TERDAMPARNYA PAUS DI KAMPUNG SOBEI, TELUK WONDAMA
Oleh: Kuriani Wartanoi Community Outreach and Development Officer & Ridho Z Monitoring & Surveillance Officer
Bangkai paus sei (Balaenoptera borealis) ditemukan terdampar dalam kondisi mati di pesisir pantai Kampung Sobei, Distrik Teluk Duairi, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Mamalia laut ini pertama ditemukan terdampar tepat di depan rumah Yunus Numanderi pada 3 Juni 2018 pagi hari.
Saat ditemukan, kondisi paus sudah mati dengan badan terbalik dan muncul tanda-tanda pembusukan. Khawatir akan menimbulkan bau tidak sedap ke seluruh kampung, ia berinisiatif untuk memindahkan paus ke areal mangrove yang jaraknya sekitar 500 meter dari tempat semula yang ditarik dengan perahu bermesin. Agar bangkai paus tidak kembali ke area kampung, ia mengikat paus ke ranting mangrove.
“Paus ditemukan saat saya mau melihat kondisi perahu di pantai pukul 6 pagi. Pas ditemukan, sudah tercium bau tidak sedap dari paus. Takut bau ini menyebar ke seluruh kampung, saya dan anak saya menarik paus ke tempat lain dengan speedboat sekitar pukul 9 pagi. Lalu kami ikat di ranting mangrove agar bangkai ini tidak kembali ke kampung”, jelas Yunus.
Tim WWF-Indonesia bersama Gerard Wambraw, Kepala Bidang Pengelolaan Wilayah 2 Taman Nasional Teluk Cenderawasih melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap paus ini. Paus yang memiliki panjang 9,4 meter dengan lingkar badan 4,1 meter ini merupakan paus jantan, yang diduga merupakan paus Sei, Balaenoptera borealis. Luka atau tanda lain tidak dapat diidentifikasi karena badan paus dalam keadaan terbalik dan banyak bagiannya yang mengalami pembusukkan.
Menurut Petrus Manirei, Kepala Kampung Sobei Indah, kasus paus terdampar ini merupakan kasus pertama kali yang terjadi di Kampung Sobei. Berdasarkan data yang dimilki WWF-Indonesia dan informasi dari staff Balai Besar Taman National Teluk Cenderawasih (BBTNTC), La Hamid, setidaknya sejak tahun 2007 memang tidak pernah ditemukan kasus paus terdampar di Teluk Wondama.
Paus dikuburkan di dekat tempat awal ditemukan yang sebelumnya ditarik kembali dari areal mangrove. Hal ini disebabkan masyarakat khawatir jika lokasi penguburan di areal mangrove, akan terjadi pengrusakan mangrove karena proses ini menggunakan alat berat escavator. Kepala Distrik Teluk Duairi, Alexandra Mambor juga ikut mengawasi proses penguburan paus.
“Kami khawatir bangkai paus ini dapat menyebabkan berbagai penyakit ke masyarakat kampung, sehingga proses penguburan ini harus segera dilakukan dan juga diawasi”, jelas Alexandra.
Proses penguburan paus ini juga diikuti dengan prosesi adat Kampung Sobei dengan meletakkan piring di sekitar jasad paus. Karena kejadian paus terdampar baru pertama kali terjadi di Sobei, maka masyarakat menilai harus dilakukan prosesi adat seperti ini. Mereka juga meyakini prosesi adat yang dilakukan untuk meminimalisir hal-hal negatif dari kejadian yang terjadi.
Tindakan Masyarakat Kampung Sobei yang cepat tanggap perlu sangat diapreasiasi. Mereka juga sudah sadar akan pentingnya paus pada ekosistem laut dan dampak bangkai paus bagi kesehatan manusia serta biota lain jika dibiarkan begitu saja. Semoga dengan adanya kejadian ini masyarakat Sobei mendapatkan pengalaman berharga dan bila suatu saat terdapat kasus paus terdampar, masyarakat sendiri sudah dapat mengambil aksi cepat tanggap sehingga paus dapat terselamatkan.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi:
Ridho Zul Fakhri – Monitoring & Surveillance Officer – WWF Indonesia
HP: +6281282635736, email: ridhozf@gmail.com
Kuriani Wartanoi – Community Outreach and Development Officer – WWF Indonesia
HP: +6281344807002, email: kwartanoi@wwf.id