untuk menggalakkan penelitian dan ekowisata berbasis spesies ini. Namun sekali lagi kita diingatkan bahwa aktivitas-aktivitas tersebut harus dilakukan dengan hati-hati dan terkontrol sejak rahasia-rahasia mengenai raksasa tersebut masih merupakan misteri.
Kuliah sendiri dimulai pukul 9.30 WIT dan dibuka secara formal oleh rektor UNIPA, Dr. Suriel S. Mofu, S.Pd, M.Ed., M.Phil (Oxon), dan perwakilan dari WWF-Indonesia, Herman Orisu. Materi di sampaikan Dr. Stewart sebagai ahli kelautan termasuk ahli mamalia laut, burung laut dengan wilayah kerja Artik sampai ke Antartika dalam bahasa inggris yang diterjemahkan oleh staff WWF. Dr. Stewart juga telah bekerja meneliti hiu paus dari 10 tahun yang lalu dan masih terlibat di dalam penelitian tersebut dengan kolaborasi bersama WWF-Filipina untuk isu hiu paus di Donsol, Filipina. Bagi Dr. Stewart, Indonesia adalah salah satu wilayah penelitiannya selain Kenya, Maladewa, dan Australia.
Artikel terkait:
Kontak:
• Beny Ahadian Noor, Project Leader WWF Taman Nasional Teluk Cenderawasih, WWF-Indonesia, bnoor@wwf.or.id
• Creusa Hitipeuw, Marine Species Conservation Expert, WWF-Indonesia, chitipeuw@wwf.or.id
• Casandra Tania, Marine Species Officer, WWF-Indonesia, ctania@wwf.or.id