RUANG KELOLA EKOWISATA DI DALAM WILAYAH ADAT ROBY DIGAN
Roby Digan adalah sosok Kamabi Marga Digan. Kamabi merupakan status ketua adat dalam satuan marga untuk kelompok masyarakat Suku Orya. Pada 2019 Roby Digan melihat wilayah adatnya penting dilindungi melalui pengusulan wilayah adat untuk satuan marga.
Wilayah adat marga Digan berada di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurumguay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Alasan wilayah adat itu perlu dilindungi karena terdapat hutan keramat bernama Gwenerem. Hutan keramat itu masih memiliki nilai mistis dengan aturan leluhur yang masih terjaga.
Di dalam hutan keramat Gwenerem, orang tua Roby Digan membagikan wilayah kepada beberapa marga lain di sekitar wilayah adatnya.
Hal lain yang menjadi pentingnya wilayah adat itu karena banyak terdapat tanaman jangka panjang sebagai potensi yang ditinggalkan oleh leluhur dan orang tua Roby Digan. Bagi sebagian orang hal ini dianggap biasa saja, namun bagi Roby Digan potensi tersebut perlu dilindungi.
Selain itu, di dalam wilayah adat ini terdapat enam jenis burung cenderawasih dengan wilayah sebaran terbatas. Artinya, jika spesies ini punah maka tidak akan dijumpai lagi dalam radius 500 km, sesuai kriteria International Union for Conservation of Natural (IUCN). “Alasan lain saya ingin melindungi wilayah adat saya dari izin investasi perusahaan, pembalakan, dan perburuan liar,” ungkapnya. Atas dasar itulah pada Desember 2019, Roby Digan bersama Yayasan WWF Indonesia Program Papua melakukan proses pemetaan wilayah adat seluas 3.853,13 ha.
Proses pemetaan diawali dengan penggambaran peta. Tahapan selanjutnya melakukan proses rekonsiliasi peta dan informasi sosial budaya. Lalu diakhiri dengan proses musyawarah yang dilakukan pada Oktober 2020. Dalam musyawarah itu diadakan penandatanganan berita acara kesepakatan batas wilayah adat dengan beberapa marga yang berbatasan.
Dari proses itu terlihat bagaimana keterbukaan dan saling jujur antar marga dalam mengakui kepemilikan terhadap suatu wilayah. Hal ini dibuktikan dengan tiap marga yang berbatasan dapat menceritakan bentang alam, seperti batu, sungai, bukit, dan tanda bentang alam lainnya yang menunjukkan keterkaitan antara manusia dan alam atau ruang kelola masyarakat adat.
Pada prinsipnya syarat utama untuk legalitas wilayah adat adalah hubungan antara manusia sebagai objek dan alam sebagai subjek untuk memperkuat status kepemilikan suatu wilayah adat.
Musyawarah dan kesepakatan batas wilayah adat Roby Digan diikuti pimpinan atau perwakilan marga Dies, Dohlen, Birawa, Digan, Bunggu, dan Buryam. Proses legalitas wilayah adat Roby Digan saat ini masih belum sampai pada proses registrasi dan verifikasi, karena perubahan regulasi di Pemerintah Kabupaten Jayapura.
Roby Digan telah memanfaatkan peta wilayah adat ini sebagai bahan advokasi untuk program ekowisata pengamatan burung (bird watching). Peta ini juga digunakan sebagai alat negosiasi dengan perusahaan sawit Rimba Matoa Lestari (RML) terkait rencana pengembangan wilayah perusahaan yang mendekati batas utara wilayah adatnya. Pada November 2020 Roby Digan bersama WWF-Indonesia dan Fakultas Kehutanan Universitas Papua melakukan kajian desain tapak ekowisata sebagai dasar atau baseline untuk menentukan ruang ekowisata pengamatan burung dan beberapa ekowisata penunjang lainnya.
Hasil kajian desain tapak menunjukkan seluruh kawasan wilayah adat Roby Digan merupakan hutan dataran rendah yang berbatasan dengan hutan rawa di sebelah utara. Objek wisata utama yang terdapat di kawasan ini adalah enam jenis burung cenderawasih yaitu Toowa Cemerlang (Ptiloris magnificus), Cenderawasih Raja (Cicinnurus regius), Cenderawasih Kecil (Paradisaea minor), Cenderawasih Mati-Kawat (Seleucidis melanoleucus), Parusabit Paruh-Putih (Epimachus bruijnii), dan Manucodia Kilap (Manucodia ater).
Selain enam jenis burung cenderawasih, juga terdapat dusun sagu, tegakan palem, dan satu jenis pohon mangrove (Sonneratia spp) yang tumbuh berdampingan dengan hutan rawa. Keanekaragaman jenis burung tergolong tinggi di hutan ini dan memenuhi kriteria daerah penting.
Sifat kepedulian terhadap wilayah adat dan kebaikan hati yang dimiliki Roby Digan, diperlihatkan dengan selalu memberikan ruang kepada peneliti maupun mahasiswa melalui program magang di WWF-Indonesia Program Papua untuk belajar, dan meneliti 63 wilayah adatnya. Ia menyadari penelitian-penelitian tersebut berguna untuk mengumpulkan data dan informasi ilmiah yang tentu bermanfaat dalam mengelola wilayah adatnya secara berkelanjutan. (*)