ETNOBIOLOGI SAWE SUMA
Secara singkat etnobiologi sejatinya merupakan sebuah ilmu yang mempelajari persepsi, dan konsepsi masyarakat tradisional terhadap kehidupan dan lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian ketika berbicara dalam lingkup etnobiologi berarti kita berbicara perihal persepsi masyarakat tradisional terhadap keseluruhan komponen biologi meliputi hewan, tumbuhan, dan juga lingkungannya. Kajian etnobiologi yang dilakukan di kampung Sawe Suma memiliki tujuan :
(1) Mengungkap keanekaragaman jenis sumberdaya hayati yang bermanfaat bagi masyarakat Sawe Suma, dan peranannya dalam kehidupan mereka;
(2) Mengetahui sistem pengelolaan sumberdaya hayati dan lingkungannya pada masyarakat Sawe Suma;
(3) Untuk mendokumentasikan permasalahan terkait pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan lingkungannya (termasuk permasalahan dalam pemanfaatan ruang/tata guna lahan) yang dihadapi oleh masyarakat di kampung Sawe Suma;
(4) Mengungkap aspek budaya terkait pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; dan
(5) Mengungkap strategi adaptasi masyarakat di kampung Sawe Suma dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Secara umum masyarakat di kampung Sawe Suma memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang lingkungan dan sumberdaya yang ada. Pemanfaatan sumberdaya alam sebagian besar dilakukan untuk memenuhi kebutuhan subsisten. Beberapa hal terkait kajian etnobiologi yang bisa disampaikan di sini adalah :
1. Dalam hal penguasaan terhadap lingkungan sekitarnya, masyarakat di kampung Sawe Suma membedakan satuan lingkungan ke dalam sepuluh bentuk satuan lingkungan meliputi : pekarangan, kampung, kampung tua, kebun, kebun lama, bekas kebun, hutan primer, daerah larangan, sungai dan dusun sagu. setiap satuan lingkungan memiliki kontribusi masing-masing bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat di kampung Sawe Suma.
2. Masyarakat di kampung Sawe Suma mampu mengusahakan sebagian besar kebutuhan pangan nabati berdasarkan pengetahuan tradisional terkait pemanfaatan tumbuhan. Ketergantungan di alam terkait pemanfaatan tumbuhan adalah untuk kebutuhan: konstruksi, serat, pewarna, kayu bakar, bahan teknologi tradisional, dan bahan obat tradisional. Khusus penggunaan tumbuhan obat, saat ini praktek pengobatan menggunakan bahan alam sudah jarang dilakukan. Satu- satunya jenis yang masih sering digunakan dalam pengobatan adalah Laportea decumana (daun gatal). Selain diperoleh dari hutan sekunder, tumbuhan ini juga telah
dibudiddayakan secara terbatas di pekarangan warga.
3. Sumber pangan hewani atau sumber protein hewani di kampung Sawe Suma diperoleh melalui kegiatan berburu secara tradisional. Minimnya kegiatan usaha ternak (baik untuk kepentingan rumah tangga ataupun dijual) di daerah ini menyebabkan kegiatan perburuan marak terjadi. Kegiatan perburuan sebenarnya tidak semata-mata untuk mencari hewan buruan melainkan juga untuk rekreasi terutama bagi kaum lelaki dewasa. Dalam melakukan perburuan tidak jarang justru yang diburu adalah hewan-hewan yang dilindungi seperti rusa, kuskus, dan kasuari.
4. Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya, sedikitnya ada empat persoalan mendasar yang dijumpai yaitu : degradasi pengetahuan tradisional, keanekaragaman hayati dan kualitas lingkungan, pergeseran mata pencaharian, dan penurunan daya dukung lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan subsisten. Untuk mengatasi persoalan tersebut dilakukan dengan cara :
1. Membangun pola pikir dan sikap pro-konservasi melalui peningkatan kepemimpinan para kamabi di kampung Sawe Suma,
2. Menciptakan mata pencaharian atau sumber penghasilan yang berkelanjutan berbasis potensi lokal.
3. Melakukan upaya penghematan energi, dan
4. Meningkatkan peran ekosistem untuk menjamin ketersediaan pangan, air bersih serta kebutuhan lainnya bagi masyarakat di kampung Sawe Suma.’