RESOLUSI PEMBANGUNAN LEARNING CENTER UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS EKOSISTEM DI MALUKU
Oleh: Barnabas Wurlianty (EAFM Liasion Coordinator Inner Banda Arc Subseascape, WWF-Indonesia)
Tahun 2016 tidak berlalu begitu saja di Maluku, gerbang timur Indonesia. Di penghujung tahun (23/11), Aula Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku dipadati setidaknya 60 perwakilan berbagai stakeholders; pemerintah, LSM, pelaku perikanan, kelompok nelayan, dan LIPI. Hari itu, dilangsungkan diskusi untuk pembangunan Learning Center untuk penerapan manajemen perikanan berbasis ekosistem (Ecosystem Approach Fisheries Management - EAFM) di Maluku.
Diskusi ini bertujuan untuk mensosialisasikan EAFM dan kelembagaan perikanan, menggali masukan untuk mendukung kelembagaan perikanan, dan membangun kesepakatan bersama untuk mendukung pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di bentang laut Inner Banda Arcini.
Untuk membedah pentingnya Learning Center EAFM, narasumber terbaik dihadirkan dalam diskusi tersebut. Tersebutlah nama-nama seperti Dr. Toni Ruchimat (Direktur SDI, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI), Prof. Detrich Bengen (Institut Pertanian Bogor), Dr. Ir. Romelus Far Far, M.Si. (Kepala DKP Provinsi Maluku), Wawan Ridwan (Direktur Coral Triangle, WWF-Indonesia), dengan Prof. Dr. Aleks Retraubun sebagai moderator.
Prof. Detriech Bangen menegaskan bahwa Learning Center menjadi penting dalam kerangka Pengkajian dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K). Pusat pembelajaran dalam pengelolaan perikanan dibangun dengan menargetkan peningkatan kinerja pengelolaan WP3K secara terpadu sesuai kode etik pembangunan berkelanjutan dan menunjang pembangunan kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab; peningkatan nilai tambah produk kelautan dan perikanan, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
“Sudah saatnya kita meninggalkan pengelolaan perikanan yang bersifat komoditas, dan beralih pada pengelolaan yang berbasis ekosistem,” sampai Prof. Aleks Retraubun. “Dengan arahan para pakar yang hadir hari ini, kita bedah apa yang harus kita lakukan untuk memulai pengelolaan perikanan berkelanjutan berbasis ekosistem di Maluku,” sambungnya.
M. Ridha Hakim (Small Islands and Governance Program Leader, WWF-Indonesia) menyampaikan poin-poin yang menjadi tujuan dibangunnya sebuah Learning Center.
“Melalui Learning Center, kita melakukan pengkajian, penelitian, pendidikan, pelatihan, dan penyebarluasan informasi dalam mendukung pemanfaatan dan pengembangan bidang kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Learning Center akan berperan aktif dalam memberikan gambaran pengambilan kebijakan dan pembangunan model pemberdayaan masyarakat pesisir,” katanya.
Fokus kegiatan Learning Center sendiri terbagi menjadi empat, yaitu perikanan berkelanjutan, Kawasan Konservasi Perairan dan Pulau-Pulau Kecil, wisata bahari yang bertanggung jawab, dan aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan. “LC-EAFM Maluku akan berdiri dengan fungsi pendidikan, fungsi pelatihan, dan fungsi pengembangan,” lanjutnya.
Untuk mewujudkan LC-EAFM ini, tentunya dibutuhkan langkah konkrit selanjutnya. “Perlu ada pengembangan jaringan dan forum pembelajaran implementasi EAFM, untuk membangun penguatan kapasistas dan pemahaman bersama mengenai EAFM ini,” ujar Dr. James Abrahamsz (Koordinator Learning Center EAFM Universitas Pattimura)
Dengan kiprahnya yang sudah cukup lama, LC-EAFM Universitas Pattimura pun didaulat sebagai koordinator dalam menginisiasi LC dan Forum EAFM di Maluku ke depannya. Forum Pembelajaran EAFM dan penyusunan rencana kerja bersama di 2017 ini – adalah dua hal yang kita nantikan berikutnya dari kesepakatan diskusi hari itu.
Konsep EAFM yang sudah diketahui penuh oleh segenap jajaran stakeholder hari itu – dan kesepakatan bersama untuk implementasi EAFM melalui Learning Center di Maluku ini, menjadi dua kabar gembira untuk mengawali tahun 2017 dan mengawal resolusi penting untuk pengelolaan perikanan yang lebih baik di sini – gerbang timur Indonesia.