RESTORASI: HARAPAN TERAKHIR MASYARAKAT KAMPUNG WANINGGAP NANGGO UNTUK MEMULIHKAN ALAM MEREKA
“Sa su lahir dari tahun 1961 sa hanya mo cerita sedikit, mungkin disitu tong bisa ada Gambaran bagaimana tong bisa menghalangi atau membatasi tong pu kampung yang selalu ada abrasi. Sebelum sa lahir kampung ini masih jauh garis pantainya deng yang sekarang dan sa su umur 64 tahun, dulu tong lihat angin barat datang dan merusak tong pu pesisir tanah ini sampai 10 meter”. Ucap Alvons Kaize, Kepala Marga Kaize dengan suara yang bergetar oleh rasa kepedulian, pada saat kegiatan sosialisasi Kegiatan Monitoring Restorasi.
Kampung Waninggap Nanggo, terletak di Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, merupakan tempat yang penuh dengan keunikan dan kekayaan budaya. Dengan tujuh marga besar yang menghuni kawasan tersebut, antara lain Balagaize, Kaize, Basik-Basik, Gebze, Ndiken, Mahuze, dan Samkakai. Setiap sudut kampung menyimpan cerita dan tradisi yang mengakar kuat. Kata "Waninggap Nanggo" jika diterjemahkan dari bahasa daerah memiliki makna yang dalam yaitu "Untuk Kebaikan". Penafsiran ini menyiratkan filosofi yang lebih dalam yang menekankan pentingnya melakukan semua tindakan dengan kebajikan dan niat yang positif. Kampung ini memiliki pesona dan karakter yang khas, terutama karena lokasinya yang strategis di sepanjang pantai.
Posisi pesisir ini secara signifikan memengaruhi gaya hidup dan rutinitas sehari-hari penduduknya, karena sebagian besar penduduk setempat terlibat dalam berbagai kegiatan di laut. Hubungan unik antara kampung dan laut tidak hanya membentuk perekonomian tetapi juga menumbuhkan semangat komunitas yang kuat, karena mengandalkan laut sebagai mata pencaharian dan praktik budaya mereka. Dengan cara ini, Waninggap Nanggo menonjol sebagai tempat yang luar biasa di mana esensi berbuat baik terjalin dengan ritme kehidupan pesisir. Namun, dalam beberapa tahun terakhir khususnya sejak tahun 2002, kampung Wainggap Nanggo telah mengalami transformasi luar biasa yang berdampak signifikan terhadap lingkungan setempat dan cara hidup masyarakat.
Salah satu perubahan yang paling menonjol adalah surutnya garis pantai secara bertahap, yang semakin menjauh dari tahun ke tahun. Pergeseran ini telah menyebabkan penurunan mengkhawatirkan dalam hasil tangkapan ikan setempat, dan memicu tantangan bagi penduduk yang bergantung pada laut sebagai sumber utama pendapatan mereka. Selain itu, beberapa wilayah pesisir mengalami abrasi parah, yang semakin memperburuk kerentanan garis pantai. Masyarakat juga bergulat dengan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi.
Tantangan baru justru membangkitkan ide kreatif penduduk Waninggap Nanggo yang memanfaatkan peluang ekowisata. Disitulah masyarakat memulai pengembangan ekowisata pesisir, memanfaatkan budaya dari Perayaan Paroki Hati Kudus Wendu. Usaha ini tidak hanya bertujuan untuk menarik pengunjung tetapi juga menumbuhkan apresiasi yang lebih dalam terhadap keindahan alam dan warisan daerah tersebut.
Menanggapi isu lingkungan yang mendesak, baik masyarakat maupun gereja bersatu untuk menggalakkan upaya pemulihan di sepanjang garis pantai Waninggap Nanggo. Inisiatif kolaboratif ini mencerminkan komitmen untuk melestarikan ekosistem pesisir sekaligus meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi perubahan lingkungan yang sedang berlangsung.
Pemulihan kembali alam ini sudah dilakukan masyarakat Kampung Waninggap Nanggo secara mandiri. Kemudian di bulan Desember Tahun 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Yayasan WWF Indonesia Program Papua dan Pastor Andreas Fanumbi menggelar Sosialisasi Pilkada Peduli Lingkungan sekaligus penanaman pohon di sepanjang Pesisir Pantai Arem dan Murayam sebanyak 1.000 bibit pohon di tanam dengan melibatkan Gereja, pemilik tanah, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, serta seluruh masyarakat di Kampung Waninggap Nanggo.
Pemantauan secara komprehensif dilakukan selama tiga bulan untuk menilai kemajuan area penanaman yang baru didirikan. Selama periode tersebut, tercatat 683 pohon berhasil tumbuh subur di lingkungan baru mereka. Penghitungan ini mencakup beragam spesies antara lain 527 Pohon Kelapa, 3 Pohon Waru, 1 Pohon Soneratia, dan 2 Pohon Mangga. Selain itu, tim mencatat keberadaan 1 Pohon Linggua, 44 pohon Ketapang, 60 Pohon Cemara, 8 Pohon Bruguiera, 1 Pohon Beringin, dan 6 Pohon Avicennia. Masing-masing spesies ini berkontribusi secara unik pada ekosistem lokal, yang menyoroti keberhasilan upaya penanaman dan potensi peningkatan keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.
Khusus untuk Manggrove, masyarakat mengenal strata dan zonasi dalam penanaman mangrove di pesisir pantai yang dimulai dengan tanaman kayu pasir, lalu diikuti oleh tanaman api-api. Secara ilmu pengetahuan penanaman pohon sudah tepat dimulai dengan tanaman jenis sonneratia yang berdampingan dengan avicennia.
Kegiatan monitoring ini dilakukan sekaligus mensosialisasikan program Restorasi dan pengenalan platform aplikasi Reconnect+ oleh WWF-Indonesia. Platform ini berfungsi sebagai sistem informasi untuk mendukung digitalisasi dan meningkatkan sistem penanaman pohon dan restorasi yang dijalankan oleh WWF yang dapat divisualisasikan dalam dashboard Reconnect+.
Platform Reconnect+ ini juga dikenalkan secara langsung kepada masyarakat di Kampung Waninggap Nanggo dan dipraktekkan oleh kelompok pengelola restorasi dari dua lokasi penanaman yaitu Pantai Murayam dan pantai Arem. Kelompok restorasi dari kedua lokasi tersebut dilibatkan sebagai surveyor dan akan terus melakukan monitoring kedepannya.
Restorasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan sebagai bentuk mengatasi degradasi lingkungan yang semakin mengancam keseimbangan ekologis dan keberlanjutan kehidupan. Dalam konteks ini, restorasi diartikan sebagai upaya untuk memulihkan ekosistem yang rusak atau terganggu sehingga dapat kembali mendekati kondisi alaminya sebelum terdegradasi.
Menurut Anthonius Balagaize selaku pemilik lokasi Pantai Murayam mengatakan, sangat berharap kepada pemerintah terkait dan juga masyarakat lainnya untuk bisa memperhatikan lingkungan yang semakin hari semakin rusak, selain itu juga karena lokasi Pantai Murayam adalah salah satu tempat wisata, dia akan memperhatikan pohon dan mengontrol pohon yang di tanam,